Sonia berjalan keluar restoran. Dia berjalan di trotoar dalam waktu lama dan baru menyadari dia lupa untuk mengambil mobilnya. Pada akhirnya, Sonia meninggalkan restoran begitu saja.Siang harinya, Sonia sangatlah sibuk. Dia hanya makan seadanya di siang hari. Sekarang perutnya pun terasa sakit.Sonia melihat sekeliling. Dia pun menemukan sebuah kedai terdekat di Jembara University. Dia pun langsung makan mi di jalan Antik.Masih di restoran yang sering dikunjunginya dulu. Pemilik kedai segera menjamu Sonia, lalu bertanya dengan tersenyum, “Mau makan apa?”Pemilik kedai mengenali Sonia. Dia pun merasa terkejut ketika bertemu dengan tamu lamanya. “Ternyata kamu, sudah lama kamu tidak datang. Sudah tamat belum?”Sonia mengangguk dengan tersenyum. “Dua tahun ini aku tinggal di luar negeri.”“Pantas saja!” Pemilik kedai juga tidak berubah. Dia masih suka mengobrol seperti dulu. “Sepertinya kamu sudah lama tidak ke sini. Pacarmu itu malah sering ke sini.”Sonia terkejut. “Pacar?”“Iya! Cowo
Tandy berpamitan dengan Fadin, lalu berlari ke lantai atas. Dia tidak kembali ke kamarnya, melainkan berlari ke lantai tiga.Setelah pintu diketuk, Tandy masuk ke dalam dan tampak lampu di dalam ruang tamu masih menyala. Reza sedang duduk di sofa sendirian.Ketika mendengar adanya suara, Reza memalingkan kepalanya dan bertanya dengan suara seraknya, “Tidak bisa tidur?”Tandy berjalan menghampirinya, lalu melihat tumpukan sisa rokok di dalam asbak. Dia pun mengerutkan keningnya. “Paman sudah rokok berapa batang?”Reza berdiri, lalu membuka jendela kamar. Dia membiarkan udara dengan percikan hujan menghilangkan bau rokok di dalam kamar.Saat Reza berdiri, Tandy melihat ada selembar foto di atas sofa. Foto itu dalam keadaan tertutup. Baru saja Tandy hendak membalikkan foto, Reza pun sudah membalikkan tubuhnya.Tandy duduk di seberangnya, lalu berkata, “Paman, luka di tubuhmu baru sembuh. Kurangi rokokmu.”Reza mengangguk. “Aku mengerti.”“Paman, apa kamu masih menyukai Bu Sonia?” Tiba-tib
Keesokan siangnya, sewaktu di perjalanan pulang sekolah, Tandy menerima panggilan dari Diana.Suara Diana terdengar lembut. “Sudah pulang sekolah?”Tandy membalas, “Sebentar lagi sampai rumah!”Diana berpesan, “Ibu dan Ayah baru bisa pulang dalam beberapa hari lagi. Kakek dan Nenek juga lagi tidak di rumah. Kamu mesti dengar apa kata Paman Reza, ya.”“Iya, aku mengerti. Aku juga bukan anak-anak. Ibu tidak usah khawatirkan aku,” balas Tandy dengan berlagak dewasa.Diana pun tersenyum. “Besok ada ujian, ya? Jangan gugup, isi seperti biasa saja!”“Hanya ujian kecil saja, mana mungkin aku gugup!” balas Tandy dengan penuh percaya diri.“Baguslah! Kamu jaga dirimu dengan baik, sekalian jaga kakakmu.”“Ibu dan Ayah juga jaga kesehatan!”Setelah panggilan diakhiri, Tandy menatap ke luar jendela sembari memikirkan ujian besok. Tiba-tiba terlintas tatapan licik di matanya.…Sore harinya, Sonia sedang sibuk bekerja. Asisten baru Sonia berlari menghampirinya dengan membawa ponsel. “Sonia, ponselm
“Oke!”Setelah Linda pergi, Jason baru bertanya, “Ada apa?”Sonia membalas, “Nggak kenapa-napa. Mungkin ibunya Yana ada urusan.”Jason mengangguk, lalu bertanya dengan penasaran, “Apa ibunya Yana itu teman yang baru kamu kenal dalam dua tahun ini?”Sonia terdiam sejenak, baru mengangguk. “Iya.”“Di mana ayahnya?”“Mereka sudah pisah.”Kening Jason berkerut. Dia berkata dengan datar, “Sepertinya cukup susah bagi ibunya Yana untuk membesarkannya seorang diri.”Sonia melihat Yana yang sedang linglung dan tidak berbicara.Jason berkata, “Biar aku gendong dia sebentar.”Lagi-lagi Sonia tertegun. Dia menyerahkan Yana ke dalam pelukan Jason.Yana tidak menolak Jason, malah langsung bersandar di dalam pelukannya.Ketika melihat anak kecil yang imut dan mungil ini, hati Jason semakin luluh. Dia tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaannya.Tak lama kemudian, Linda kembali dengan mengambil obat pereda demam. Kemudian, dia pun menyuapi Yana sesuai dosis yang dianjurkan dokter.Yana sangatlah
Begitu memasuki rumah, tampak dekorasi klasik nan indah di dalamnya. Jantung Jason seketika berdegup kencang. Dia tidak bisa mendeskripsikan apa yang dirasakannya saat ini.“Tuan, biar aku bawa Yana ke kamar,” ucap Linda dengan tersenyum ringan.“Oke.”Jason tidak leluasa untuk masuk ke kamar perempuan. Dia pun menyerahkan Yana kepada Bibi Linda.Sonia memberinya sebotol air, lalu berkata dengan tersenyum datar, “Terima kasih, ya!”“Jangan sungkan! Aku dan Yana juga tergolong teman.” Jason duduk di sofa, lalu berkata dengan nada bercanda. Kedua matanya terus mengamati sekeliling.Rumah dibereskan dengan sangat bersih. Tampak sofa berwarna muda dengan kain meja tamu berwarna biru muda. Ada juga beberapa tangkai bunga aster di dalam vas. Warna bunganya sangatlah indah.Tirai jendela berwarna biru tua. Angin berembus dari balkon menggoyangkan gorden jendela. Tercium bau susu anak dan aroma wangi di dalam ruangan. Jason merasa sangat nyaman untuk berada di rumah ini.Jason kepikiran Sonia
Setelah berbicara beberapa patah kata, Sonia mengakhiri panggilan. Dia mengembalikan ponsel kepada Bibi Linda, lalu masuk ke kamar untuk menemani Yana.Yana masih belum bangun. Tubuhnya keringatan dan wajahnya memerah.Sonia memegang keningnya. Menyadari Yana tidak demam lagi, hatinya pun terasa tenang.…Yana terus tertidur hingga sore hari. Kondisinya sudah semakin sehat. Ketika Yana bangun, dia mengatakan perutnya kelaparan. Yana pun disuap bubur sayur.Kelly pulang dengan buru-buru. Dia menggendong Yana sambil meminta maaf.Yana memegang wajah Kelly, lalu menenangkannya dengan suara imutnya, “Ibu sedang menjaga Nenek. Aku sangat patuh, tidak takut sama sekali.”Kelly semakin merasa bersalah. Dia menggendong Yana ke dalam pelukannya, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat Sonia. “Untung saja ada kamu.”“Tenang saja.” Sonia tersenyum.Linda sudah sibuk seharian. Kelly pun menyuruhnya untuk istirahat. Dia sendiri akan memasak nanti.Saat makan, Kelly bertanya pada Sonia, “Tadi kata Y
Jason bergegas berjalan ke dalam ruangan. Baru saja berjalan dua langkah, dia pun bertanya, “Apa ibunya Yana di rumah?”Linda segera menjawab, “Tidak, dia lagi jaga orang sakit!”Raut wajah Jason semakin muram lagi. “Anaknya saja lagi sakit, dia malah jagain orang lain?”“Bukan, ibunya Yana juga tidak berdaya,” jelas Linda dengan segera.Jason tidak mendengar penjelasannya lagi. Dia segera berjalan ke ruang tamu, lalu tampak Yana yang sedang berbaring di atas sofa sembari menangis kuat. Dia yang sedang demam kelihatan tidak bertenaga. Hati Jason terasa sakit ketika melihat sosok Yana yang menangis dengan terisak-isak.“Yana!”Jason meletakkan buah-buahan di atas meja tamu, lalu menggendong Yana. “Paman sudah datang. Apa kamu merasa tidak enak badan?”Yana membalas pelukannya, lalu bersandar di pundaknya. Air mata masih tak berhenti menetes di wajah indahnya.Jason mengusap keningnya. Rasanya sungguh panas. Dia pun berkata, “Dia demam terus?”“Bukan, aku dengar dari ibunya Yana semalam
“Aku lihat Tuan sabar sekali. Kelak kamu pasti akan menjadi ayah yang baik,” puji Linda.Jason pun tersenyum dan tidak berkata-kata.Jason sendiri juga tidak menyangka dirinya akan begitu menyukai Yana. Jangan-jangan karena Jason sudah berumur, jadi dia ingin menjadi seorang ayah. Jason sendiri merasa lucu dengan pemikirannya.Linda berkata, “Kalau begitu, Tuan lihatin Yana dulu, ya. Kebetulan aku harus belanja sayuran untuk makan malam Yana.”“Tenang saja, aku akan menjaganya. Kamu pergi sana!” balas Jason dengan pelan.“Baik!” balas Linda dengan hormat. Dia mengambil kunci, lalu keluar rumah.Ruangan seketika menjadi hening. Cahaya matahari siang menyinari ke dalam ruangan. Ruangan terasa hangat.Jason menunduk untuk melihat Yana. Tidurnya sangatlah lelap. Bulu mata lentik, pipi gembung, hidung mancung, semuanya terlihat sangat imut. Jason sungguh menyukai semua sisi dari si kecil.Pelukan Jason spontan semakin erat lagi. Aroma susu di tubuh Yana membuat hati Jason terasa sangat nyam
Hallie menggeleng. “Ketika aku melihat Kakek Aska, aku merasa sangat akrab sama dia. Aku punya firasat. Kakek Aska itu kakek luarku!”Aska menatap Hallie dengan ramah. “Anak baik. Selama beberapa tahun ini, kamu pasti sudah hidup menderita di luar sana. Setelah ibumu kembali, dia pasti akan merasa sangat gembira.”“Ibuku?” tanya Hallie dengan penasaran.“Iya, aku sudah menghubungi ibumu. Dia akan segera kembali!” Suara Aska terdengar terisak-isak. “Selama beberapa tahun ini, dia tidak menikah lagi juga demi menunggumu!”Mata Hallie memerah. “Aku berharap aku bisa segera bertemu dengan Ibu!”Saat mereka semua melanjutkan obrolan mereka, langit sudah gelap. Morgan pun telah pulang. Aska segera menceritakan masalah Hallie kepadanya.Sejak kecil, Morgan sering mendengar Aska menceritakan soal Jeje. Tidak disangka setelah bertahun-tahun, malah masih bisa ditemukan.Terlebih, Sonia malah menemukannya di Hondura. Semua ini terlalu kebetulan!Morgan pun menatap Sonia dengan tatapan syok.Sonia
Sonia makan siang bersama Ranty.Saat makan, mereka berdua terus membahas soal Morgan dan Theresia. Satunya tampan dan satunya cantik. Ranty merasa sangat percaya diri terhadap perjodohannya kali ini.Di satu sisi, Sonia berharap semua bisa berjalan sesuai dengan kemauan Ranty. Namun di sisi lain, akal sehatnya memberitahunya bahwa mereka berdua tidak memungkinkan!Tentu saja Ranty tidak ingin menghancurkan rasa optimis Ranty.Selesai makan, Ranty menerima panggilan dari perusahaan. Dia pun mesti kembali ke perusahaan untuk mengurus pekerjaannya. Kebetulan Sonia juga menerima panggilan dari Mandy. Ada dua lembar desain yang memerlukan sarannya. Mandy meminta bantuan Sonia untuk merevisinya.Sonia kembali ke Imperial Garden. Setelah dia merevisi dua lembar desain, waktu setengah hari pun telah berlalu. Sonia ingin menelepon abangnya untuk menanyakan hasil kencan buta. Belum sempat dia menelepon, tiba-tiba dia menerima panggilan dari Aska.“Pak Guru!” Sonia meregangkan tubuhnya, lalu berj
“Emm, aku tidur siang!” Theresia meregangkan tubuhnya.Nada bicara Theresia begitu terang-terangan. Ranty pun tidak berpikir kebanyakan. Dia hanya bertanya, “Bagaimana dengan pertemuan tadi siang?”Theresia terdiam sejenak, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya nggak begitu cocok.”Morgan membangkitkan tubuhnya, lalu bersandar di atas ranjang melihat ke sisi wanita yang sedang bertelepon. Dia yang membungkus tubuhnya dengan jubah tidur sedang membelakangi Morgan dan berkata pada orang di ujung telepon bahwa mereka berdua tidak cocok.“Nggak cocok?” Ranty merasa agak kecewa. “Kenapa? Apa kamu nggak suka sama dia? Atau dia yang nggak suka sama kamu?”Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kami saling nggak suka.”“Jadi, kalian nggak nonton opera?”“Nggak!”“Kakak temanku memang lebih besar beberapa tahun dari kamu, tapi nggak kelihatan sama sekali. Apalagi dia itu orangnya agak kalem. Dia bukan nggak suka sama kamu. Kalau kamu punya perasaan sama dia, aku rasa kalian bisa coba untuk
Morgan memalingkan kepalanya, lalu mengambil boneka unicorn untuk melihatnya. Tiba-tiba dia kepikiran dengan ulang tahun ke-17 Theresia, Morgan baru pulang dari luar. Theresia menyuguhkan mie masakannya untuk dicicipinya.Morgan menyantap mie masalah Theresia, lalu memberinya sebuah gantungan kunci unicorn dan memberinya ucapan selamat ulang tahun.Pada malam hari itu juga, Morgan meminta pertama kalinya.Morgan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di atas sofa. Theresia menyeduh teh, kemudian menyuguhkannya kepada Morgan. Dia berbicara dengan nada bersalah, “Hanya ada daun teh, coba dicicipi.”“Oke, tidak masalah!” Tatapan Morgan kelihatan tajam. Berhubung sering berhubungan dengan tentara bayaran, dia pun selalu menunjukkan sisi dinginnya.Theresia melangkah mundur selangkah, lalu melihat dia meminum teh.Morgan mengenakan kemeja berwarna hitam. Wibawanya kelihatan jelas. Dia memegang cangkir teh sembari duduk di atas sofa. Gambaran ini membuatnya terasa sangat ajaib.Morgan menye
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?“Emm!”Theresia mengangguk. “Setelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.”Morgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Apa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?”“Iya!” Morgan mengangguk. “Sementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.”Theresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, “Aku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. “Aku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.”“Emm!” Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. “Tuan Morgan!”Wanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m