Thalia mengerutkan keningnya. “Liana, jangan bicara lagi!”“Kenapa aku nggak boleh bicara?” Liana memalingkan kepalanya membelalaki Haven. “Biasanya apa aku pernah mengasarimu? Kenapa kamu malah memfitnahku?”Haven menunduk dan terus menangis. “Nggak seharusnya aku dengar ucapanmu.”Liana langsung maju hendak memukul Haven. Namun, ada yang maju untuk menahannya. Dia menunjuk Haven sembari memaki, “Kamu tunggu saja, aku pasti nggak akan lepasin kamu!”“Liana!” Thalia menggenggam tangannya, lalu berbisik, “Jangan buat onar lagi! Pak Hardy juga nggak bilang bakal hukum kamu. Kalau kamu perbesar masalah ini lagi, nanti kamu pun akan terkena imbasnya!”Kemudian Thalia memalingkan kepalanya melihat ke sisi Reza. “Reza, pecat Haven saja. Habis itu, kita akhiri masalah ini. Semua ini pasti ulah Haven sendiri. Liana nggak mungkin melakukan hal bodoh ini!”Liana menggertakkan giginya, seolah-olah banyak yang ingin dikatakannya. Namun pada akhirnya, dia terpaksa memendamnya.Reza tersenyum tipis.
Hardy sangat membenci Sonia dan juga Liana. Hanya saja, Liana adalah wanitanya Brian, dia pun tidak berani menyinggung Liana. Dia hanya berbicara dengan nada ketus, “Kamu serahkan berlian kepada Sonia. Kita bicarakan masalah ini nanti.”Tanpa berbasa-basi, Hardy pun langsung berjalan pergi. Liana mengangkat tangannya menjambak rambut Haven. “Sialan.”Belum sempat Liana selesai berbicara, Haven pun menjerit menarik perhatian kru di sekitar.Liana langsung mendorong Haven. “Dasar murahan!”Haven yang terjatuh menunduk dan tidak berbicara.Liana membelalakinya, lalu mengambil kotak berlian pergi mencari Sonia.Sonia sedang bekerja saat ini. Liana berdiri beberapa saat di luar sana, lalu berjalan masuk dengan wajah dingin, membanting kotak berlian ke meja. “Semuanya di sini!”Setelah berjemur selama satu jam, rambut Liana sudah basah semuanya. Bahkan, riasan di wajahnya juga sudah luntur. Penampilannya saat ini boleh dikatakan sangat berantakan.Sonia meliriknya sekilas dan tidak berbicara
Reza menatap mobil Sonia semakin menjauh, lalu membalikkan kepalanya menatap Thalia. “Ayo, pergi!”Kedua mata Thalia berkilauan. Dia lekas mengikuti langkah si lelaki.…Keesokan harinya, saat Sonia pergi bekerja, Gina masuk ke ruangannya. Dia memegang segelas kopi sembari bersandar di dekat jendela. “Baru beberapa hari aku nggak datang, aku malah melewatkan pertunjukan seru!”Sonia yang sedang melukis sketsa berkata, “Kalau kamu ingin nonton, kamu bisa bikin pertunjukan sendiri.”Gina meliriknya, lalu tersenyum sinis. “Jangan-jangan kamu kira Liana yang sudah lakuin semua ini?”Gerakan tangan Sonia terhenti. Dia tidak menjawab.Gina melanjutkan dengan tersenyum, “Kamu berani taruhan nggak? Masalah ini pasti ulah Thalia. Dia menyuap asistennya Liana, kemudian memanfaatkan Pak Hardy untuk mengusirmu! Siapa sangka kamu nggak bodoh, ditambah lagi ada bantuan Reza, masalah pun terbongkar. Jadi, dia terpaksa menggunakan ide terakhirnya, dia menyuruh Haven mendorong semua kesalahan ke diri L
Bondan mengakhiri panggilan, lalu segera menghubungi Reza. “Kak Reza, apa kamu lagi di perusahaan?”Reza baru saja selesai rapat. Dia sedang duduk di ruangannya sembari mengecek dokumen. “Ada urusan apa?”“Sebelumnya kamu terluka karena aku. Aku sungguh merasa bersalah. Malam ini kita makan bersama, ya. Aku ingin traktir kamu,” ucap Bondan dengan tulus.“Tidak usah!” balas Reza, “Kamu tidak perlu bersikap sungkan.”“Bukan sungkan!” Bondan pun tersenyum. “Aku akan ajak Sonia juga. Calon istriku ingin berterima kasih langsung sama dia. Nanti malam kita makan bersama.”Reza meletakkan pena di tangannya, lalu berpikir sejenak. “Kita bicarakan lagi nanti malam.”“Oke, nanti malam aku hubungi kamu lagi!”“Emm!”Reza mengakhiri panggilan, lalu berpikir sejenak. Dia menelepon Chandra, lalu berpesan, “Nanti kamu wakili aku untuk hadiri acara makan bersama nanti malam. Aku ada urusan.”Chandra membalas, “Baik, Pak Reza!”Reza menutup panggilan. Dia mendorong kursinya ke belakang, lalu berjalan k
“Nggak terlambat! Nggak, kok! Kami juga baru sampai!” Bondan tersenyum tipis.Tiffany pun pindah duduk di samping Bondan. Kemudian, Reza langsung duduk di samping Sonia.Suasana di ruangan seketika menjadi aneh.Tiffany mengambil menu makanan. “Sonia, kamu mau pesan apa?”Bondan pun tersenyum. “Sonia suka makan yang manis-manis. Kamu pesankan saja yang manis.”Tiffany pun tersenyum. “Makan yang manis-manis itu adalah hobi semua wanita. Es krim di restoran ini enak. Gimana kalau satu orang pesan dua scoop?”Ketika mengatakan soal makanan, kedua mata Tiffany pun berkilauan.Belum sempat Sonia mengangguk, tiba-tiba Reza berkata, “Cukup satu saja. Dua hari ini Sonia tidak boleh makan yang terlalu dingin.”Semuanya juga bukan anak-anak. Tentu saja mereka semua juga mengerti apa maksud Reza.Tiffany terkejut. Dia menatap Sonia dan Reza dengan kaget. Seketika dia bingung dengan hubungan mereka berdua.Dari tadi Sonia bersikap sangat sungkan. Dia bahkan kelihatan lebih dekat dengan Bondan dari
Bondan memalingkan kepalanya, lalu tersenyum. “Sayang, kita sudah tunangan. Nggak masalah kalau kamu nggak izinkan aku untuk mencium atau menidurimu, sekarang kamu malah nggak izinkan aku untuk menggandengmu?”Tiffany meletakkan tangan di belakang punggung, berusaha tidak tergoda dengan ketampanan si lelaki. Dia berkata dengan tersenyum hangat, “Permisi, Tuan Bondan, aku ingin tanya apa masalah Valencia sudah diselesaikan? Masalah pernikahan kita masih belum dipastikan. Jangan panggil aku dengan semesra itu. Aku juga nggak akrab sama kamu!”Bondan melihat wanitanya, lalu tersenyum. “Siapa juga yang nggak punya masa lalu. Dengar-dengar, kamu juga punya mantan yang begitu kamu cintai? Semuanya juga punya masa lalu, jangan diungkit lagi.”Kata “mantan” sungguh menyayat hati Tiffany. Raut wajahnya seketika menjadi datar. “Aku nggak punya selera makan. Aku pulang dulu.”Bondan meraih pergelangan tangannya. “Kenapa? Ketika mengungkit mantanmu, kamu malah jadi kesal? Apa kamu masih menyukain
“Masalah kamu sama Thalia nggak ada hubungannya sama aku!” Sonia memotong pembicaraan Reza dengan tenang. “Aku pernah bilang sebelumnya, kita sudah putus. Sejak kita putus, aku nggak cinta lagi sama kamu!”Reza sungguh kaget dan hatinya terasa sangat sakit. Rasa sakit itu menjalar ke seluruh tubuhnya.Reza menatap Sonia, lalu berkata, “Kalau kamu bisa menghentikan perasaanmu kepadaku dengan secepat itu, itu berarti kamu tidak mencintaiku!”“Sepertinya begitu!” balas Sonia.Tatapan sinis si lelaki terus tertuju pada diri wanita.“Betul, rasa cintamu tidak sedalam aku. Meskipun kita sedang bersama, kamu juga tidak pernah mengatakan kamu mencintaiku. Setiap kali berpisah, hanya aku saja yang tidak merelakanmu dan merindukanmu. Bagaimana dengan kamu? Kamu selalu bersikap tenang. Meskipun kamu melihat aku bersama dengan wanita lain, kamu juga bersikap sangat tenang. Aku kira kamu bukan orang yang pintar mengutarakan perasaanmu, sebenarnya perasaanmu terhadapku kurang mendalam.”“Hanya gara-
Sonia berjalan keluar restoran. Dia berjalan di trotoar dalam waktu lama dan baru menyadari dia lupa untuk mengambil mobilnya. Pada akhirnya, Sonia meninggalkan restoran begitu saja.Siang harinya, Sonia sangatlah sibuk. Dia hanya makan seadanya di siang hari. Sekarang perutnya pun terasa sakit.Sonia melihat sekeliling. Dia pun menemukan sebuah kedai terdekat di Jembara University. Dia pun langsung makan mi di jalan Antik.Masih di restoran yang sering dikunjunginya dulu. Pemilik kedai segera menjamu Sonia, lalu bertanya dengan tersenyum, “Mau makan apa?”Pemilik kedai mengenali Sonia. Dia pun merasa terkejut ketika bertemu dengan tamu lamanya. “Ternyata kamu, sudah lama kamu tidak datang. Sudah tamat belum?”Sonia mengangguk dengan tersenyum. “Dua tahun ini aku tinggal di luar negeri.”“Pantas saja!” Pemilik kedai juga tidak berubah. Dia masih suka mengobrol seperti dulu. “Sepertinya kamu sudah lama tidak ke sini. Pacarmu itu malah sering ke sini.”Sonia terkejut. “Pacar?”“Iya! Cowo
Setelah melihat Kase berjalan ke dalam, Sonia baru pergi ke kafe. Dia memesan secangkir kopi dan juga sepotong kue tar coklat. Baru saja mencicipi kopinya, tiba-tiba dia menerima panggilan dari Kase.Sonia mengangkatnya. “Halo?”“Ruila!” Suara Kase terdengar buru-buru. “Perbincangan tidak berakhir menyenangkan ….”Tiba-tiba panggilan terputus. Sonia langsung berdiri, kemudian bergegas keluar kafe, berlari ke istana.Sekuriti yang berjaga di depan pintu gerbang hendak menghalangi langkah Sonia. Namun, kerah pakaiannya diremas oleh Sonia. Kemudian, kepalanya dihantam keras di pintu kayu.Sebelumnya Sonia sudah pernah ke dalam. Dia cukup familier dengan letak ruangan di dalam istana. Tanpa menunda waktu, Sonia langsung berlari ke lantai tujuh. Dia langsung mendobrak pintu ruangan, kemudian tampak Kase sedang diikat di bangku. Dia menatap Sonia dengan kedua mata terbelalak lebar.“Bamm!” Pintu ruangan ditutup. Lima orang pria bertubuh kekar di belakang menyerbu ke sisi Sonia.Sonia melomp
Raut wajah Kase langsung berubah. “Kamu tahu?”“Tentu saja!”Kase memang pernah mencari faktor kematian Suki. Hanya saja, masalah kematian Suki juga tergolong rahasia di internal. Ditambah lagi Kase bukan berasal dari lingkaran tentara militer, dia pun semakin kesulitan dalam mengaksesnya.Setelah kematian Suki, semua informasi tentangnya telah dihapus. Seolah-olah Suki tidak pernah datang ke dunia ini saja. Meski telah mengerahkan banyak tenaga, Kase tetap tidak berhasil menemukan petunjuk apa pun.Masalah ini sudah berlalu lama dan terus menjadi simpul di hati Kase. Sepertinya Rayden bukan hanya memahami kejadian waktu itu, dia juga menyelidikinya.Kase menyipitkan matanya menatap Rayden. Tiba-tiba dia merasa orang ini sangat mengerikan!…Saat Kase kembali ke vila, Sonia masih belum tidur.Sonia baru saja selesai bertelepon dengan Reza. Saat dia hendak turun ke lantai bawah untuk minum, dia melihat Kase berjalan ke dalam rumah dengan sedikit kaget. Kenapa pulangnya cepat sekali?Kas
Ketika Kase memasuki kafe, Sonia sedang bosan membolak-balik majalah. Melihatnya masuk, Sonia bertanya sambil mendongak, "Kamu sudah bertemu Rayden?""Sudah," jawab Kase sambil duduk dan meletakkan lengannya dengan santai di sandaran kursi. Dia berujar dengan nada mengejek, "Sama seperti yang diceritakan orang, dia memakai topeng dan berlagak misterius. Entah apa yang dia sembunyikan.""Gimana hasil pembicaraan kerja samanya?" tanya Sonia."Lumayan. Masih perlu membahas beberapa detail." Kase menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, lalu bertanya, "Sebenarnya, siapa yang kamu cari di sini?"Sonia melihatnya dengan tatapan yang sulit ditebak. Setelah beberapa saat, dia menjawab pelan, "Kakakku."Kase bertanya sambil tersenyum, "Kakakmu? Dia ada di Hondura?""Ya, seseorang pernah melihatnya di sini," balas Sonia.Kase bertanya lagi, "Apa kamu punya fotonya? Coba tunjukkan. Mungkin aku bisa membantumu mencarinya."Sonia merespons, "Makasih, tapi nggak perlu. Biar aku yang
Kase tertegun sejenak. Namun, Sonia sudah berbalik dan naik ke lantai atas. Sambil minum isi gelasnya, pria itu merasa sedikit kesal. Dalam pikirannya, adakah orang di dunia ini yang lebih hebat darinya?Kase meremehkan pernyataan Sonia. Dia meyakini bahwa gadis itu sebenarnya hanya bucin. Hanya orang yang terlalu memuja cinta yang tidak bisa membedakan antara kenyataan dan fakta.Bahkan, Kase sempat tergoda untuk meminta Sonia memanggil pacarnya agar mereka bisa membuktikan siapa yang lebih unggul.....Keesokan harinya, pagi-pagi sekali seseorang dari pihak Winston datang menemui Kase dengan pesan bahwa Rayden telah kembali dan ingin bertemu dengannya untuk berdiskusi.Kali ini, Kase tidak lagi menolak. Dia mengajak Sonia untuk ikut bersamanya. Setibanya di sana, Sonia tetap menunggu di kafe yang sama seperti sebelumnya, sementara Kase mengikuti Winston melewati pintu putih besar hingga menghilang di dalamnya.Sonia sebenarnya penasaran ingin melihat seperti apa sosok Rayden yang mis
Jelas sekali, Kase sudah tidak ingin melanjutkan pembicaraan dengan Winston. Setiap malam, Sonia mengantar camilan tetapi dia belum berhasil menemukan orang yang dia cari. Apakah mungkin orang itu begitu disiplin hingga bahkan tidak makan camilan?Sonia juga sudah mencoba pergi ke lantai bawah tanah ke-11, tetapi tetap tidak mendapatkan hasil apa pun. Namun, tidak menemukan apa pun juga merupakan kabar baik. Setidaknya itu berarti kakaknya tidak termasuk dalam kelompok orang yang dijadikan subjek eksperimen.Sonia memutuskan untuk beristirahat selama dua hari. Bagaimanapun, pelayan yang setiap hari dia samarkan identitasnya itu, sering bangun dengan keluhan leher yang sakit dan bahkan sudah memutuskan untuk pergi ke dokter.Malam itu, Sonia dan Kase duduk berdampingan di bar. Mereka mengobrol santai sambil menikmati suasana.Hallie datang mengenakan seragam pelayan yang dirancang khusus untuk bar itu. Dia menyerahkan dua gelas minuman pada Sonia dan Kase, lalu berujar sambil tersenyum
Begitu pintu lift terbuka, Sonia melangkah keluar. Di hadapannya, terbentang lorong panjang dengan lampu neon putih yang dingin dan suram menggantung di atas kepala.Sonia keluar dari lift dan melangkah ke koridor. Di kedua sisi koridor, terdapat laboratorium dan ruang penyimpanan. Melalui pintu-pintu kaca, dia bisa melihat berbagai macam alat yang aneh dan rumit. Dia terus berjalan lebih dalam.Suasana di sekitarnya begitu sunyi hingga terasa mencekam. Tiba-tiba, telinganya menangkap suara aneh, seperti kuku yang menggores kaca, bercampur dengan suara geraman liar yang menyerupai auman binatang buas.Sonia mengikuti arah suara itu. Tak jauh di depan, sebuah pintu besar terlihat berdiri kokoh. Pintu itu terlihat sangat kuat dan dilengkapi dengan sistem pengamanan berbasis sandi. Dia segera mengirim perintah ke Frida.Dalam waktu 30 detik, Frida berhasil membobol sistem pengamanan tersebut. Setelah memasukkan kode yang diberikan, pintu itu perlahan terbuka secara otomatis. Ketika Sonia
Sonia menggigit kue cokelat di depannya, lalu bertanya, "Apa kamu sudah tanya, kapan Rayden akan kembali?"Kase menatapnya tajam sembari balik bertanya, "Kamu sangat suka cokelat?"Sonia mengangkat alis dengan tenang. Dia membalas, "Hampir semua wanita menyukainya."Senyum Kase penuh pesona ketika menimpali, "Kupikir, kamu berbeda dari yang lain."Sonia mengulang pertanyaannya, "Jadi, kapan Rayden akan kembali?"Kase mendekatkan tubuhnya ke arah Sonia, menatap matanya dengan intens, lalu berucap pelan, "Aku curiga Rayden sebenarnya masih ada di Istana Fers.""Lho?" Sonia mengangkat kepala. Dia jelas sangat terkejut.Mata Kase bertemu langsung dengan tatapan Sonia dan memancarkan kesan yang menggoda. Dia menjelaskan, "Winston adalah perwakilan Rayden, tapi untuk proyek sebesar ini, dia nggak mungkin mengambil keputusan sendiri.""Aku rasa Rayden sebenarnya nggak meninggalkan Istana Fers. Dia cuma nggak mau menemui orang." Dugaan Kase memang sangat sesuai dengan karakter Rayden yang dike
Kase mengangkat lengannya dan menoleh ke arah Sonia. Di balik kerudung sutra tipis itu, Sonia mengangkat tangan dan merangkul lengan Kase, lalu berjalan bersamanya menuju ruangan.Saat mereka masuk, di balik meja kerja besar, duduk seorang pria yang bukan Rayden. Melihat hal ini, Kase bertanya sambil tersenyum. "Kenapa bukan Rayden?"Pria di belakang meja itu berdiri. Dia terlihat seperti penduduk asli Benua Delta, dengan rambut agak keriting dan mengenakan setelan jas hitam. Dia menjawab dengan sopan, "Maaf sekali, Pak Rayden menerima pesan yang sangat mendesak pagi ini.""Satu jam yang lalu, dia sudah meninggalkan Istana Fers. Dia memintaku untuk menyambut Pak Kase dan melanjutkan pembahasan kerja sama. Perkenalkan, aku adalah sekretaris Pak Rayden. Namaku Winston," lanjut pria itu.Sonia merasa sedikit kecewa. Dia sempat berharap bisa bertemu Rayden secara langsung dan mungkin bisa mengenali suaranya atau postur tubuhnya untuk memastikan apakah dia adalah orang yang dia kenal. Namun
Hallie harus mencari tahu apa yang sebenarnya dilakukan Regan di tempat ini. Itu adalah urusan pribadi Hallie. Sonia tentu saja tidak bisa mencampuri.Apalagi, meski saat ini belum ada kepastian apakah Hallie adalah cucu dari gurunya, sekalipun sudah pasti, Sonia tetap tidak akan mengambil keputusan untuk gadis itu.Sonia membalas sambil mengangguk. "Apa pun yang ingin kamu lakukan, keputusan ada di tanganmu. Tapi, tempat ini sangat berbahaya. Aku yakin kamu sudah merasakannya semalam."Hallie menjawab dengan tegas, "Aku akan mencari cara untuk melindungi diriku sendiri."Kase mengeluarkan suara tawa kecil yang mencemooh. Ketika dia mendapati Hallie menatapnya dengan kening berkerut, dia segera berucap sambil tersenyum, "Jangan salah paham, Nona. Aku bukan lagi mengejekmu. Aku cuma tiba-tiba merasa ingin tertawa."Hallie merasa canggung mendengar itu. Sonia melirik sekilas ke arah Kase, lalu berucap, "Bantu dia."Kase mengangkat alis dan tersenyum penuh arti. Dia bertanya, "Apa keuntun