Sonia kembali ke lokasi syuting. Saat tidak ada kerjaan di sore hari, Darren membelikan camilan dan mengajak Thalia untuk berkumpul bersama. Mereka pun mengobrol santai sambil beristirahat.Thalia membagikan kue tar terbesar kepada Sonia. Dia meminum es teh susunya, lalu berkata, “Wah, segar banget!”Darren pun mentertawakannya. “Asalkan bukan kamu yang bayar, semua yang kamu minum juga akan terasa segar!”Thalia membelalakinya. “Kenapa kamu membongkar rahasiaku!”Sonia dan Darren saling bertukar pandang. Mereka sungguh tidak berdaya menghadapi wanita yang pelit ini.Thalia berlari duduk di samping Sonia. “Sonia, ada satu hal yang membingungkanku. Bisa nggak kalian bantu aku untuk mengambil keputusan?”“Masalah apa?” tanya Sonia sambil membalikkan kepalanya.“Sekarang kontrakku dengan perusahaan agensi sudah hampir jatuh tempo. Mungkin mereka akan lanjut mengontrakku.” Thalia mengerutkan keningnya, lalu berkata dengan galau, “Ada salah satu temanmu menyuruhku untuk melamar di Victor En
“Cih!” Thalia membelalaki Darren sekilas. “Kamu kira aku itu orang yang bagaimana? Apa mungkin masalah sepele seperti ini akan mempengaruhi pertemanan kita bertiga yang kokoh ini?”“Kokoh? Jangan aneh-aneh, deh!” ucap Darren dengan tertawa.“Darren sialan! Kamu malah meragukan pertemanan kita!” Thalia mengangkat kakinya menendangnya. “Sini, biar kuberi pelajaran!”Darren berlari sambil tersenyum. “Dengan kaki pendekmu itu, jangan harap bisa menendang kakiku!”Kali ini, Thalia emosi hingga mengentakkan kakinya.Berkali-kali Thalia ditertawakan oleh Darren. Dia pun tidak sanggup menelan amarah ini lagi. Setiap harinya dia pun berpikir bagaimana caranya membalas Darren!…Cuaca hari ini tiba-tiba terasa dingin. Anggota kru bekerja sambil membungkus tubuh mereka dengan jaket tebal.Berhubung cuaca tidak bagus, syuting terpaksa diundur. Sonia yang tidak ada kerjaan itu pun duduk bermain gim di dalam taman.Saat Sonia sedang “membunuh” dengan seru-serunya, tiba-tiba terdengar suara lantang,
Ranty mengangguk. “Tanggal lima bulan Mei. Hari itu kebetulan adalah hari kami resmi menjadi sepasang kekasih. Patut untuk diabadikan!” Ranty menyipitkan matanya. “Aku sudah beri tahu ibuku, kamu akan menjadi pendampingku.”Selesai berbicara, Ranty kepikiran sesuatu, lalu berkata dengan tersenyum, “Apa aku harus meminta persetujuan dari Reza? Soalnya aku ingin meminjam kesayangannya!”Sonia merasa canggung. Dia pun menunduk berlagak sedang menyantap kuenya. “Nggak usah, nanti aku saja yang beri tahu dia.”Ranty tersenyum sembari mendengus. “Bercanda! Kamu kira aku benar-benar akan meminta persetujuannya? Kalau dia berani nggak setuju, aku akan menyembunyikanmu ke tempat yang jauh. Dia nggak bakal bisa melihatmu lagi!”Sonia menatap Ranty sekilas. Dia merasa Ranty sangat gembira hari ini, sepertinya karena dia akan segera menikah.“Oh ya.” Tiba-tiba Ranty bertanya, “Apa Reza masih belum tahu identitas aslimu?”Terlintas ekspresi serius di wajah Sonia. Dia menarik selembar tisu untuk men
Setelah mempercepat rekaman hingga ke belakang, tiba-tiba terdengar suara Sonia. “Aku mendekatinya … memang ada tujuannya.”Kemudian terdengar suara wanita asing. “Ternyata tebakanku benar juga. Sebenarnya aku sudah menebak semuanya ketika kamu menjadi guru bimbel di Keluarga Herdian!”Tiba-tiba kedua mata Thalia terbelalak, dia segera memundurkan rekamannya untuk mendengar isi percakapan Sonia dengan wanita itu dari awal.Dimulai dari pertanyaan si wanita, “Apa Reza masih nggak tahu identitas aslimu?” Thalia mendengar percakapan ini sebanyak tiga kali. Jantungnya berdegup kencang. Sepertinya dia telah merekam rahasia Sonia!Setelah rekaman ditutup, Thalia masih belum tersadar dari bengongnya. Apa maksud ucapan wanita itu? Memangnya apa identitas Sonia? Apa tujuan Sonia mendekati Reza? Apa Reza mengetahuinya?Ada banyak tanda tanya di benak Thalia. Dia menggenggam erat pulpen perekam. Air keringat mulai membasahi tangannya. Apa yang seharusnya Thalia lakukan sekarang? Apa dirinya harus
Siang hari ini sangatlah sibuk. Saat Sonia dan Thalia menyempatkan diri untuk makan siang, nasi kotak mereka sudah dingin. Jadi, mereka berdua mengajak Darren untuk makan di Restoran Steamboat Kuat.Baru saja mereka bertiga pergi, asisten Gina menuangkan segelas air hangat untuknya, lalu berkata dengan nada cemburu, “Hubungan Thalia dengan Sonia semakin bagus saja. Si Darren juga, setiap harinya mereka bertiga selalu makan di luar!”Gina mengutak-atik ponselnya, lalu berkata dengan datar, “Asalkan ada keuntungan, hubungan mereka pasti akan sangat erat.”Asisten bertanya dengan penasaran, “Bisa ada keuntungan apa di antara mereka?”Gina hanya tersenyum dan tidak berkata apa-apa. Dia menyimpan ponselnya, lalu berdiri. “Kamu ikut aku ke studio untuk tanda tangan kontrak. Kita baru akan pulang sekitar jam tiga sore. Kamu sampaikan sama Pak Nathan untuk mengundur adeganku.”“Emm, aku sampaikan sekarang!” Asisten segera mengangguk.Setelah asisten kembali, Gina mengenakan jaket berjalan kelu
Sore harinya.Sewaktu istirahat di saat syuting, Gina memberi sebotol air kepada Thalia. Dia memuji, “Tadi aktingmu cukup bagus. Pak Nathan juga bilang begitu. Sekarang aktingmu semakin bagus saja. Sepertinya kamu sudah memahami tokoh yang kamu perani!”“Benarkah?” Thalia sungguh kegirangan. “Apa benar Pak Nathan ngomong seperti itu?”“Emm!” Gina mengangguk dengan tersenyum. “Kamu memang punya bakat dalam berakting. Bisa jadi kelak aku mesti minta arahan dari kamu!”Thalia langsung berkata dengan merendah, “Kak Gina, jangan sindir aku lagi. Aku sudah cukup puas kalau aku bisa memiliki setengah bakatmu!”Gina meneguk air, lalu berkata dengan tidak acuh, “Rencananya sewaktu makan siang nanti, aku ingin latihan dialog sama kamu. Tapi kata asistenmu, nanti siang kamu akan makan di luar? Bareng Sonia?”“Iya!” balas Thalia.“Dengar-dengar kalian sering makan di Restoran Steamboat Kuat? Apa steamboat di sana enak sekali atau kalian kenal sama bos restoran itu?”Gina berbicara layaknya sedang
Sekejap mata, akhir pekan pun telah tiba.Para Sabtu siang, Thalia merias dirinya untuk menghadiri acara amal bersama Gina. Sementara, Sonia pergi memberi bimbel kepada Tandy.Saat sedang istirahat sejenak, Sonia tiba-tiba bertanya, “Kapan Paman Reza-mu ulang tahun?” Tandy menyipitkan matanya melihat ke sisi Sonia. “Kenapa? Kamu mau beli hadiah ulang tahun buat pamanku?”“Beri tahu aku dulu, kapan hari ulang tahunnya?”Tandy berkata dengan tersenyum, “Kamu beri tahu aku dulu hadiah apa yang ingin kamu berikan?”“Aku saja nggak tahu kapan hari ulang tahunnya. Gimana aku bisa mikir kasih hadiah apa?” Sonia tersenyum. “Cepat katakan!”Tandy melihat kalender, lalu menjawab dengan tersenyum, “Masih ada satu bulan lagi!”“Berarti sebentar lagi!” Sonia bagai kepikiran sesuatu. Saat dia ulang tahun, Reza memberinya hadiah yang sangat istimewa. Sepertinya Sonia juga mesti memberinya hadiah yang istimewa?Tandy mendekati Sonia. “Gimana kalau pas ulang tahun Paman Reza, kamu pasang iklan di selu
Sonia terlihat canggung. “Kenapa malah bahas masalah anak?”Reza menatapnya. “Setelah menikah nanti, kita akan memiliki anak kita sendiri. Aku rasa setidaknya mesti ada tiga ….”Kedua mata Sonia terbelalak!Reza pun tersenyum sembari membelai rambut Sonia. “Jangan takut, aku akan membesarkan mereka!”Sonia pun melirik Reza sekilas. “Kamu berpikir kejauhan!”“Tidak jauh sama sekali. Mungkin tahun depan, kita sudah punya anak kita sendiri!” ucap Reza.Sonia spontan tertawa. “Secepat itu? Kamu kira aku itu kelinci?”“Mulai malam ini, kita harus berusaha lebih keras lagi!”Sonia menyadari omongan Reza semakin melenceng saja. Dia pun tidak meladeninya lagi. Dia membelai si kelinci, lalu berdiri. “Ayo kembali!”Reza menggenggam tangan Sonia menggandengnya ke dalam ruangan.Kelinci di belakang tiba-tiba mengejar. Sonia menoleh, lalu tampak kelinci kecil terus menatapnya. Sementara kelinci yang satu lagi malah membelakanginya, lalu melompat ke belakang pohon.“Ada apa?” tanya Reza.“Nggak kena
Di gedung penelitian, ruangan bawah tanah tingkat sepuluh.Seorang perawat mendorong lemari pendingin sembari mengikuti dokter masuk ke dalam laboratorium. Seperti biasa, cairan obat berwarna biru muda disuntikkan ke pergelangan tangan Sonia.Seluruh tubuh Sonia dimonitor oleh berbagai alat. Matanya tertutup rapat dengan ekspresi wajah sedang meronta dan kesakitan. Dia terjebak dalam sebuah mimpi.Sonia dan anggota timnya menerima sebuah misi baru, yaitu menyelamatkan sandera di pabrik terlantar. Mereka bertujuh beraksi di jam 12 malam. Saat tiba di lokasi, kebetulan sudah jam dua dini hari.Pabrik minyak yang terbengkalai ditumbuhi semak belukar setinggi orang dewasa di mana-mana. Mereka bertujuh memegang senjata di tangan sembari menyusup masuk dengan senyap.Langit mendung. Pencahayaan begitu gelap hingga tidak terlihat apa-apa. Hanya bengkel tua di bagian terdalam pabrik yang memancarkan cahaya redup.Di dalam pabrik, ada 20 penjaga dengan persenjataan yang minim. Misi semacam ini
Ada balkon yang indah dan luas di luar bar. Dari tempat duduk di balkon, dapat terlihat seluruh pemandangan istana.Kase memesan segelas alkohol. Dia yang mengenakan kacamata hitam sedang duduk di sofa sembari menatap pemandangan.Hallie berjalan mendekat, lalu meletakkan alkohol di meja depan Kase. Dia pun bertanya, “Kenapa belakangan hari ini aku tidak melihatmu dan Sonia?”Kase berkata pada Hallie, “Duduk. Ada yang mau aku bicarakan denganmu!”Raut wajah Hallie berubah serius. Dia duduk di hadapan Kase, lalu bertanya, “Masalah apa?”“Apa kamu sudah bertemu dengan kekasihmu?” tanya Kase.Kening Hallie berkerut. “Sudah, tapi dia nggak bersedia untuk mengatakan apa pun.”Waktu itu Hallie dilelang di bar, tapi Regan malah mencampakkannya begitu saja. Pada saat itu, Hallie sudah mulai kecewa terhadap Regan.Alasan Hallie bersikeras tinggal di sini juga karena … dia ingin mendengar langsung alasan Regan melakukan semua itu. Jika Hallie pulang begitu saja, tetap ada banyak tanda tanya di b
Istana Fers, di Hondura.Pada jam tiga subuh, tiba-tiba Kase terbangun. Dia duduk di atas ranjang dengan jantung berdebar kencang.Kase baru tidur pada larut malam. Baru saja tidur, dia pun bermimpi. Di dalam mimpinya, Kase melihat Sonia, tapi dia sudah menjadi monster yang dikurung di dalam kandang dan juga digebuki orang-orang.Ini bukan pertama kalinya Kase mengalami mimpi seperti ini. Dia duduk di ranjang sembari menunduk dengan napas terengah-engah. Kemudian, dia berjalan ke depan jendela. Orang-orang di Istana Fers sedang bersorak ria.Sonia sudah dibawa pergi selama dua hari dua malam. Eksperimen apa yang akan dilakukan mereka terhadap Sonia?Sekarang Sonia sudah berada di tangan Rayden. Dia pasti tidak akan melepaskan Sonia. Bisa jadi ada dendam kesumat di antara mereka berdua? Rayden pun akan bersikap semakin sadis lagi!Hati Kase semakin panik lagi. Dia mengambil sebotol alkohol, lalu meminumnya.Setelah sebotol alkohol dihabiskan semuanya. Dia baru berbaring di atas ranjang.
Hati Tasya terasa sesak. Dia merasa ragu sejenak, baru mengangguk. Pada akhirnya, Tasya membawa kue ke lantai atas.Saat tiba di lantai atas, sebelum Tasya memasuki kamar, dia menjerit, “Bos.” Namun, tidak ada respons dari dalam kamar.Tidak ada juga orang di ruang tamu. Tasya berjalan ke kamarnya. Pintu tidak ditutup dengan rapat. Setelah pintu diketuk berkali-kali, tetap tidak ada sahutan dari dalam sana.Tasya mendorong pintu kamar dengan perlahan. Tidak terlihat siapa pun di dalam sana. Ada beberapa potong pakaian diletakkan di atas ranjang dan ada juga sebuah tas ransel di sampingnya. Tasya terbengong sejenak. Apa Yandi hendak bepergian?Tasya berjalan ke dalam sembari melihat koper di atas ranjang. Tiba-tiba dia mulai merasa panik. Yandi mau ke mana? Apa dia masih akan kembali?Tasya duduk di samping ranjang. Beberapa saat kemudian, dia meletakkan kue di samping, lalu membantu Yandi untuk melipat pakaiannya.Dua potong kemeja itu sudah dicuci hingga warnanya memudar. Salah satuny
Di Kota Jembara.Makanan pesanan Frida sudah tiba. Dia menatap Johan yang sedang duduk di balkon sembari menjerit, “Makan!”Johan duduk di lantai sembari menatap kepingan salju yang bertebaran di luar. Raut wajahnya juga kelihatan dingin.Frida mendekatinya, lalu berhenti di belakangnya. “Makan!”Johan menggeleng. “Aku tidak ada selera makan. Kamu makan sendiri saja!”Frida berkata dengan suara datar, “Makan sedikit, ya. Setelah kenyang, kamu baru punya tenaga untuk membantu Bos.”Johan tertegun sejenak, lalu menoleh melihat ke sisi Frida.Frida mengangguk. “Aku sudah selidiki. Kalau mau pergi Hondura, mesti transit dua kali. Aku sudah beli tiket pesawat. Kalau cuaca besok cerah, kita bisa berangkat bersama besok pagi. Aku akan pergi bersamamu!”Johan langsung berdiri. Tatapannya tertuju pada diri Frida. “Frida ….”Frida berkata, “Tapi setelah sampai di sana, kamu jangan bertindak gegabah. Kamu mesti dengar apa kataku!”“Oke!” balas Johan dengan langsung.Kening Frida berkerut. “Sekara
Reza menatap bangku kosong dengan raut pucat. Dia berjalan menuju meja, melihat sebuah tablet di atasnya. Lampu di tablet itu berkedap-kedip, samar-samar memancarkan bayangan ke dinding. Ribuan gambar melintas dengan kecepatan tinggi.Jadi, gambar-gambar dalam video bersamanya sudah direkam sebelumnya. Percakapan berganti dengan sangat cepat sesuai konteks, begitu cepat hingga tidak bisa dilihat dengan kasat mata!Di layar ponsel, Sonia tersenyum tipis. “Reza, kenapa kamu diam saja?”Reza menunduk melihat Sonia di dalam layar ponsel. Kedua matanya seketika memerah. “Sonia, kenapa kamu membohongiku dengan cara seperti ini?”Sonia yang berada di dalam layar menatap Reza dengan terbengong.Reza mengakhiri video, lalu bergegas berjalan keluar.“Tuan Reza, ada yang terjadi?” tanya Indra dengan panik.Aura Reza sangat dingin. Dia melangkah dengan cepat. Saat dia hendak keluar, Jemmy bergegas ke dalam kamar. “Reza!”Langkah kaki Reza berhenti. Raut wajahnya kelihatan sangat muram. Dia menundu
Reza mengangkat ponselnya untuk menghubungi Robi. Suaranya terdengar buru-buru. “Apa Yandi sedang di Kota Jembara?”Robi segera membalas, “Iya, dia masih di sana.”“Emm.”Panggilan diakhiri. Namun, hati Reza tetap terasa tidak tenang. Rasa tidak tenang itu tidak berhenti menjalar di hatinya. Tidak!Reza harus segera menemui Sonia! Dia baru akan merasa tenang setelah bertemu langsung dengan Sonia!Salju di Kota Jembara semakin lebat saja. Pesawat pribadi tidak bisa beroperasi. Reza terpaksa mengendarai mobil ke Kota Atria.…Sore harinya, Johan telah kembali dari pelabuhan. Dia bergegas ke rumah Frida. Begitu memasuki rumah, dia langsung bertanya, “Apa ada kabar dari Bos?”Frida menggeleng. “Nggak ada, dua hari ini Bos nggak kasih perintah apa pun. Dia sudah dua hari melakukan panggilan video rekayasa dengan Kak Reza.”Kening Johan berkerut. “Sudah dua hari?”“Iya!” Frida menatap ponselnya.“Apa Bos dalam bahaya?” Raut wajah Johan menjadi pucat.Frida berkata, “Kalau Bos dalam bahaya,
Raut wajah Celine menjadi pucat. Ucapan Reza bagai menamparnya di depan umum, membuatnya merasa sangat canggung.Reza bersandar di tempat duduknya dengan malas. Auranya terasa sangat dingin. “Bekerjalah dengan baik. Jangan menghabiskan waktu dalam hal yang tidak berguna. Ada banyak orang yang ingin menjadi asisten pribadiku. Kalau kamu hanya memikirkan cara untuk menjilatku saja, cepat atau lambat kamu pasti akan dieliminasi. Apa kamu mengerti?”Celine mengepal erat tangannya. Saking malunya, betapa inginnya dia menghilang dari muka bumi ini. Dia tidak berani menatap Reza lagi, langsung menunduk dan mengiakan. “Aku mengerti!”“Keluar!” Nada bicara Reza sangat datar. Dia tidak memberi Celine sedikit pun kesempatan untuk bersuara lagi.Celine segera membalikkan tubuhnya, berjalan keluar ruangan.Setelah keluar ruangan, raut wajah Celine masih kelihatan sangat canggung. Tiba-tiba terlintas kata “mengundurkan diri” dari benaknya. Dia tidak ingin muncul di hadapan Reza lagi.Bukannya Sonia
Setelah tiba di Imperial Garden, Reza melepaskan jasnya, lalu melonggarkan dasinya. Dia duduk di sofa sembari memandang rumah yang kosong ini. Hatinya seketika terasa sakit dan tidak tenang ketika kepikiran Sonia.Beberapa saat kemudian, Reza baru berhasil menenangkan dirinya. Dia memalingkan kepalanya memandang ke kamar sebelah. Dia sungguh berharap setelah pintu itu dibuka, ada Sonia di dalam sana.Jelas-jelas Reza tahu semua itu tidak memungkinkan. Namun, dia masih saja berjalan ke kamar sebelah. Begitu pintu dibuka, Reza menyalakan lampu. Gambaran familier terbayang di depan mata.Dulu, Sonia akan tinggal di sini. Biasanya Sonia suka duduk di depan balkon sembari membaca buku di malam hari. Kemudian, Reza akan mengesampingkan buku Sonia, lalu memberinya ciuman mendalam.Reza berjalan ke sisi balkon, lalu duduk di sofa. Dia melihat selembar memo yang ditempelkan di atas sana.Saat Sonia pergi, sudah berkali-kali Reza memasuki kamar ini. Hanya saja, dia tidak pernah menyadari keberad