ART sudah menyiapkan makanan. Sonia tidak punya pilihan selain tinggal untuk makan bersama. Selagi semua orang mengganti topik pembicaraan, Sonia pergi bersembunyi di kamar mandi. Dia segera menarik napas panjang.Secara logika, Sonia adalah istri sah Reza. Sekalipun dia ketahuan oleh keluarga Herdian juga tidak masalah. Akan tetapi, hati nuraninya merasa bersalah. Dia takut Lysa akan mengetahui sesuatu.Namun, Reza selalu memberinya isyarat secara implisit. Seolah-olah pria itu tidak takut ketahuan orang lain.Sonia membuka keran dan membasuh wajahnya. Saat dia menundukkan kepala, dia mendengar pintu berderak di belakangnya. Karena itu, dia mengusap wajahnya dan mendongak. Kemudian, dia tercengang ketika melihat sosok di cermin.Pria itu sedang bersandar di pintu kayu dan menatapnya dengan santai. Sonia langsung berbalik dan menatap pria itu dengan mata melebar. Bukankah pria itu terlalu berani? Sonia sedang berada di kamar mandi lantai pertama. Sedangkan Lysa dan Tasya ada di luar.
Saat makan, Lysa kadang-kadang bertanya pada Sonia hal-hal yang berkaitan dengan kuliahnya. Sonia akan membawa topik kembali ke Tasya tanpa mereka sadari, supaya Tasya lebih banyak mengobrol dengan neneknya.Reza mengetahui niat Sonia. Pria itu mengangkat sudut bibirnya sedikit ketika matanya tidak sengaja bertemu dengan mata Sonia.Sonia segera mengalihkan pandangannya. Wajahnya tetap terlihat tenang, tapi otaknya otomatis menjadi tegang.Untung saja, Reza tidak menyulitkannya. Pria itu hanya makan sendiri dengan tenang. Hanya saja, saat ART menyajikan makanan penutup, Reza secara alami mengambilnya dan meletakkannya di tempat yang paling dekat dengan Sonia tanpa disadari orang lain.Saat mereka hampir selesai makan, Reza tiba-tiba bertanya dengan datar, “Bu Sonia nanti mau ke mana? Kebetulan aku juga mau keluar. Aku bisa antar kamu sekalian.”Sonia mendongak dan berkata dengan sungkan, “Nggak usah. Aku naik taksi saja.”“Cari taksi di sini nggak gampang. Lebih baik biar Om Reza antar
Sistem bongkar muat barang di dermaga menggunakan mesin. Namun, ada juga beberapa perusahaan pengangkutan terdekat yang bisa membantu pemilik barang mengangkut barang berharga atau membantu menjaga barang.Jordan mempekerjakan orang-orang dari perusahaan bongkar muat. Orang-orang itu telah hidup di dermaga sepanjang tahun. Kebanyakan dari mereka adalah preman yang bisa melakukan apa saja demi uang.Sebelum memasuki dermaga, dari kejauhan sudah terlihat dua kelompok orang berdiri saling berhadapan di jalan raya. Orang di seberang mungkin orang dari perusahaan pengangkutan. Mereka bertelanjang dada dan memperlihatkan tato mereka. Masing-masing memegang tongkat di tangannya, dengan wajah penjahat nekat yang kejam dan tidak peduli.Sedangkan orang-orang di sebelah sini adalah orangnya Reza. Mereka semua memiliki tubuh yang kuat dan temperamen yang dingin.Ada sekitar tiga atau empat orang tergeletak di tanah. Mereka semua tampaknya berasal dari perusahaan pengangkutan.Mobil berhenti, Reza
Raut wajah Yandi sangat dingin dan menakutkan. Matanya penuh dengan tatapan jahat. Dia menatap Sonia sebentar lalu berkata perlahan, “Maaf, Pak Reza, hari ini sudah menyinggungmu.”Usai berkata, Yandi berkata pada teman-temannya, “Bawa Leon dan yang lain pergi.”Orang di sebelah terkejut dan bingung. Dia pun bertanya pada Yandi dengan tidak percaya, “Bang Yandi, apa maksudmu?”“Kembali dan tarik semua orang di Dermaga 14.” Yandi hanya mengucapkan satu kalimat tanpa menjelaskan apa pun. Dia menatap Sonia dengan dingin, lalu berbalik dan pergi.Sedangkan yang lainnya masih tampak bingung. Mengapa mereka mundur begitu saja? Namun, mereka tidak berani tidak mematuhi perkataan Yandi. Mereka segera mengangkat orang yang terkapar di tanah dan mengikuti Yandi pergi.Sementara itu, orang-orang Reza saling memandang satu sama lain. Beberapa saat yang lalu, Yandi dan yang lainnya masih terlihat siap mati. Mengapa sekarang mereka pergi begitu saja?Robi mengerutkan kening, “Ada apa ini?”Romi tert
Di dalam sebuah kantor yang bobrok, ada juga beberapa orang yang baring sembarangan. Setelah berjalan semakin ke dalam, terlihat sebuah meja kerja usang. Seorang pria sedang bersandar di sofa di belakang meja.Beberapa orang spontan berdiri ketika melihat Sonia. Mereka mengenalinya sebagai perempuan di sebelah Reza barusan. Mereka pun berkata sambil tertawa sinis, “Bagaimana perempuan cantik ini bisa ke sini?”Yang lain berseru, “Suka sama Bang Yandi, jadi dia ikuti kita secara diam-diam.”“Aku rasa bukan seperti itu. Mungkin Reza ingin minta maaf pada Bang Yandi, jadi dia antar perempuan itu ke sini atas inisiatifnya sendiri.”“Hahahahaha!”Ekspresi sonia begitu dingin. Perempuan itu terus berjalan lurus ke depan tanpa menatap mereka.Seorang pria dengan tato bunga hitam di lengannya tiba-tiba mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Sonia, “Perempuan ini cantik juga. Mau main denganku dulu?”Sonia tiba-tiba menyerang dengan mencengkeram pergelangan tangan pria itu. Hanya terdengar su
Sesaat kemudian, Sonia baru berdiri. Wajahnya pucat pasi, tapi tetap tidak ada ekspresi di wajahnya. Bagaikan musim panas yang subur tiba-tiba memasuki musim dingin yang gersang.Yandi duduk di kursi, lalu mengambil rokok yang jatuh di lantai dan mengisapnya, “Kamu pergi saja. Anggap saja kamu nggak lihat aku hari ini, atau anggap aku sudah mati. Kamu sudah jadi wanitanya Reza, kalau begitu nikmati saja kekayaan pria itu. Kamu seharusnya nggak datang ke sini hari ini. Cepat pergi.”Sonia berkata dengan datar, “Jangan lawan Reza, jangan lakukan hal-hal berbahaya. Karena kamu masih hidup, hiduplah dengan baik.”Mata Yandi meliriknya dengan dingin, lalu dia menyindir, “Takut aku akan cari masalah dengan Reza? Kamu suka dia? Ternyata kamu punya orang yang kamu sayangi juga. Ternyata kami yang nggak pantas jadi orang itu.”Sonia berkata dengan dingin, “Jangan dipengaruhi perasaan pribadi.”“Tenang saja.” Yandi tertawa sinis, “Aku nggak akan bilang kalau kita saling kenal. Aku nggak akan gan
Jordan berkata dengan bingung, “Di seluruh dermaga hanya ada kamu yang nggak takut pada Reza. Kamu mau aku cari orang di mana lagi? Oke, kamu nggak mau terima pekerjaanku. Tapi senggaknya kamu kasih tahu aku kenapa, dong?”“Nggak ada alasan apa pun. Aku hanya nggak mau melakukannya.” Yandi mengisap rokok, janggutnya tampak berantakan.Wajah Jordan spontan menjadi muram ketika mendapati Yandi yang tetap bersikeras, “Katanya kamu orang yang setia. Kamu juga akan melakukan apa yang kamu katakan. Aku rasa kamu hanya bisa kentut!”Leon mengerutkan kening dan membentak, “Katakan sekali lagi.”“Diam!” Yandi memarahi Leon, lalu dia menatap Jordan dan berkata, “Aku sudah pasti nggak akan terima pekerjaan ini. Kami pasti akan balas utang budi pada kamu. Potong tanganku atau ambil uang dan pergi dari sini.”Jordan tertawa sinis, “Oke, kalian memang kejam. Sekarang aku nggak punya apa-apa, kalian semua bisa tindas aku seenaknya. Suatu hari nanti aku akan berjaya kembali. Lihat saja nanti bagaimana
Sonia mengangkat wajahnya, menatap Reza dengan mata yang kabur, “Aku sudah katakan yang sebenarnya. Kalau aku kelahi sama orang, nggak mungkin hanya terluka di sini, kan.”Reza spontan memperhatikan seluruh tubuh Sonia, memang tidak ada luka lain, “Kenapa bisa tergelincir, sih?”“Nggak usah dipermasalahkan. Nggak sengaja tergelincir di kamar mandi adalah hal biasa, bukan?” Dari suaranya Sonia terdengar sangat mengantuk. Dia memeluk bahu Reza dan berkata, “Ayo cepat tidur.”“Benar-benar buat orang khawatir saja.” Reza tertawa pelan. Kemudian, dia mengambil handuk dan membungkus tubuh Sonia. Setelah itu, Reza menggendongnya ke kamar tidur.Setelah berbaring di tempat di tempat tidur, Sonia segera tertidur lelap. Angin malam bertiup di luar. Awan gelap menutupi bulan, di dalam kamar menjadi gelap gulita.Dalam keadaan linglung, Sonia merasa dirinya kembali ke pabrik terbengkalai lagi. Pukul 02.00 subuh, tidak ada satu bintang pun di langit. Sekitarnya juga gelap gulita.Misi kali ini adal
Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kalau ada cowok dengan persyaratan sebagus itu, kenapa kamu menyisakannya untukku?”Ranty berkata dengan menghela napas. “Karena aku sudah masuk ke dalam jebakan Matias. Kalau nggak, aku pasti akan mengejarnya!”Theresia tersenyum. “Sudahlah, belakangan ini aku benar-benar lagi sibuk. Nggak ada waktu buat pacaran!”“Sejak kapan kamu punya waktu? Jangan cari alasan. Aku saja nggak pernah lihat kamu pacaran. Sebagai teman, aku merasa sudah seharusnya kamu mempertimbangkannya!”Theresia terdiam. Tiba-tiba dia kepikiran dengan malam meninggalkan Hondura. Pria itu memberitahunya untuk mencari orang yang kamu sukai dan hidup dengan baik.Waktu itu, Theresia benar-benar berjanji padanya. Dia memang merasa sudah seharusnya berpamitan dengan masa lalu, lalu memulai hidup barunya.Ketika menyadari Theresia tidak berbicara, Ranty berkata dengan tersenyum, “Hanya ketemuan saja. Kalian juga bukan mesti bersama setelah bertemu. Kamu bisa anggap jadi sebuah pen
Dalam sesaat, Jason teringat dengan mereka berempat sebelumnya tinggal di sini. Dia mengajari Kelly bagaimana mendapatkan hati orang yang dia sukai. Kelly membalasnya, “Aku juga nggak suka sama kamu!”Meskipun waktu sudah berlalu lama, Jason masih saja bisa merasakannya!Jason menghela napas. “Sudahlah, kalian lebih akrab. Cuma aku saja orang luar di sini!”Yana menjerit, “Ayah, aku dan kamu sama-sama jadi orang luar!”Semua orang langsung tertawa.Jason terharu hingga kedua matanya berkilauan. “Yana memang baik. Memang tidak salah lagi, Yana memang putri kandungku!”“Jangan cerewet lagi. Cepat pergi potong kentang sana!” Reza menarik Jason untuk kembali ke kamar.Di dalam ruang tamu, Kelly menyerahkan biskuit cokelat buatannya kepada Sonia. “Apa masalah sudah diselesaikan? Saat aku di Lonson, aku sangat mencemaskanmu. Kata Kak Jason, aku mesti percaya dengan kemampuan kamu dan Kak Reza! Sesuai dugaannya, begitu kalian kembali, semua masalah pun sudah diatasi. Aku benar-benar merasa sa
Sonia berkata canggung, “Hallie masih berada di Kediaman Keluarga Herdian.”“Aku sudah beri tahu Ibu. Malam ini kita akan tinggal di rumah Tuan Aska untuk temani Kakek. Aku suruh Ibu untuk bantu jaga Hallie,” ucap Reza dengan perlahan.Sonia memalingkan kepala untuk melihat Reza. “Kalau di Kediaman Keluarga Herdian, juga nggak ada yang ganggu kita. Ngapain kamu mesti bohong?”Kebetulan mobil sedang berhenti di depan lampu merah, Reza memalingkan wajahnya untuk menatap Sonia. “Aku takut kamu tidak bebas di rumah!”Wajah Sonia seketika merona. Dia memelototi si pria hingga tidak bisa berkata-kata.Reza tersenyum tipis. “Bercanda. Jason dan Kelly sudah kembali ke Imperial Garden. Katanya, mereka sudah persiapkan yang enak-enak untuk menyambutmu.”Sonia meliriknya sekilas, lalu memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela.“Umur Hallie dan Tasya sebaya. Selama di rumah, kamu tenang saja!” ucap Reza.“Emm!” Sonia mengangguk dengan perlahan.“Kebetulan ada yang ingin aku katakan sama kamu,
Reza kelihatan tenang. “Sebelum kamu pulang, Sonia selalu menerima segalanya!”Maksudnya, sekarang giliran Morgan.Morgan mengeluarkan ponsel dengan tenang. “Aku lihat dulu apa ada misi belakangan ini?”Semua orang langsung tertawa.Saat hampir menyelesaikan makan siang, Sonia menyadari Rose yang duduk dengan tidak fokus. Dia mencedok sup untuk Rose. “Ada apa?”Rose menggenggam tangan Sonia. “Sonia, coba kamu pegang kepalaku. Apa aku demam?”Sonia mengangkat tangannya untuk memegang. Memang terasa panas. “Ada masalah apa? Aku panggil dokter kemari!”“Ada apa?” Aska kemari.“Rose demam!” balas Sonia.Semua orang menjadi diam, lalu menatap Rose dengan penuh perhatian.Rose melambaikan tangannya. “Nggak apa-apa. Nggak usah panggil dokter. Semalam aku dan Devin kelamaan di jalan raya. Mungkin aku jadi flu karena masuk angin.”Kening Aska berkerut. “Kondisi tubuhmu tidak bagus dan sering sakit. Memangnya kamu tidak tahu? Kenapa malah berdiri tengah malam di pinggir jalan?”Rose tidak memili
“Bukan!” Tentu saja Sonia tidak bermaksud seperti itu. Dia hanya merasa agak konyol.“Theresia juga cukup malang. Dia nggak punya orang tua. Seorang diri bekerja keras di Kota Jembara. Kalau dia benar-benar bersama Tuan Morgan, bisa jadi mereka bisa akan jadi pasangan sejati!” Tadinya Ranty hanya sembarangan bicara saja. Saat ini, dia malah merasa masalah ini bisa direalisasi. “Seharusnya Kakek nggak akan merasa latar belakang Theresia nggak pantas menjadi bagian Keluarga Bina, ‘kan?”“Tentu saja nggak!” balas Sonia.“Baguslah kalau begitu!” Ranty kelihatan gembira, seolah-olah masalah ini telah berhasil.Sonia tersenyum tipis. “Kak Morgan juga belum pasti akan setuju!”“Kalau begitu, kamu jangan beri tahu dia dulu. Setelah bertemu dengan Theresia, bisa jadi dia akan terpesona oleh Theresia!” Ranty tersenyum nakal. “Theresia itu cewek cantik yang disukai para cowok dan cewek. Dia pasti bisa menarik Tuan Morgan kembali ke dunia fana!”Sepertinya pikiran Sonia berhasil dicuci oleh Ranty.
Ranty telah tiba di rumah Aska. Dia berbasa-basi beberapa saat dengan Jemmy dan yang lain, kemudian menarik Sonia untuk berbicara di samping.“Stella nggak bisa berulah lagi. Dia sudah bertengkar hebat sama Reviana. Sandaran terakhirnya juga sudah hilang. Aku nggak apa-apain dia, cuma bikin dia kehilangan segalanya. Dengan begitu, dia baru bisa merasakan kehidupannya yang semula.”Usai berbicara, Ranty menyerahkan uang hasil transfer Stella tadi kepada Sonia. “Aku sudah periksa sebelumnya, uangnya juga nggak banyak, sekitar 40 miliar saja. Kalau kamu bersedia untuk menyimpannya, kamu ambil saja. Kalau kamu nggak mau, kamu bisa kembalikan kepada Hendri.”Sonia mengambil kartu di tangan, lalu berpikir sejenak, baru berkata, “Aku ingin kembalikan kepada Keluarga Dikara!”Ranty mencemberutkan bibirnya. “Aku tahu kamu pasti akan luluh.”Sonia tersenyum tipis. “Bukan juga. Sekarang perusahaan Keluarga Dikara sedang merugi. Para klien yang dirugikan itu nggak bersalah. Bank akan menyita aset
Jantung Yandi berdebar. Rasa kebas mulai menjalar di dirinya. Dia spontan bersandar ke belakang, lalu menarik kemejanya untuk menutupi bagian pundak yang terpampang lebar. “Aku baik-baik saja. Kamu pulang sana!”“Nggak usah usir aku. Aku akan pergi sendiri nanti!” Tasya meletakkan obat kembali, lalu berkata dengan serius, “Kenapa kamu bisa tertembak? Apa kamu bergabung dalam organisasi gelap? Apa kelak kamu akan sering bertarung lagi?”Yandi menatapnya. “Takut?”“Takut!” Tasya langsung menatap mata Yandi. “Aku takut kamu akan mati!”Yandi tertegun.Tasya berkata dengan menggigit bibirnya, “Aku nggak peduli dengan apa yang kamu lakukan dulu. Kelak aku berharap kamu jangan ke sana lagi, melewati hidupmu dengan baik, ya?”Tadinya Yandi ingin mengatakan bahwa dia memang tipe orang seperti itu. Namun, ketika melihat mata merah Tasya, dia pun tidak beradu lagi dengan Tasya, hanya mengangguk dengan perlahan saja. “Aku punya batasan!”Mereka semua adalah orang dewasa, terutama Yandi. Dia lebih
“Biarkan aku tetap berada di sisimu, kita bisa tetap berteman seperti dulu, tapi jangan lagi bersikap dingin dan menjauhiku! Beri kita waktu untuk saling memahami perasaan satu sama lain. Kalau kamu tetap nggak bisa menyukaiku, aku akan mundur.” Tasya mengucapkan kalimat terakhir itu dengan suara terisak-isak.Yandi tidak langsung menjawabnya. Setelah berpikir sejenak, dia mengangguk dengan perlahan. “Oke, boleh!”Tasya tersenyum manis, tetapi dibaluti dengan air mata. Sosok dia saat ini menyentuh hati siapa pun yang melihatnya.Tasya tersenyum karena dirinya memiliki harapan dan juga tersenyum karena dirinya yang tidak berguna. Padahal Yandi tidak menjanjikan apa-apa, dia malah merasa gembira.Tasya buru-buru menyeka air matanya, lalu mengulurkan tangannya sembari berkata dengan sedikit canggung dan berani, “Boleh nggak aku peluk kamu?”“Ja ….”Belum sempat Yandi menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Tasya melompat ke arahnya dan memeluknya erat, menempelkan tubuh mungilnya ke dada pria
Kening Yandi berkerut. “Aku saja tidak peduli. Orang lain lebih tidak usah peduli!”“Tapi, aku peduli!” Tiba-tiba mata Tasya memerah. Dia berkata dengan terisak-isak, “Semalaman aku nggak tidur. Aku takut Leon dan yang lainnya nggak tahu cara untuk jagain kamu. Bahkan ketika bermimpi, aku juga bermimpi kamu berdiri di depanku dengan darah di seluruh tubuhmu!”Yandi terbengong melihat wanita bermata merah. Hatinya terasa sesak. Dia sama sekali tidak mengatakannya.Tasya memalingkan kepalanya, lalu menarik napas dalam-dalam. Dia tidak tahu dirinya sedang marah atau sedih, jantungnya tidak berhenti berdetak kencang.Yandi mengambil tisu untuk Tasya, kemudian berkata dengan datar, “Tasya, mau aku bilang berapa kali baru kamu mengerti. Kita itu bukan orang satu dunia. Dengan pengalaman dari kecilku, pandangan hidup kita berbeda. Kelak kita tidak bisa hidup bersama. Kamu seharusnya mencari orang sebaya, lalu segera berpacaran. Dengan begitu, kamu pun akan melupakanku!”Tasya tidak mengambil