“Kalau begitu bantu pikir nanti malam kita makan apa, ya?” Tasya memutar matanya, “Makanan Barat? Hotpot? Atau barbekyu?”Kadang-kadang Sonia merasa Tasya yang rendah hati sama sekali tidak seperti anak dari keluarga kaya. Dia sama sekali tidak memiliki gengsi seperti nona-nona besar lainnya. Dia suka makan barbekyu. Sekalipun hanya warung makan di kaki lima, dia juga akan makan dengan senang hati.Mungkin karena itulah Yoko telah berpacaran dengannya begitu lama, tapi pria itu tidak pernah menyangka kalau Tasya adalah putri dari keluarga Herdian.Pada akhirnya, mereka pergi ke restoran ikan bakar. Yoko yang mereservasi tempat di restoran itu.Waktu masih awal ketika Sonia dan Tasya tiba di restoran ikan bakar. Tidak banyak pengunjung di restoran itu. Oleh karena itu, mereka berdua memilih tempat duduk di dekat jendela untuk menunggu Yoko.Sekitar setengah jam kemudian, Yoko datang. Namun, pria itu tidak sendirian. Dia membawa seseorang bersamanya.Wajah Sonia seketika menjadi muram ke
Lapisan keringat dingin seketika membasahi kening Yoko. Dia pun berkata dengan lantang, “Restoran ini dekat dengan perusahaan. Kadang-kadang setelah pulang kerja, aku makan di sini.”Tasya tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia tahu selera Sonia, karena itu dia memsan dua jenis hidangan dan menyerahkan menu kepada pelayan.Saat menunggu makanan datang, Rani melihat tas Tasya, lalu bertanya, “Kak Tasya beli di mana tasnya?”“Memangnya kenapa?” tanya Tasya dengan acuh tak acuh.Rani pun tersenyum penuh arti, “Aku sudah beli hampir semua tas LV. Tapi aku belum pernah lihat tas seperti itu.”Tasya menjawab dengan acuh tak acuh, “Nggak apa-apa. Aku nggak peduli soal merek ketika beli barang. Yang penting aku suka.”Rani menyeringai, “Semua orang berpikir seperti itu ketika masih muda. Tapi begitu kamu kerja nanti, kamu akan menyadari tanpa tas bagus, rekan kerjamu akan memandang rendah kamu.”Pakaian yang dikenakan Tasya adalah pakaian yang dibuat khusus, tapi tanpa mereka. Hanya saja, Rani han
Kesabaran Tasya sudah mencapai batasnya. Namun, didikan keluarganya tidak mengizinkannya untuk ribut di tempat umum. Oleh karena itu, dia menelan semua amarah di dalam hatinya dan menahan diri untuk tidak bicara.Namun, Sonia tiba-tiba berkata, “Kalau Tasya berpikiran sempit, kamu kira kamu masih bisa duduk di sini?”Rani mendongak dan menatap Sonia dengan tajam, “Apa maksudmu? Kamu siapa? Memangnya kamu punya hak bicara di sini?”Sonia tertawa sinis, “Kalau begitu, kamu tahu posisimu sendiri, nggak? Yoko pacarnya Tasya!”“Lalu kenapa?” Rani tertawa, “Aku adik sepupunya. Memangnya kalau sudah punya pacar, Kak Yoko nggak boleh baik sama adik sepupunya?”“Tolong hapus kata adik sepupu itu!” tukas Sonia.Sonia sejak awal sudah muak. Seandainya bukan karena mempertimbangkan Tasya masih memiliki perasaan terhadap Yoko, Sonia pasti sudah menendang perempuan sok dan menjijikkan itu keluar dari jendela.Rani tertegun sejenak, lalu tersadar. Ekspresi wajahnya seketika berubah, “Kamu ngomong apa
Dalam perjalanan kembali ke Imperial Garden, Sonia menerima telepon dari Reza. Pria itu menanyakan apakah dia sudah pulang ke rumah, sekaligus memberi tahu Sonia kalau dia masih ada perjamuan sehingga akan pulang lebih malam.Sonia berkata kalau dia sebentar lagi sampai, jadi Reza tidak perlu khawatir. Reza mendengar suara Sonia agak lemas. Dia tidak langsung menutup telepon, melainkan pergi dari mejanya lalu keluar dari ruang VIP. Setelah itu dia bertanya ada apa.Sonia kaget dengan insting tajam Reza. Dia pun segera berkata, “Nggak apa-apa, hanya sedikit lelah.”“Kalau begitu pulang ke rumah langsung mandi. Istirahat lebih awal,” perintah Reza dengan suara lembut.“Oke, kamu sibuk dulu. Aku tutup, ya.”Sonia menutup telepon. Taksi yang ditumpanginya telah tiba di luar gerbang Imperial Garden. Setelah membayar biaya taksi, dia langsung turun dari mobil.Sesampainya di rumah, Sonia langsung mandi. Usai mandi, dia menerima telepon dari Tasya. Suara Tasya terdengar lebih lega, “Aku barus
Setelah menutup telepon, Sonia langsung meletakkan ponselnya di samping. Dia sama sekali tidak menganggap serius masalah ini.Kasen.Di malam hari, Melvin datang. Pria itu langsung meminta Sonia yang mengantarkan minuman ke ruangannya.Sera juga dalam dilema. Apa maksud Melvin? Jelas-jelas Melvin tahu kalau Sonia milik Reza. Apakah dia sengaja melawan Reza?Di saat Sera tengah dilema, Susan datang dengan membawa minuman. Dia meletakkan minuman di tangannya ke atas meja dan berkata pada Sera, “Tamu 8805 minta Sonia yang antar. Kalau aku yang antar, dia nggak mau.”Sera, “....”Ada apa dengan hari ini?“Tamu-tamu ini yang benar saja, ya. Memangnya mereka nggak tahu kalau Sonia pelayan khusus? Sekarang dia hanya khusus melayani orang nomor satu, bagaimana dia bisa melayani orang biasa?” celetuk Jessy dengan acuh tak acuh.Perempuan lain yang bernama Devi langsung berbisik, “Sebenarnya Sonia mudah diajak bergaul. Saat kita sibuk, dia bahkan berinisiatif untuk bantu kita.”Jessy tertawa sin
Lewis kembali ke ruangan. Melvin tahu kalau Sonia tidak mau datang ketika dia melihat Lewis kembali sendiri. Senyum tak berdaya muncul di wajahnya yang tampan, “Menurutmu, apa kurangnya aku dari Reza?”Lewis duduk di sofa, “Mungkin karena Sonia kenal Reza lebih dulu.”“Kenal lebih dulu belum tentu baik. Gadis itu cepat atau lambat akan ditipu Reza!” Usai berkata, Melvin berdiri dan menghela napas, “Lebih baik aku sendiri yang pergi temui dia.”Lewis memanggilnya, “Nggak usah pergi, dia dipanggil tamu di ruang 8805.”“Siapa di 8805?” tanya Melvin dengan heran.“Nggak tahu. Mungkin Sonia ke sana demi menghindari kamu,” ujar Lewis sambil mengangkat alis.Melvin menggertakkan gigi, “Gadis tengik!”Usai berkata, Melvin langsung berjalan keluar dari ruangannya. Dia berjalan perlahan menuju ruang 8805. Sesampainya di depan pintu, dia mendengar ada yang tidak beres di dalam. Kemudian, dia bersandar ke dinding, lalu membuka pintu sedikit hingga ada satu celah yang cukup untuknya melihat ke dala
Sonia kembali ke ruang istirahat. Begitu menolah, dia mendapati Melvin masih di belakangnya. Dia spontan bertanya dengan suara berat, “Untuk apa kamu ikuti aku?”Melvin memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan bertanya dengan penasaran, “Siapa Yoko?"Sorot mata Sonia begitu dingin, “Nggak ada hubungannya sama kamu. Nggak usah ikut campur.”Mata Melvin tertuju pada punggung tangan Sonia, dia spontan mengerutkan kening dan bertanya, “Tanganmu terluka?”Sonia melihat tangannya sendiri. Mungkin tangannya tergores pecahan kaca ketika dia memukul orang, sehingga menimbulkan beberapa garis merah. Dia sendiri tidak menyadarinya.Melvin menghela napas, lalu meraih pergelangan tangan Sonia dan membawanya masuk ke ruang istirahat. Sonia meronta dan berkata dengan dingin, “Kamu ingin dipukul juga?”Melvin tidak menggubrisnya. Dia langsung menyeret Sonia sambil membuka pintu dan masuk ke ruang istirahat. Setelah itu, dia bertanya pada orang di dalam ruangan, “Mana kotak P3K?”Orang di dalam rua
Sebelum Sonia berubah sikap sepenuhnya, Melvin memilih mundur selangkah, lalu berkata sambil tersenyum, “Jangan marah. Aku mau bantu kamu urus sisanya dulu. Satu hal lagi yang harus aku katakan. Sayang, penampilanmu saat pukul orang tadi sangat keren. Aku sangat suka.”Baru saja Sonia mengerutkan kening, Melvin sudah berbalik dan keluar dari ruangan. Sonia tidak tahu bagaimana Melvin menangani Rani. Begitu dia keluar, ruangan 8805 sudah dibersihkan. Orang-orang di ruangan itu juga sudah tidak terlihat lagi.Oleh karena itu, selain Melvin, tidak ada seorang pun di lantai delapan mengetahui kejadian Sonia memukul orang.Apa yang Melvin katakan benar. Sonia memang tidak ingin Reza tahu masalah ini. Kalau Reza tahu, masalah ini pasti tidak akan berakhir baik.Sonia masih ingin Tasya menangani masalah ini sendiri. Bagaimanapun, ini masalah hubungannya.Saat Reza datang, dia bertemu dengan Devi di lift. Devi menyapanya dengan hati-hati, lalu menyerahkan barang di tangannya kepada Reza, “Pak
Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kalau ada cowok dengan persyaratan sebagus itu, kenapa kamu menyisakannya untukku?”Ranty berkata dengan menghela napas. “Karena aku sudah masuk ke dalam jebakan Matias. Kalau nggak, aku pasti akan mengejarnya!”Theresia tersenyum. “Sudahlah, belakangan ini aku benar-benar lagi sibuk. Nggak ada waktu buat pacaran!”“Sejak kapan kamu punya waktu? Jangan cari alasan. Aku saja nggak pernah lihat kamu pacaran. Sebagai teman, aku merasa sudah seharusnya kamu mempertimbangkannya!”Theresia terdiam. Tiba-tiba dia kepikiran dengan malam meninggalkan Hondura. Pria itu memberitahunya untuk mencari orang yang kamu sukai dan hidup dengan baik.Waktu itu, Theresia benar-benar berjanji padanya. Dia memang merasa sudah seharusnya berpamitan dengan masa lalu, lalu memulai hidup barunya.Ketika menyadari Theresia tidak berbicara, Ranty berkata dengan tersenyum, “Hanya ketemuan saja. Kalian juga bukan mesti bersama setelah bertemu. Kamu bisa anggap jadi sebuah pen
Dalam sesaat, Jason teringat dengan mereka berempat sebelumnya tinggal di sini. Dia mengajari Kelly bagaimana mendapatkan hati orang yang dia sukai. Kelly membalasnya, “Aku juga nggak suka sama kamu!”Meskipun waktu sudah berlalu lama, Jason masih saja bisa merasakannya!Jason menghela napas. “Sudahlah, kalian lebih akrab. Cuma aku saja orang luar di sini!”Yana menjerit, “Ayah, aku dan kamu sama-sama jadi orang luar!”Semua orang langsung tertawa.Jason terharu hingga kedua matanya berkilauan. “Yana memang baik. Memang tidak salah lagi, Yana memang putri kandungku!”“Jangan cerewet lagi. Cepat pergi potong kentang sana!” Reza menarik Jason untuk kembali ke kamar.Di dalam ruang tamu, Kelly menyerahkan biskuit cokelat buatannya kepada Sonia. “Apa masalah sudah diselesaikan? Saat aku di Lonson, aku sangat mencemaskanmu. Kata Kak Jason, aku mesti percaya dengan kemampuan kamu dan Kak Reza! Sesuai dugaannya, begitu kalian kembali, semua masalah pun sudah diatasi. Aku benar-benar merasa sa
Sonia berkata canggung, “Hallie masih berada di Kediaman Keluarga Herdian.”“Aku sudah beri tahu Ibu. Malam ini kita akan tinggal di rumah Tuan Aska untuk temani Kakek. Aku suruh Ibu untuk bantu jaga Hallie,” ucap Reza dengan perlahan.Sonia memalingkan kepala untuk melihat Reza. “Kalau di Kediaman Keluarga Herdian, juga nggak ada yang ganggu kita. Ngapain kamu mesti bohong?”Kebetulan mobil sedang berhenti di depan lampu merah, Reza memalingkan wajahnya untuk menatap Sonia. “Aku takut kamu tidak bebas di rumah!”Wajah Sonia seketika merona. Dia memelototi si pria hingga tidak bisa berkata-kata.Reza tersenyum tipis. “Bercanda. Jason dan Kelly sudah kembali ke Imperial Garden. Katanya, mereka sudah persiapkan yang enak-enak untuk menyambutmu.”Sonia meliriknya sekilas, lalu memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela.“Umur Hallie dan Tasya sebaya. Selama di rumah, kamu tenang saja!” ucap Reza.“Emm!” Sonia mengangguk dengan perlahan.“Kebetulan ada yang ingin aku katakan sama kamu,
Reza kelihatan tenang. “Sebelum kamu pulang, Sonia selalu menerima segalanya!”Maksudnya, sekarang giliran Morgan.Morgan mengeluarkan ponsel dengan tenang. “Aku lihat dulu apa ada misi belakangan ini?”Semua orang langsung tertawa.Saat hampir menyelesaikan makan siang, Sonia menyadari Rose yang duduk dengan tidak fokus. Dia mencedok sup untuk Rose. “Ada apa?”Rose menggenggam tangan Sonia. “Sonia, coba kamu pegang kepalaku. Apa aku demam?”Sonia mengangkat tangannya untuk memegang. Memang terasa panas. “Ada masalah apa? Aku panggil dokter kemari!”“Ada apa?” Aska kemari.“Rose demam!” balas Sonia.Semua orang menjadi diam, lalu menatap Rose dengan penuh perhatian.Rose melambaikan tangannya. “Nggak apa-apa. Nggak usah panggil dokter. Semalam aku dan Devin kelamaan di jalan raya. Mungkin aku jadi flu karena masuk angin.”Kening Aska berkerut. “Kondisi tubuhmu tidak bagus dan sering sakit. Memangnya kamu tidak tahu? Kenapa malah berdiri tengah malam di pinggir jalan?”Rose tidak memili
“Bukan!” Tentu saja Sonia tidak bermaksud seperti itu. Dia hanya merasa agak konyol.“Theresia juga cukup malang. Dia nggak punya orang tua. Seorang diri bekerja keras di Kota Jembara. Kalau dia benar-benar bersama Tuan Morgan, bisa jadi mereka bisa akan jadi pasangan sejati!” Tadinya Ranty hanya sembarangan bicara saja. Saat ini, dia malah merasa masalah ini bisa direalisasi. “Seharusnya Kakek nggak akan merasa latar belakang Theresia nggak pantas menjadi bagian Keluarga Bina, ‘kan?”“Tentu saja nggak!” balas Sonia.“Baguslah kalau begitu!” Ranty kelihatan gembira, seolah-olah masalah ini telah berhasil.Sonia tersenyum tipis. “Kak Morgan juga belum pasti akan setuju!”“Kalau begitu, kamu jangan beri tahu dia dulu. Setelah bertemu dengan Theresia, bisa jadi dia akan terpesona oleh Theresia!” Ranty tersenyum nakal. “Theresia itu cewek cantik yang disukai para cowok dan cewek. Dia pasti bisa menarik Tuan Morgan kembali ke dunia fana!”Sepertinya pikiran Sonia berhasil dicuci oleh Ranty.
Ranty telah tiba di rumah Aska. Dia berbasa-basi beberapa saat dengan Jemmy dan yang lain, kemudian menarik Sonia untuk berbicara di samping.“Stella nggak bisa berulah lagi. Dia sudah bertengkar hebat sama Reviana. Sandaran terakhirnya juga sudah hilang. Aku nggak apa-apain dia, cuma bikin dia kehilangan segalanya. Dengan begitu, dia baru bisa merasakan kehidupannya yang semula.”Usai berbicara, Ranty menyerahkan uang hasil transfer Stella tadi kepada Sonia. “Aku sudah periksa sebelumnya, uangnya juga nggak banyak, sekitar 40 miliar saja. Kalau kamu bersedia untuk menyimpannya, kamu ambil saja. Kalau kamu nggak mau, kamu bisa kembalikan kepada Hendri.”Sonia mengambil kartu di tangan, lalu berpikir sejenak, baru berkata, “Aku ingin kembalikan kepada Keluarga Dikara!”Ranty mencemberutkan bibirnya. “Aku tahu kamu pasti akan luluh.”Sonia tersenyum tipis. “Bukan juga. Sekarang perusahaan Keluarga Dikara sedang merugi. Para klien yang dirugikan itu nggak bersalah. Bank akan menyita aset
Jantung Yandi berdebar. Rasa kebas mulai menjalar di dirinya. Dia spontan bersandar ke belakang, lalu menarik kemejanya untuk menutupi bagian pundak yang terpampang lebar. “Aku baik-baik saja. Kamu pulang sana!”“Nggak usah usir aku. Aku akan pergi sendiri nanti!” Tasya meletakkan obat kembali, lalu berkata dengan serius, “Kenapa kamu bisa tertembak? Apa kamu bergabung dalam organisasi gelap? Apa kelak kamu akan sering bertarung lagi?”Yandi menatapnya. “Takut?”“Takut!” Tasya langsung menatap mata Yandi. “Aku takut kamu akan mati!”Yandi tertegun.Tasya berkata dengan menggigit bibirnya, “Aku nggak peduli dengan apa yang kamu lakukan dulu. Kelak aku berharap kamu jangan ke sana lagi, melewati hidupmu dengan baik, ya?”Tadinya Yandi ingin mengatakan bahwa dia memang tipe orang seperti itu. Namun, ketika melihat mata merah Tasya, dia pun tidak beradu lagi dengan Tasya, hanya mengangguk dengan perlahan saja. “Aku punya batasan!”Mereka semua adalah orang dewasa, terutama Yandi. Dia lebih
“Biarkan aku tetap berada di sisimu, kita bisa tetap berteman seperti dulu, tapi jangan lagi bersikap dingin dan menjauhiku! Beri kita waktu untuk saling memahami perasaan satu sama lain. Kalau kamu tetap nggak bisa menyukaiku, aku akan mundur.” Tasya mengucapkan kalimat terakhir itu dengan suara terisak-isak.Yandi tidak langsung menjawabnya. Setelah berpikir sejenak, dia mengangguk dengan perlahan. “Oke, boleh!”Tasya tersenyum manis, tetapi dibaluti dengan air mata. Sosok dia saat ini menyentuh hati siapa pun yang melihatnya.Tasya tersenyum karena dirinya memiliki harapan dan juga tersenyum karena dirinya yang tidak berguna. Padahal Yandi tidak menjanjikan apa-apa, dia malah merasa gembira.Tasya buru-buru menyeka air matanya, lalu mengulurkan tangannya sembari berkata dengan sedikit canggung dan berani, “Boleh nggak aku peluk kamu?”“Ja ….”Belum sempat Yandi menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Tasya melompat ke arahnya dan memeluknya erat, menempelkan tubuh mungilnya ke dada pria
Kening Yandi berkerut. “Aku saja tidak peduli. Orang lain lebih tidak usah peduli!”“Tapi, aku peduli!” Tiba-tiba mata Tasya memerah. Dia berkata dengan terisak-isak, “Semalaman aku nggak tidur. Aku takut Leon dan yang lainnya nggak tahu cara untuk jagain kamu. Bahkan ketika bermimpi, aku juga bermimpi kamu berdiri di depanku dengan darah di seluruh tubuhmu!”Yandi terbengong melihat wanita bermata merah. Hatinya terasa sesak. Dia sama sekali tidak mengatakannya.Tasya memalingkan kepalanya, lalu menarik napas dalam-dalam. Dia tidak tahu dirinya sedang marah atau sedih, jantungnya tidak berhenti berdetak kencang.Yandi mengambil tisu untuk Tasya, kemudian berkata dengan datar, “Tasya, mau aku bilang berapa kali baru kamu mengerti. Kita itu bukan orang satu dunia. Dengan pengalaman dari kecilku, pandangan hidup kita berbeda. Kelak kita tidak bisa hidup bersama. Kamu seharusnya mencari orang sebaya, lalu segera berpacaran. Dengan begitu, kamu pun akan melupakanku!”Tasya tidak mengambil