Konon katanya leluhur Keluarga Bina adalah pejabat tinggi di zaman kuno. Nama Keluarga Bina juga sangat terkenal di area Atria. Pada saat masa peperangan, anggota Keluarga Bina membentuk tim untuk melakukan perlawanan. Mereka bahkan menyerahkan sebagian besar harta, dan membangun puluhan tenda di dalam Atria untuk menghidupi hampir separuh penduduk Atria.Kemudian, Keluarga Bina menggeluti bisnis barang antik dan kayu menjadi orang terkaya di Atria. Hanya saja penerus Keluarga Bina semakin menipis. Kepala Keluarga generasi sebelumnya bahkan hanya punya seorang putra saja yang bernama Hudson Bina. Sialnya Hudson mengalami kecelakaan mobil di usia 40 tahun, dan meninggal bersama dengan sang istri. Jadi saat ini Keluarga Bina hanya tersisa seorang cucu laki-laki yang berumur hampir sepuluh tahun.Kakek dan cucu ini sudah melindungi Keluarga Bina selama belasan tahun. Sayangnya cucu dari Keluarga Bina ini tidak suka dengan berbisnis. Dia terus berkelana di luar, dan hanya sisa si Kakek s
Pengurus Kediaman Bina membawa mereka bertiga ke dalam. Saat ini hati Robi terasa sangat gugup. Kediaman ini memang terlihat sangat sederhana, tapi kenyataannya semua perabotan yang digunakan bahkan lebih berharga dibandingkan dengan emas.Setelah sampai di luar ruang tamu, si lelaki tua menyuruh Reza dan yang lainnya menunggu di luar. Dia akan masuk untuk melapor kepada Kevin.Tak sampai hitungan menit, dia pun keluar dengan tersenyum. “Pak Kevin persilakan kalian ke dalam!”“Terima kasih!” Reza mengangguk, lalu membawa Sonia ke dalam ruang tamu.Ruang tamu didekor dengan ornamen kayu dengan jendela di tiga sisi ruangan. Jadi begitu masuk ke dalam, ruangan tidak akan terasa gelap.Di dalam ruangan masih terdapat sebuah pintu lagi yang menghubungkan kolam di luar sana. Kevin sedang memancing saat ini. Dia pun meletakkan alat pancing ke dalam. Tatapannya tertuju pada diri Sonia untuk beberapa saat, kemudian baru beralih ke sisi Reza. “Pak Reza?”Reza langsung membalas dengan sopan, “Kam
Sonia awalnya sedang menyesap teh. Dia merasa gembira lantaran Kakek Kevin masih tahu bahwa dia suka dengan daun teh jenis ini. Namun setelah mendengar ucapan Kevin, Sonia hampir saja memuncratkan tehnya. Dia tidak berani mengangkat kepalanya dan terus berdeham.Reza terkejut, dan tatapannya seketika berubah datar. “Apa maksud Pak Kevin?”Kevin menggoyangkan kipasnya dan menjawab, “Kamu jangan salah paham. Bunga terataiku akan mekar malam ini. Jadi aku butuh satu orang untuk mengumpulkan serbuk sarinya. Aku ingin minta bantuan dia. Kalau Pak Reza bersedia, kamu bisa datang jemput dia besok pagi, dan sekalian bawa pergi gelang giok itu. Aku tidak akan minta sepeser pun.”Tatapan Reza berubah dingin. “Sepertinya aku tidak bisa memenuhi permintaan Pak Kevin. Lebih baik Pak Kevin buka harga saja.”Kevin menggeleng. “Kalau kamu nggak izinkan dia kumpul serbuk sari, silakan keluar dari sini!”Raut wajah Reza berubah dingin. Dia menggenggam tangan Sonia. “Maaf, Pak Kevin, sudah mengganggu wa
Sonia langsung membalikkan tubuhnya, lalu bertanya, “Apa Pak Kevin berubah pikiran?”Raut wajah Kevin seketika berubah muram. “Berhubung kalian itu junior, aku terpaksa mengalah. Kalau kalian bersedia untuk nginap di sini, silakan saja. Tapi … jangan cuma pacaran saja, ingat kumpulkan serbuk sari.”Langsung terlihat senyuman di wajah Sonia. “Siap, aku pasti akan mengumpulkan serbuk sari.”“Farel!” panggil Kevin.Lelaki tua yang membawa mereka ke ruang tamu tadi berjalan memasuki ruangan. “Tuan, ada perintah apa?”“Bawa mereka ke kamar belakang untuk beristirahat. Nanti malam ingat bawa mereka ke taman bungaku,” pesan Kevin. Kemudian dia berpesan kepada Reza dan Sonia, “Kalian ikut Indra. Kalau tidak ada urusan lain, jangan ganggu aku.”Reza langsung membalas, “Terima kasih, Pak!”Kevin dengan tidak senang mengiakan, lalu kembali ke kolam untuk memancing. Saat tirai jendela ruangan tertutup semua, Kevin yang awalnya terlihat muram langsung tersenyum. Dia terlihat sangat gembira sambil m
Reza duduk di hadapan Sonia. Tatapannya terlihat tajam ketika melihat sosok wanita cantik di depannya. Dia tiba-tiba berpikir, alangkah bagusnya jika waktu bisa berhenti di saat seperti ini.Mereka berdua makan dengan perlahan. Terkadang Sonia bisa menceritakan cerita Kota Atria. Mungkin Sonia sedang berada di tempat yang familier baginya, makanya dia lebih banyak bicara daripada biasanya. Sonia yang seperti ini membuat Reza merasa asing dan juga senang.Meskipun mereka sedang dipersulit oleh Kevin, Sonia tetap merasa gembira, bahkan Reza juga tidak mempermasalahkannya lagi.Setelah makan selama satu jam lebih, Sonia merasa sangat kenyang. Dia bertanya pada Reza, “Sore nanti kamu ada urusan?”“Kenapa?” tanya Reza.“Waktu aku datang, aku melihat pemandangan di sekitar cantik banget. Bagaimana kalau kita jalan-jalan?” Tatapan Sonia berkilauan.Reza mengangguk. “Oke.”Mereka berdua memberi tahu Indra, lalu keluar kediaman.Mereka melewati jalan kerikil. Kedua sisi dipenuhi dengan pohon c
Sonia menoleh dan melihat Reza sudah dikelilingi oleh para wanita. Begitu banyak wanita, setidaknya mereka akan mengusik Reza dalam beberapa waktu. Cukup bagi Sonia untuk menyantap es krim.Sonia berjalan ke pojok ruangan, dan dia merasa sangat gembira. Tiba-tiba ponselnya menyala, dan masuk pesan dari Ranty. Ranty bertanya kapan dia akan pulang ke Jembara.Saat Sonia menundukkan kepalanya untuk membalas pesan, seseorang datang mengantar jus dan es krim.“Terima kasih!” Sonia berterima kasih. Tatapannya tertuju pada es krim favoritnya, lalu beralih ke tangan orang yang menyuguhkan pesanan.Tangannya terlihat sangat putih dan mulus, tampak juga sebuah jam tangan mahal di pergelangan tangannya. Sonia seketika terkejut langsung menengadah kepalanya.Reza memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Dia menunduk menatap Sonia.Sonia tersenyum dan suaranya terdengar ketakutan. “Paman!”“Demi es krim, kamu malah mengkhianatiku?” Reza tersenyum sinis, dan nada bicaranya sangat lambat.Sonia men
Saat mereka berdua berjalan keluar toko, dua orang pelayan menatap bayangan punggung mereka dengan tatapan iri. Salah seorang pelayan yang berperawakan agak tinggi berbicara dengan tatapan berkilauan, “Cowok itu ganteng banget! Beruntung banget cewek itu bisa disayang sama paman yang ganteng!”Percakapan Sonia dan Reza tidak terdengar oleh kedua pelayan. Mereka hanya mendengar Sonia memanggil si lelaki tampan dengan sebutan Paman.Pelayan yang agak pendek melirik rekan kerjanya. “Kamu kira hubungan mereka sebatas paman dengan keponakan? Coba lihat ekspresi mereka, lihat juga tatapan manja si cowok, jelas-jelas mereka adalah pasangan!”“Hah? Masa iya?” Pelayan bertubuh tinggi menjerit terkejut.“Kenapa nggak mungkin? Percayalah sama aku, cowok itu pasti sangat suka sama cewek itu!”Pelayan bertubuh tinggi sedikit kecewa. “Bukannya aku nggak ada harapan lagi? Aku kira kalau dia datang lagi, aku ingin minta nomor WhatsApp-nya.”“Jangan mimpi, deh. Lihat saja dari cara berpakaiannya, dia p
Sewaktu mereka berdua kembali ke Kediaman Bina, hari pun sudah gelap. Saat ini Indra sedang menyapu halaman, ketika melihat mereka berdua, dia pun langsung tersenyum ramah. “Sudah pulang, ya!”Sonia menyerahkan kue yang dibeli saat pulang tadi, lalu berbicara dengan lembut, “Tadi datangnya agak buru-buru, nggak sempat siapin apa-apa. Jadi Pak Reza beli kue, tolong kasih Pak Kevin, ya.”Indra mengambil sambil mengangguk. “Terima kasih!”Sonia juga ikut mengangguk, lalu menggandeng Reza berjalan ke halaman belakang.Tatapan Indra tertuju pada bayangan punggung mereka berdua yang semakin menjauh. Kemudian dia baru melihat kue yang bawaan Sonia. Ternyata mereka membeli kue lobak dan kue nastar kesukaan Kevin.Senyuman Indra pun semakin lebar lagi. Dia meletakkan sapu, lalu membawa kue ke kamar Kevin.Makan malam hari ini sangatlah lezat. Saat sedang makan, Sonia tiba-tiba berkata, “Pak Kevin malah menjamu tawanan dengan makanan enak.”Reza pun tersenyum. “Karakter Pak Kevin agak aneh, tapi
Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kalau ada cowok dengan persyaratan sebagus itu, kenapa kamu menyisakannya untukku?”Ranty berkata dengan menghela napas. “Karena aku sudah masuk ke dalam jebakan Matias. Kalau nggak, aku pasti akan mengejarnya!”Theresia tersenyum. “Sudahlah, belakangan ini aku benar-benar lagi sibuk. Nggak ada waktu buat pacaran!”“Sejak kapan kamu punya waktu? Jangan cari alasan. Aku saja nggak pernah lihat kamu pacaran. Sebagai teman, aku merasa sudah seharusnya kamu mempertimbangkannya!”Theresia terdiam. Tiba-tiba dia kepikiran dengan malam meninggalkan Hondura. Pria itu memberitahunya untuk mencari orang yang kamu sukai dan hidup dengan baik.Waktu itu, Theresia benar-benar berjanji padanya. Dia memang merasa sudah seharusnya berpamitan dengan masa lalu, lalu memulai hidup barunya.Ketika menyadari Theresia tidak berbicara, Ranty berkata dengan tersenyum, “Hanya ketemuan saja. Kalian juga bukan mesti bersama setelah bertemu. Kamu bisa anggap jadi sebuah pen
Dalam sesaat, Jason teringat dengan mereka berempat sebelumnya tinggal di sini. Dia mengajari Kelly bagaimana mendapatkan hati orang yang dia sukai. Kelly membalasnya, “Aku juga nggak suka sama kamu!”Meskipun waktu sudah berlalu lama, Jason masih saja bisa merasakannya!Jason menghela napas. “Sudahlah, kalian lebih akrab. Cuma aku saja orang luar di sini!”Yana menjerit, “Ayah, aku dan kamu sama-sama jadi orang luar!”Semua orang langsung tertawa.Jason terharu hingga kedua matanya berkilauan. “Yana memang baik. Memang tidak salah lagi, Yana memang putri kandungku!”“Jangan cerewet lagi. Cepat pergi potong kentang sana!” Reza menarik Jason untuk kembali ke kamar.Di dalam ruang tamu, Kelly menyerahkan biskuit cokelat buatannya kepada Sonia. “Apa masalah sudah diselesaikan? Saat aku di Lonson, aku sangat mencemaskanmu. Kata Kak Jason, aku mesti percaya dengan kemampuan kamu dan Kak Reza! Sesuai dugaannya, begitu kalian kembali, semua masalah pun sudah diatasi. Aku benar-benar merasa sa
Sonia berkata canggung, “Hallie masih berada di Kediaman Keluarga Herdian.”“Aku sudah beri tahu Ibu. Malam ini kita akan tinggal di rumah Tuan Aska untuk temani Kakek. Aku suruh Ibu untuk bantu jaga Hallie,” ucap Reza dengan perlahan.Sonia memalingkan kepala untuk melihat Reza. “Kalau di Kediaman Keluarga Herdian, juga nggak ada yang ganggu kita. Ngapain kamu mesti bohong?”Kebetulan mobil sedang berhenti di depan lampu merah, Reza memalingkan wajahnya untuk menatap Sonia. “Aku takut kamu tidak bebas di rumah!”Wajah Sonia seketika merona. Dia memelototi si pria hingga tidak bisa berkata-kata.Reza tersenyum tipis. “Bercanda. Jason dan Kelly sudah kembali ke Imperial Garden. Katanya, mereka sudah persiapkan yang enak-enak untuk menyambutmu.”Sonia meliriknya sekilas, lalu memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela.“Umur Hallie dan Tasya sebaya. Selama di rumah, kamu tenang saja!” ucap Reza.“Emm!” Sonia mengangguk dengan perlahan.“Kebetulan ada yang ingin aku katakan sama kamu,
Reza kelihatan tenang. “Sebelum kamu pulang, Sonia selalu menerima segalanya!”Maksudnya, sekarang giliran Morgan.Morgan mengeluarkan ponsel dengan tenang. “Aku lihat dulu apa ada misi belakangan ini?”Semua orang langsung tertawa.Saat hampir menyelesaikan makan siang, Sonia menyadari Rose yang duduk dengan tidak fokus. Dia mencedok sup untuk Rose. “Ada apa?”Rose menggenggam tangan Sonia. “Sonia, coba kamu pegang kepalaku. Apa aku demam?”Sonia mengangkat tangannya untuk memegang. Memang terasa panas. “Ada masalah apa? Aku panggil dokter kemari!”“Ada apa?” Aska kemari.“Rose demam!” balas Sonia.Semua orang menjadi diam, lalu menatap Rose dengan penuh perhatian.Rose melambaikan tangannya. “Nggak apa-apa. Nggak usah panggil dokter. Semalam aku dan Devin kelamaan di jalan raya. Mungkin aku jadi flu karena masuk angin.”Kening Aska berkerut. “Kondisi tubuhmu tidak bagus dan sering sakit. Memangnya kamu tidak tahu? Kenapa malah berdiri tengah malam di pinggir jalan?”Rose tidak memili
“Bukan!” Tentu saja Sonia tidak bermaksud seperti itu. Dia hanya merasa agak konyol.“Theresia juga cukup malang. Dia nggak punya orang tua. Seorang diri bekerja keras di Kota Jembara. Kalau dia benar-benar bersama Tuan Morgan, bisa jadi mereka bisa akan jadi pasangan sejati!” Tadinya Ranty hanya sembarangan bicara saja. Saat ini, dia malah merasa masalah ini bisa direalisasi. “Seharusnya Kakek nggak akan merasa latar belakang Theresia nggak pantas menjadi bagian Keluarga Bina, ‘kan?”“Tentu saja nggak!” balas Sonia.“Baguslah kalau begitu!” Ranty kelihatan gembira, seolah-olah masalah ini telah berhasil.Sonia tersenyum tipis. “Kak Morgan juga belum pasti akan setuju!”“Kalau begitu, kamu jangan beri tahu dia dulu. Setelah bertemu dengan Theresia, bisa jadi dia akan terpesona oleh Theresia!” Ranty tersenyum nakal. “Theresia itu cewek cantik yang disukai para cowok dan cewek. Dia pasti bisa menarik Tuan Morgan kembali ke dunia fana!”Sepertinya pikiran Sonia berhasil dicuci oleh Ranty.
Ranty telah tiba di rumah Aska. Dia berbasa-basi beberapa saat dengan Jemmy dan yang lain, kemudian menarik Sonia untuk berbicara di samping.“Stella nggak bisa berulah lagi. Dia sudah bertengkar hebat sama Reviana. Sandaran terakhirnya juga sudah hilang. Aku nggak apa-apain dia, cuma bikin dia kehilangan segalanya. Dengan begitu, dia baru bisa merasakan kehidupannya yang semula.”Usai berbicara, Ranty menyerahkan uang hasil transfer Stella tadi kepada Sonia. “Aku sudah periksa sebelumnya, uangnya juga nggak banyak, sekitar 40 miliar saja. Kalau kamu bersedia untuk menyimpannya, kamu ambil saja. Kalau kamu nggak mau, kamu bisa kembalikan kepada Hendri.”Sonia mengambil kartu di tangan, lalu berpikir sejenak, baru berkata, “Aku ingin kembalikan kepada Keluarga Dikara!”Ranty mencemberutkan bibirnya. “Aku tahu kamu pasti akan luluh.”Sonia tersenyum tipis. “Bukan juga. Sekarang perusahaan Keluarga Dikara sedang merugi. Para klien yang dirugikan itu nggak bersalah. Bank akan menyita aset
Jantung Yandi berdebar. Rasa kebas mulai menjalar di dirinya. Dia spontan bersandar ke belakang, lalu menarik kemejanya untuk menutupi bagian pundak yang terpampang lebar. “Aku baik-baik saja. Kamu pulang sana!”“Nggak usah usir aku. Aku akan pergi sendiri nanti!” Tasya meletakkan obat kembali, lalu berkata dengan serius, “Kenapa kamu bisa tertembak? Apa kamu bergabung dalam organisasi gelap? Apa kelak kamu akan sering bertarung lagi?”Yandi menatapnya. “Takut?”“Takut!” Tasya langsung menatap mata Yandi. “Aku takut kamu akan mati!”Yandi tertegun.Tasya berkata dengan menggigit bibirnya, “Aku nggak peduli dengan apa yang kamu lakukan dulu. Kelak aku berharap kamu jangan ke sana lagi, melewati hidupmu dengan baik, ya?”Tadinya Yandi ingin mengatakan bahwa dia memang tipe orang seperti itu. Namun, ketika melihat mata merah Tasya, dia pun tidak beradu lagi dengan Tasya, hanya mengangguk dengan perlahan saja. “Aku punya batasan!”Mereka semua adalah orang dewasa, terutama Yandi. Dia lebih
“Biarkan aku tetap berada di sisimu, kita bisa tetap berteman seperti dulu, tapi jangan lagi bersikap dingin dan menjauhiku! Beri kita waktu untuk saling memahami perasaan satu sama lain. Kalau kamu tetap nggak bisa menyukaiku, aku akan mundur.” Tasya mengucapkan kalimat terakhir itu dengan suara terisak-isak.Yandi tidak langsung menjawabnya. Setelah berpikir sejenak, dia mengangguk dengan perlahan. “Oke, boleh!”Tasya tersenyum manis, tetapi dibaluti dengan air mata. Sosok dia saat ini menyentuh hati siapa pun yang melihatnya.Tasya tersenyum karena dirinya memiliki harapan dan juga tersenyum karena dirinya yang tidak berguna. Padahal Yandi tidak menjanjikan apa-apa, dia malah merasa gembira.Tasya buru-buru menyeka air matanya, lalu mengulurkan tangannya sembari berkata dengan sedikit canggung dan berani, “Boleh nggak aku peluk kamu?”“Ja ….”Belum sempat Yandi menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Tasya melompat ke arahnya dan memeluknya erat, menempelkan tubuh mungilnya ke dada pria
Kening Yandi berkerut. “Aku saja tidak peduli. Orang lain lebih tidak usah peduli!”“Tapi, aku peduli!” Tiba-tiba mata Tasya memerah. Dia berkata dengan terisak-isak, “Semalaman aku nggak tidur. Aku takut Leon dan yang lainnya nggak tahu cara untuk jagain kamu. Bahkan ketika bermimpi, aku juga bermimpi kamu berdiri di depanku dengan darah di seluruh tubuhmu!”Yandi terbengong melihat wanita bermata merah. Hatinya terasa sesak. Dia sama sekali tidak mengatakannya.Tasya memalingkan kepalanya, lalu menarik napas dalam-dalam. Dia tidak tahu dirinya sedang marah atau sedih, jantungnya tidak berhenti berdetak kencang.Yandi mengambil tisu untuk Tasya, kemudian berkata dengan datar, “Tasya, mau aku bilang berapa kali baru kamu mengerti. Kita itu bukan orang satu dunia. Dengan pengalaman dari kecilku, pandangan hidup kita berbeda. Kelak kita tidak bisa hidup bersama. Kamu seharusnya mencari orang sebaya, lalu segera berpacaran. Dengan begitu, kamu pun akan melupakanku!”Tasya tidak mengambil