Keesokan paginya. Saat Sonia sudah terbangun dari tidur lelapnya, langit pun sudah terang. Cahaya matahari memancar di atas wajahnya.Reza duduk di samping ranjang sambil menatap Sonia dengan tatapan lembut. “Sudah bangun, ya?”Sonia mendekatkan dirinya, lalu menyandarkan kepalanya di atas paha Reza. Dia sangat malas sekarang.Reza mengulurkan tangannya mengusap kepala Sonia. “Apa aktivitasmu selama dua hari ini?”Sonia melebarkan sedikit matanya, lalu memberi tahu ke mana-mana saja dirinya selama dua hari ini. Dia juga sudah mengunjungi istana di dalam hutan itu, isi dari istana itu mirip dengan yang dia bayangkan.Saat Sonia masih kecil, dia masih ingat ada seorang tetangganya menceritakan buku cerita untuknya, dimulai dari Cinderella, Snow White, Little Mermaid …. Pada akhirnya mereka semua tinggal di dalam istana, dan hidup bahagia dengan sang Pangeran.Pada saat berjalan mendekati istana, Sonia seolah-olah bisa merasakan kehangatan di masa kecil dulu.Reza bertanya, “Apa kamu per
Vivian menggandeng lengan Rendi sambil melambaikan tangan. Saat kedua kapal saling berpapasan, Sonia melihat sepertinya ada kalung permata merah di atas leher Vivian.Selesai makan, Sonia dan Reza pulang untuk tidur siang sejenak. Sore harinya mereka berdua ke tepi danau untuk memancing. Saat matahari hampir terbenam, pelayan pun datang untuk bertanya kepada Reza mengenai lokasi pesta nanti malam.Akhirnya malam pun sudah tiba. Mereka semua sedang berkumpul untuk makan malam bersama. Di atas meja persegi panjang terdapat kain meja yang berwarna putih. Selain itu, terdapat juga lampu meja berwarna perak, peralatan makan yang berwarna emas, dan juga hidangan yang lezat. Alhasil membuat orang-orang merasa sangat santai.Matahari sudah terbenam. Lampu-lampu di sekitar mulai terang. Bahkan, tercium aroma wangi daging panggang dari kejauhan.Setelah berinteraksi selama beberapa hari ini, mereka semua sudah semakin akrab lagi. Mereka tidak lagi merasa sungkan, alhasil suasana pun terasa sang
Vivian mengeluarkan kotak dadu dan sebuah buku. “Ini buku hukumannya!”Mellisa mengangguk. “Seru!”Sonia tentu tidak berpendapat lain.Pelayan segera datang untuk mengocok dadu. Vivian menebak angka dua, Mellisa menebak angka lima, dan Sonia pun menebak angka tujuh.Vivian berlagak tenang terus menatap Sonia dengan mengangkat-angkat alisnya, seolah-olah sedang menantangnya saja.Pelayan lalu membuka, dan kali ini Vivian pun kalah!Kemudian Vivian membuka buku hukuman sendiri. “Berpelukan dengan semua lelaki di tempat ini selama satu menit.”“Kalau orang yang kalah tidak bersedia menerima hukuman, dia diperbolehkan minum tiga gelas atau bernyanyi.”Vivian melebarkan matanya tanda dirinya sangat terkejut. Dia berani memeluk Rendi dan juga Maxwell, tapi tidak dengan Reza yang dingin itu. Dia saja tidak berani banyak bicara dengan Reza, mana mungkin berpelukan dengannya.Vivian tidak berani melakukannya. Jadi pada akhirnya, dia memilih untuk bernyanyi.Suara Vivian sangatlah merdu. Mellisa
Reza menggenggam tangan Sonia, dan bertanya dengan lembut, “Apa?”Wajah Sonia langsung memerah. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Reza, dan berbicara dengan nada manja, “Peluk dan cium aku, ya?”Nada bicara Sonia sangat lembut, ditambah lagi dengan aroma alkohol yang tercium di diri Sonia, detak jantung Reza langsung berdegup kencang. Dia menatap Sonia, lalu tersenyum. “Tentu saja boleh!”Selesai berbicara, Reza menggendong Sonia ke atas pahanya, lalu mencium bibir Sonia.Suara sorak dan tawa terdengar dari sekeliling.Wajah Sonia terasa sangat panas. Awalnya dia mengira hanya ciuman biasa saja, siapa sangka Reza malah menciumnya dengan menghayati seperti di malam hari. Dia sama sekali tidak menghiraukan orang-orang yang melihatnya.Kepala Sonia sudah mulai pusing. Dia spontan menggenggam erat lengan Reza, memaksa dirinya untuk menenangkan diri. Sonia mendorong Reza dan menundukkan kepalanya sambil berkata, “Terima kasih.”Kemudian Sonia langsung kembali ke mejanya. Dia berlagak tena
Setelah Sonia meninggalkan acara, Vivian dan Mellisa melanjutkan obrolan mereka. Tak lama kemudian, Mellisa pun sudah hampir kehilangan kesadarannya.Maxwell datang memeluk Mellisa ke dalam pelukannya, lalu berbicara dengan suara lembut, “Istriku sudah lama nggak mabuk. Kurasa dia pasti sangat gembira hari ini.”Vivian juga sudah minum banyak, tapi dia masih bisa tersenyum. “Hari ini semuanya juga sangat gembira.”Maxwell menundukkan sedikit kepalanya terhadap Rendi. “Aku antar istriku pulang dulu. Kita jumpa besok.”Rendi membalas dengan tersenyum, “Sepertinya istrimu sudah mabuk berat. Aku akan suruh Vivian untuk bantu kamu.”Selesai berbicara, Rendi langsung memberikan isyarat mata terhadap Vivian.Wajah Vivian awalnya memerah lantaran mabuk. Tapi saat ini wajahnya seketika memucat. Dia juga terbengong di tempat.Rendi masih tetap tersenyum. Dia lalu mendesak Vivian, “Kenapa? Pergi sana!”Kali ini Vivian baru merespons, “Oh.” Kemudian, dia bersama Maxwell memapah Mellisa kembali ke
Setelah kembali ke vila tempat tinggal Vivian dan Rendi, Rendi masih belum tidur. Dia pun merasa terkejut ketika melihat keberadaan Vivian. “Kenapa kamu pulangnya secepat ini?”Vivian bersandar di pagar sambil tersenyum. “Sepertinya aku sudah mengecewakanku. Maxwell nggak tertarik sama aku.”Rendi merasa sangat kecewa dan juga aneh. “Kenapa bisa begini?”“Mungkin pesonaku masih kalah sama istrinya, makanya dia nggak ingin khianati istrinya.” Vivian mengangkat-angkat pundaknya, lalu berjalan ke dalam kamar. “Aku capek, aku tidur dulu.”Rendi juga tidak berkata lain. “Kamu pergi istirahat sana.”Vivian juga tidak membalas lagi, dan langsung masuk ke kamar. Begitu pintu kamar ditutup, dia langsung menangis untuk meluapkan kesedihannya.Keesokan harinya, Sonia bangun dan menyadari dirinya sedang berada di dalam pelukan Reza. Sepertinya semalam Sonia sudah terlalu kelewatan. Alhasil tubuhnya terasa tidak nyaman, dan bahkan kepalanya juga terasa sangat pusing.Reza membujuk Sonia untuk sarap
“Prang!” terdengar suara retakan botol anggur yang kuat. Anggur merah langsung mengalir dari atas kepala Rendi. Dia pun terhuyung-huyung, lalu bersandar di meja merah.Darah dan anggur merah menyatu, mengagetkan orang-orang yang melihatnya.Reza mendekat dengan perlahan. Sepasang mata hitamnya dikedipkan dan terlihat sangat galak. Dia setengah jongkok di depan Rendi, dan bagian runcing di ujung botol itu langsung ditusukkan ke leher Rendi.“Kalau kamu berani sentuh Sonia, aku akan lempar kamu ke laut untuk dijadikan makanan ikan. Apa kamu mengerti?”Rendi yang sedang berlumuran darah itu menatap Reza dengan terkejut. Dia pun langsung mengangguk.Reza melempar botol anggur di tangan, lalu mulai berdiri. Tatapan dinginnya menyapu ke sisi Rendi, baru berjalan pergi.Kali ini Rendi baru berani bersuara, “Tolong! Tolong!”Tak lama kemudian, terdengar suara kaki orang-orang berlari ke lantai atas. Saat itu Rendi sudah kehilangan kesadarannya dan jatuh pingsan.Reza kembali ke vilanya, lalu b
Sonia mengerutkan keningnya. “Bukannya kamu pergi cari Pak Rendi?”Reza mengangkat dagu Sonia dan tersenyum. “Aku cuma bercanda. Dia nggak sengaja numpahin anggur di bajuku.”Setelah kembali tadi, Reza awalnya berencana untuk mandi dulu. Tapi dia tidak bisa menemukan Sonia, dia pun panik hingga hampir lupa mandi.“Oh!” balas Sonia, lalu kembali bersandar di depan dada Reza. “Dia ada urusan apa?”“Nggak ada urusan apa-apa!”Mereka berdua lanjut berbincang-bincang. Meski mereka tidak sedang berbicara, mereka juga tidak merasa canggung. Sonia merasa liburan kali ini adalah liburan yang paling asyik.…Sore harinya, Maxwell sudah mengetahui kabar cedera Rendi. Dia bersama istrinya pergi menjenguk Rendi.Kepala Rendi terlihat sedang dalam keadaan dibalut kain kasa dan wajahnya juga terlihat memucat. Rendi pun berkata dengan tersenyum, “Nggak apa-apa. Aku jatuh dari tangga.”Mellisa bertanya dengan penuh perhatian, “Apa kamu sudah lihat dokter? Apa perlu lakukan pemeriksaan di rumah sakit?”
Reza berdiri di lantai atas. Ketika melihat mereka berdua sedang duduk di anak tangga sembari mengobrol, tatapannya kelihatan tajam.Beberapa saat kemudian, Reza berjalan menuruni tangga. Menyusuri lorong panjang yang klasik dan sunyi, Melvin kebetulan berjalan ke arah yang sama. Tujuan mereka berdua adalah Sonia. Ketika saling melihat satu sama lain, mereka serempak berhenti.Di bawah lorong, lentera besi hitam bergaya istana berkelip dengan cahaya dingin yang redup. Di luar sana, kembang api sedang dinyalakan, percikan cahaya yang gemerlap menerangi dan meredupkan wajah tampan keduanya secara bergantian.Sosok Reza sebagian bersembunyi dalam bayangan gelap. Garis wajahnya menjadi lebih tegas dan tajam. Tekanan kuat yang dia pancarkan membuat udara dingin malam ini terasa semakin tipis.Mengenai Melvin, dia tetap menunjukkan gaya santainya. Anting dengan batu berlian hitam menghiasi daun telinganya. Rompi hitam dipadukan dengan kemeja putih. Sementara, kedua tangannya dimasukkan ke da
Kelihatan sekali pria itu sudah mabuk. Dia menindih Sintha, lalu mencium wajah si wanita. Sintha yang mabuk itu juga tidak memiliki tenaga untuk meronta. Dia hanya bisa memejamkan matanya sembari menangis saja.Saat Sonia hendak membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi, tiba-tiba terdengar suara “sret”, gaun Sintha sudah dilepaskan.“So … Sonia!” jerit Sintha dengan menangis terisak-isak. Hanya saja, suara itu sangat kecil. Di tempat yang ramai ini, tidak akan kedengaran sama sekali.Sonia menarik napas dalam-dalam, lalu membalikkan tubuhnya untuk berjalan mendekat. Dia berkata kepada si pria, “Lepaskan dia!”Sintha berusaha untuk melihat ke sisi Sonia dengan tatapan penuh rasa takut. Dia juga sedang mengisyaratkan Sonia untuk memelasnya.Pria itu memiliki perawakan yang sangat tinggi. Dia menatap Sonia dengan galak, lalu membalas dengan nada sinis, “Bukannya pengiring pengantin wanita memang untuk dipermainkan tamu!”Sepertinya pria itu bersikap lancang bukan karena di bawah pengaruh
Sintha segera berkata, “Terserah Tuan Jason mau minum berapa gelas, aku akan temani kamu!”“Hebat sekali?” Jason tertawa, lalu melihat ke sisi Bondan. “Ambil beberapa gelas besar. Tuang alkohol sampai penuh untuk Nona Sintha.”Bondan dan yang lainnya juga tidak takut untuk memperbesar masalah. Mereka segera mengambil tiga gelas kosong yang bisa mengisi dua sampai tiga botol alkohol. Semuanya dituang hingga penuh, lalu disusun di hadapan Sintha.Jason mengangkat-angkat alisnya untuk menatap wanita itu. “Ayo, diminum! Biar aku lihat seberapa tulusnya Nona Sintha!”Sintha tersenyum. “Tuan Jason lagi bercanda, ‘kan?”Bondan langsung berkata, “Tadi Nona Sintha sendiri yang bilang akan temani aku minum berapa gelas pun. Ternyata kamu lagi bercanda?”Selain Reza, suara para pria di ruangan ini terdengar lembut. Senyuman juga merekah di wajah mereka. Jantung Sintha pun berdebar ketika melihatnya. Jadi, Sintha sendiri juga tidak tahu apa yang sedang mereka pikirkan.Sintha menatap Ranty untuk m
Acara resepsi pernikahan sudah dimulai. Matias membawa Ranty untuk bersulang terhadap para tamu. Rose pergi mengangkat telepon. Pengiring pengantin wanita yang lain juga duluan meninggalkan acara lantaran ada urusan. Hanya tersisa Sonia dan Sintha saja di sisi Ranty.Bersulang hanyalah sebuah bentuk formalitas. Terserah Ranty ingin minum atau tidak. Tidak ada juga yang berani memabukkannya. Otomatis Sonia dan yang lain tidak perlu membantu Ranty untuk meminum alkohol.Akhirnya mereka tiba di meja anggota Keluarga Dikara, Sutini ingin mendapatkan hati Keluarga Atmojo. Dia sengaja menunjukkan hubungan “dekatnya” dengan Sonia di hadapan Ranty. Saat kedua mempelai belum tiba, Sutini pun sudah berdiri, lalu menyapa dengan ramah, “Sonia!”Tatapan Ranty tertuju pada anggota Keluarga Dikara. Dia langsung berjalan ke sisi meja tersebut.Matias merangkul pinggang Ranty. Tentu saja dia akan membiarkan Ranty melakukan apa pun!Raut wajah Sonia kelihatan dingin. Dia seolah-olah tidak kedengaran sap
Aura Reza menjadi dingin. Tatapannya terus tertuju pada layar ponsel.Di bagian depan adalah rekaman yang dibuka Rafael sebelumnya. Melvin sedang mengutarakan perasaannya terhadap Sonia dengan nada bercanda.Tidak lama kemudian, Sonia mendorong Melvin. Kemudian, ditemukan Rafael yang digebuki Melvin. Setelah itu, Melvin bertanya kenapa Sonia sendirian.Sonia mendengus dingin. “Kamu nggak usah provokasi hubungan kami. Meskipun Reza nggak sempat kembali ke acara resepsi pernikahan kami, aku tetap akan menjalankannya sendiri!”Melvin berkata dengan nada gusar, “Kamu bukan bodoh, tapi memang sudah korslet!”Sonia mengangkat sedikit dagunya. Nada bicaranya terdengar serius. “Sekarang kamu sudah tahu betapa aku mencintainya, ‘kan?”Rekaman bagian belakang berhenti pada ekspresi wajah Sonia. Terlihat sedikit serius dan juga arogan di atas wajahnya.Saat Sonia mengatakan meski Reza tidak kembali, Sonia tetap akan melangsungkan pernikahannya, ujung bibir Reza spontan melengkung ke atas. Pada sa
“Sudahlah!” Sutini berkata dengan nada serius, “Apa kalian tidak sadar di mana kalian sekarang? Apa kalian merasa belum cukup memalukan?”Reviana membujuk Aminah. “Kak Aminah juga jangan marah-marah lagi!”Aminah yang gusar itu tidak kelihatan elegan seperti biasanya. Dia berkata dengan tersenyum dingin, “Jelas-jelas masalah ini masalah Sonia-mu, kamu malah mendorong tanggung jawab. Benar apa kata Celine, didik anakmu dengan baik. Segera carikan suami buat dia. Jangan permalukan nama Keluarga Dikara!”Reviana yang dimarah pun tertegun. Tadinya dia ingin berpihak di sisi Aminah, siapa sangka dia malah dimarah oleh Aminah. Iya! Semua ini gara-gara Sonia!Rasa benci Reviana terhadap Sonia semakin bertambah.Hani menyesap tehnya, kemudian berkata dengan tenang, “Sekarang reputasi Keluarga Dikara juga mengandalkan ketenaran King. Kalian malah bilang Sonia sudah mempermalukan Keluarga Dikara? Itu namanya habis manis sepah dibuang!”“Kamu ….” Aminah memelototi Hani.Ucapan Hani memang kasar,
Begitu Celine tamat kuliah, dia langsung bekerja di Herdian Group. Padahal dia sudah bekerja di sisi Reza dalam waktu lama, Reza malah berhasil direbut oleh putri yang dicampakkan Keluarga Dikara!Sonia memang pintar dalam menggoda pria!Celine menggenggam tangannya dengan geram. Tatapannya terus tertuju pada ciuman panas mereka berdua. Tidak lama kemudian, Sonia mendorong Reza. Setelah mereka berdua saling bergandengan meninggalkan tempat, Celine baru berjalan keluar pot bunga. Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian kembali memasuki aula.Setelah kembali ke dalam aula, Sutini segera menyapa, “Celine, ayo kemari!”Sutini sengaja mengosongkan satu tempat untuk Celine. Celine dengan patuh duduk di sampingnya. Tangannya pun digenggam oleh Sutini. “Kenapa kamu kelihatan agak pucat? Apa cuaca di luar sana dingin?”Celine menarik ujung bibirnya. “Aku nggak kenapa-napa!”“Celine memang tidak tahan dingin. Dia akan pucat kalau kedinginan.” Aminah menuangkan teh hangat untuk Celine. “Minum teh
Rafael sudah mempersiapkan dirinya untuk dipukul. Meski ditumbuk dua kali, dia juga hanya berani memeluk kepala dengan kedua tangannya saja. “Tuan Melvin, aku bersalah. Aku benar-benar bersalah. Aku tidak berani lagi. Mohon ampuni aku kali ini. Kelak aku pasti akan memperlakukanmu sebagai bosku!”Sebelumnya Rafael juga sudah memikirkannya. Jika dia menyinggung Reza, seluruh anggota keluarganya akan terkena imbasnya. Jika dia menyinggung Melvin, paling-paling dia hanya akan dipukul saja!Melvin sungguh gusar. Dia langsung menendang Rafael. “Awas! Jangan sampai aku melihatmu lagi!”Rafael dipukul hingga kepalanya kliyengan. Saat Melvin sedang menghela napas, dia pun langsung melarikan diri.Melvin bersandar di dinding, lalu mengeluarkan sebatang rokok untuk menyalakannya. Dia mengisap rokok dengan kuat. Saat kepikiran sesuatu, ujung bibirnya langsung melengkung ke atas.Melvin tidak peduli dengan pandangan orang di sekitar. Dia hanya ingin memancing emosi Reza saja!…Setelah Melvin perg
Ketika Yahya melihat wajah tampan dan sikap sopan Melvin, dia semakin menyukai sosok anak muda ini. “Melvin, sudah lama kita tidak berjumpa. Kalau ada waktu, kamu main ke rumah.”“Baik!” Melvin tersenyum tipis.Martin menyadari Melvin sudah lebih dewasa daripada sebelumnya. Dia juga merasa gembira. Baru saja dia hendak berbicara, terdengar suara panggilan, “Tuan Melvin!”Usai mendengar, Melvin membalikkan kepalanya. Ketika melihat sosok Rafael, senyuman di wajahnya memudar dalam seketika. Dia mengira Rafael datang untuk minta maaf. Jadi, Melvin bertanya dengan suara dingin, “Ada masalah apa?”Rafael telah mengganti pakaiannya. Hanya saja, tetap terlihat bekas memar di wajahnya dan juga dua buah gigi yang ompong itu. Dia menatap Melvin dengan emosi. Dia tidak berani berbicara, tetapi dia juga tidak berani untuk tidak berbicara.Ancaman Reza masih terngiang-ngiang di telinga Rafael. Jika dia tidak melakukan sesuai dengan perintah Reza, seluruh keluarganya Rafael akan terkena imbasnya.Sa