Setelah Reza bangun, Sonia pun baru mulai melebarkan kedua matanya. Dia menoleh menatap teriknya sinar matahari di luar jendela. Sonia pun bangkit dan meregangkan tubuhnya.Hanya saja ketika Sonia hendak menuruni ranjang, dia pun menyadari bahwa kedua kakinya terasa lemas hingga hampir terjatuh.Begitu mengangkat kepalanya, tampak Reza yang berada di depan pintu kamar mandi sedang tersenyum padanya. Saat ini Reza hanya membalut bagian bawah tubuhnya dengan handuk. Dia baru saja selesai membasuh tubuhnya, bahkan masih tampak bulir-bulir air di atas wajahnya.Wajah Sonia langsung memerah. Dia mengambil bantal dari atas ranjang, dan melemparkannya ke sisi Reza. Dia pun berteriak dengan mengerutkan keningnya, “Jangan ketawa!”Reza menangkap bantal dan berjalan mendekati Sonia. Dia lalu menggendong Sonia ke dalam kamar mandi. “Aku bukan sedang menertawakanmu, aku cuma tersenyum saja!”Sonia pun terdiam membisu.Robi sudah mengutus pelayan untuk mengantar pakaian ganti dan sarapan untuk mere
Jason tersenyum nakal. “Dari nada bicaramu, sepertinya kamu sudah dipuaskan semalam?”“Diam!” marah Reza yang sedang diam-diam tersenyum. “Rumahmu di Imperial Garden kosong, ‘kan? Untuk sementara waktu ini, temanku akan tinggal di sana.”Jason menyindir, “Jangan-jangan teman yang kamu maksud adalah Sonia? Kamu tinggal di lantai atas, sedangkan dia tinggal di lantai bawah. Terkadang bisa saling ke rumah satu sama lain. Kalian memang pintar, ya!”“Bukan dia!” Reza malas bicara panjang lebar dengan Jason lagi. “Pokoknya aku sudah beri tahu kamu. Aku masih ada rapat, aku tutup dulu!” Setelah mengakhiri panggilan, Reza meletakkan ponselnya, dan mulai membaca dokumen di atas meja.Di luar ruangan Presdir, Celine memeluk setumpukan dokumen, dan dia pun bertemu dengan seorang asisten yang sedang mondar-mandir di depan pintu.“Gina!” sapa Celine. “Apa kamu mau cari Pak Reza? Kenapa kamu nggak masuk?”Gina menoleh lalu berkata dengan mengerutkan keningnya, “Ini ada dokumen dari kantong cabang A
Tandy berbicara, “Kamu jangan senang dulu. Kamu bilang kamu akan kasih aku kejutan setelah selesai ujian. Mana kejutannya?”“Hah?” Senyuman di wajah Sonia langsung terkaku.Awalnya Sonia ingin memberi tahu masalah pengunduran dirinya setelah Tandy selesai ujian. Tapi pada kondisi saat ini, sepertinya Sonia tidak bisa mengundurkan diri lagi. Kejutan yang dipersiapkannya otomatis menghilang.Ketika merasa ada yang aneh dengan diri Sonia, Tandy mendengus lalu berkata, “Jangan-jangan kamu sedang berbohong?”“Nggak! Nggak!” Sonia tersenyum canggung. Untung saja Tandy sedang berada di ujung telepon tidak bisa melihat ekspresinya. “Bukannya kamu bilang ingin kasih aku kejutan? Kamu beri tahu aku dulu!”Tandy langsung berkata, “Jangan coba untuk mengalihkan pembicaraan. Cepat katakan, kejutan apa yang kamu persiapkan?”Sonia memutar bola matanya, dia tiba-tiba teringat sesuatu, lalu berkata, “Memang ada sebuah kejutan untukmu. Kamu akan tahu besok!”Reza pernah mengatakan bahwa orang tua, aban
Sonia sungguh tidak tahu bagaimana mendeskripsikan betapa malunya dia saat ini. Dia pun berbicara dengan tersenyum, “Nggak, deh. Aku sudah dapat gaji sama bonus dari kamu. Jadi, aku berkewajiban untuk mengajar Tandy. Kalian nggak perlu berterima kasih sama aku.”“Nggak apa-apa. Mereka hanya ingin bertemu sama kamu. Aku sudah janji untuk membawamu menemui mereka,” balas Reza.Sonia berpikir sejenak, lalu berkata, “Ya sudah, aku juga kangen sama Tandy.” “Emm, tidurlah!” Reza mencium kening Sonia, lalu meninggalkan kamar.Sonia menatap pintu yang perlahan merapat, dan raut wajahnya baru berubah santai. Dia berusaha menenangkan dirinya, dan melanjutkan tidurnya.Pada hari Sabtu, Reza tidak pergi bekerja, dan Sonia juga tidak perlu pergi ke Kasen. Saat mereka bangun, waktu pun sudah menunjukkan pukul delapan pagi.Sewaktu Sonia meregangkan tubuhnya di balkon, dia pun mendengar ada suara bel pintu.Sonia mengira ada yang datang mengantar sarapan. Dia pun segera membukakan pintu, lalu tampa
Di dalam mobil, Reza menggenggam erat tangan Sonia, lalu berbicara dengan lembut, “Ayahku orangnya agak serius, sedangkan ibuku lebih periang. Kakak dan kakak iparku juga gampang diajak bicara. Kamu nggak usah gugup, kamu hanya perlu jawab pertanyaan mereka saja. Kalau mereka beri kamu hadiah, kamu terima saja.”Dari nada bicara Reza, Sonia malah merasa dirinya akan bertemu dengan calon mertua saja. Dia berusaha mengesampingkan pemikirannya, berlagak tenang dan berkata, “Bukankah hanya ingin berterima kasih? Untuk apa aku merasa gugup?”Reza tersenyum tipis. “Baguslah kalau kamu nggak gugup! Tasya pergi liburan ke Negara Jemadi, jadi dia akan pulang bersama mereka. Nanti kalian bisa mengobrol juga.”Sudah lama Sonia tidak bertemu dengan Tasya. Ketika mendengar Tasya ikut pulang, Sonia pun mengangguk. “Emm.”Tak lama kemudian, akhirnya mereka tiba di Kediaman Herdian. Reza dan Sonia menuruni mobil, lalu berjalan ke dalam vila.Pelayan maju untuk menyambutnya, dan berbicara dengan hormat
Reza yang duduk di hadapan Sonia pun bertanya, “Di mana Ayah dan Kakak?”Diana membalas, “Mereka ada sedikit urusan, lagi bicara di ruang baca. Sepertinya sebentar lagi mereka akan turun!”“Emm.” Reza mengangguk dengan perlahan.Setelah meletakkan gelas teh, Lysa menatap Sonia dengan tersenyum ramah. “Dengar-dengar Sonia masih kuliah tahun ketiga. Kamu begitu cantik dan unggul, ya. Apa kamu orang Jembara?”Sonia membalas, “Aku lahir di Atria.”“Oh!” Lysa tersenyum dengan lembut. “Itu berarti kamu kuliah di luar kampung halamanmu. Kelak kalau kamu ada masalah, kamu bisa datang ke rumah atau minta bantuan Reza. Jangan sungkan-sungkan!”Diana ikut nimbrung, “Kamu jangan mengejutkan Bu Sonia. Lihat saja seberapa galaknya si Reza, mana mungkin Sonia berani bicara sama dia.”Reza melirik Sonia sekilas, lalu berbicara dengan datar, “Aku nggak galakin dia. Coba kalian tanya bagaimana aku memperlakukannya?”Sonia spontan kegugupan. Dia sungguh takut ucapan Reza akan menimbulkan kesalahpahaman o
Sonia terpaksa menerimanya, dia pun berterima kasih terhadap Diana, “Terima kasih, ya!”“Nggak perlu sungkan, malah aku yang seharusnya berterima kasih sama kamu!” Diana tersenyum ramah, sepertinya dia sangat menyukai Sonia.Saat mereka semua sedang mengobrol, kebetulan ayah dan kakaknya Reza menuruni tangga. Mereka semua spontan berdiri.Diana memperkenalkan Sonia kepada ayahnya Reza, Tommy Herdian dan kakaknya Reza, George Herdian. Sonia lalu menyapa mereka berdua dengan sopan.Sama seperti yang dikatakan Reza, Tommy sangat serius dan tidak terlihat sedikit pun senyuman di wajahnya. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya sedang dipikirkannya.Sementara itu, wajah George sungguh mirip dengan Reza. Dia mengenakan sebuah kacamata hitam, terlihat seperti seorang peneliti saja. George meninggalkan kesan sangat lembut, ramah, dan gampang untuk didekati baginya.Sonia merasa George sungguh mirip dengan ibunya, sedangkan si Reza sungguh mirip dengan ayahnya.George tersenyum pada Sonia, lal
“Cantik, nggak? Saat aku melihatnya, aku pun merasa gelas ini sangat cocok sama kamu,” ucap Tasya sambil memiringkan kepalanya.“Suka!” Sonia meraba corak bunga di atas gelas. “Terima kasih!”“Nggak usah sungkan!”Mereka berdua mengobrol beberapa saat. Ketika mereka membahas masalah keluarga Tasya, Sonia pun spontan bertanya, “Apa Paman Reza sudah lama nggak pacaran?”“Pamanku yang satu itu, ya?” Tasya bersandar di sofa, lalu berpikir sejenak baru berkata, “Aku hanya tahu dulu dia pernah berhubungan baik dengan Gina.”“Tapi kemudian dia punya perjanjian pernikahan bisnis, dan Kak Gina pergi mengembangkan kariernya di Negara Madani. Tak lama kemudian, Paman pergi ke Negara Madani juga. Aku kira dia pergi cari Gina, ternyata bukan.”Sonia bertanya, “Apa mereka putus gara-gara perjanjian pernikahan itu?”Tasya menggelengkan kepalanya. “Waktu itu aku sedang kuliah dan tinggal di asrama sekolah. Aku nggak begitu jelas dengan masalah mereka.”Sonia mengangguk dan tidak lanjut bertanya lagi.
Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kalau ada cowok dengan persyaratan sebagus itu, kenapa kamu menyisakannya untukku?”Ranty berkata dengan menghela napas. “Karena aku sudah masuk ke dalam jebakan Matias. Kalau nggak, aku pasti akan mengejarnya!”Theresia tersenyum. “Sudahlah, belakangan ini aku benar-benar lagi sibuk. Nggak ada waktu buat pacaran!”“Sejak kapan kamu punya waktu? Jangan cari alasan. Aku saja nggak pernah lihat kamu pacaran. Sebagai teman, aku merasa sudah seharusnya kamu mempertimbangkannya!”Theresia terdiam. Tiba-tiba dia kepikiran dengan malam meninggalkan Hondura. Pria itu memberitahunya untuk mencari orang yang kamu sukai dan hidup dengan baik.Waktu itu, Theresia benar-benar berjanji padanya. Dia memang merasa sudah seharusnya berpamitan dengan masa lalu, lalu memulai hidup barunya.Ketika menyadari Theresia tidak berbicara, Ranty berkata dengan tersenyum, “Hanya ketemuan saja. Kalian juga bukan mesti bersama setelah bertemu. Kamu bisa anggap jadi sebuah pen
Dalam sesaat, Jason teringat dengan mereka berempat sebelumnya tinggal di sini. Dia mengajari Kelly bagaimana mendapatkan hati orang yang dia sukai. Kelly membalasnya, “Aku juga nggak suka sama kamu!”Meskipun waktu sudah berlalu lama, Jason masih saja bisa merasakannya!Jason menghela napas. “Sudahlah, kalian lebih akrab. Cuma aku saja orang luar di sini!”Yana menjerit, “Ayah, aku dan kamu sama-sama jadi orang luar!”Semua orang langsung tertawa.Jason terharu hingga kedua matanya berkilauan. “Yana memang baik. Memang tidak salah lagi, Yana memang putri kandungku!”“Jangan cerewet lagi. Cepat pergi potong kentang sana!” Reza menarik Jason untuk kembali ke kamar.Di dalam ruang tamu, Kelly menyerahkan biskuit cokelat buatannya kepada Sonia. “Apa masalah sudah diselesaikan? Saat aku di Lonson, aku sangat mencemaskanmu. Kata Kak Jason, aku mesti percaya dengan kemampuan kamu dan Kak Reza! Sesuai dugaannya, begitu kalian kembali, semua masalah pun sudah diatasi. Aku benar-benar merasa sa
Sonia berkata canggung, “Hallie masih berada di Kediaman Keluarga Herdian.”“Aku sudah beri tahu Ibu. Malam ini kita akan tinggal di rumah Tuan Aska untuk temani Kakek. Aku suruh Ibu untuk bantu jaga Hallie,” ucap Reza dengan perlahan.Sonia memalingkan kepala untuk melihat Reza. “Kalau di Kediaman Keluarga Herdian, juga nggak ada yang ganggu kita. Ngapain kamu mesti bohong?”Kebetulan mobil sedang berhenti di depan lampu merah, Reza memalingkan wajahnya untuk menatap Sonia. “Aku takut kamu tidak bebas di rumah!”Wajah Sonia seketika merona. Dia memelototi si pria hingga tidak bisa berkata-kata.Reza tersenyum tipis. “Bercanda. Jason dan Kelly sudah kembali ke Imperial Garden. Katanya, mereka sudah persiapkan yang enak-enak untuk menyambutmu.”Sonia meliriknya sekilas, lalu memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela.“Umur Hallie dan Tasya sebaya. Selama di rumah, kamu tenang saja!” ucap Reza.“Emm!” Sonia mengangguk dengan perlahan.“Kebetulan ada yang ingin aku katakan sama kamu,
Reza kelihatan tenang. “Sebelum kamu pulang, Sonia selalu menerima segalanya!”Maksudnya, sekarang giliran Morgan.Morgan mengeluarkan ponsel dengan tenang. “Aku lihat dulu apa ada misi belakangan ini?”Semua orang langsung tertawa.Saat hampir menyelesaikan makan siang, Sonia menyadari Rose yang duduk dengan tidak fokus. Dia mencedok sup untuk Rose. “Ada apa?”Rose menggenggam tangan Sonia. “Sonia, coba kamu pegang kepalaku. Apa aku demam?”Sonia mengangkat tangannya untuk memegang. Memang terasa panas. “Ada masalah apa? Aku panggil dokter kemari!”“Ada apa?” Aska kemari.“Rose demam!” balas Sonia.Semua orang menjadi diam, lalu menatap Rose dengan penuh perhatian.Rose melambaikan tangannya. “Nggak apa-apa. Nggak usah panggil dokter. Semalam aku dan Devin kelamaan di jalan raya. Mungkin aku jadi flu karena masuk angin.”Kening Aska berkerut. “Kondisi tubuhmu tidak bagus dan sering sakit. Memangnya kamu tidak tahu? Kenapa malah berdiri tengah malam di pinggir jalan?”Rose tidak memili
“Bukan!” Tentu saja Sonia tidak bermaksud seperti itu. Dia hanya merasa agak konyol.“Theresia juga cukup malang. Dia nggak punya orang tua. Seorang diri bekerja keras di Kota Jembara. Kalau dia benar-benar bersama Tuan Morgan, bisa jadi mereka bisa akan jadi pasangan sejati!” Tadinya Ranty hanya sembarangan bicara saja. Saat ini, dia malah merasa masalah ini bisa direalisasi. “Seharusnya Kakek nggak akan merasa latar belakang Theresia nggak pantas menjadi bagian Keluarga Bina, ‘kan?”“Tentu saja nggak!” balas Sonia.“Baguslah kalau begitu!” Ranty kelihatan gembira, seolah-olah masalah ini telah berhasil.Sonia tersenyum tipis. “Kak Morgan juga belum pasti akan setuju!”“Kalau begitu, kamu jangan beri tahu dia dulu. Setelah bertemu dengan Theresia, bisa jadi dia akan terpesona oleh Theresia!” Ranty tersenyum nakal. “Theresia itu cewek cantik yang disukai para cowok dan cewek. Dia pasti bisa menarik Tuan Morgan kembali ke dunia fana!”Sepertinya pikiran Sonia berhasil dicuci oleh Ranty.
Ranty telah tiba di rumah Aska. Dia berbasa-basi beberapa saat dengan Jemmy dan yang lain, kemudian menarik Sonia untuk berbicara di samping.“Stella nggak bisa berulah lagi. Dia sudah bertengkar hebat sama Reviana. Sandaran terakhirnya juga sudah hilang. Aku nggak apa-apain dia, cuma bikin dia kehilangan segalanya. Dengan begitu, dia baru bisa merasakan kehidupannya yang semula.”Usai berbicara, Ranty menyerahkan uang hasil transfer Stella tadi kepada Sonia. “Aku sudah periksa sebelumnya, uangnya juga nggak banyak, sekitar 40 miliar saja. Kalau kamu bersedia untuk menyimpannya, kamu ambil saja. Kalau kamu nggak mau, kamu bisa kembalikan kepada Hendri.”Sonia mengambil kartu di tangan, lalu berpikir sejenak, baru berkata, “Aku ingin kembalikan kepada Keluarga Dikara!”Ranty mencemberutkan bibirnya. “Aku tahu kamu pasti akan luluh.”Sonia tersenyum tipis. “Bukan juga. Sekarang perusahaan Keluarga Dikara sedang merugi. Para klien yang dirugikan itu nggak bersalah. Bank akan menyita aset
Jantung Yandi berdebar. Rasa kebas mulai menjalar di dirinya. Dia spontan bersandar ke belakang, lalu menarik kemejanya untuk menutupi bagian pundak yang terpampang lebar. “Aku baik-baik saja. Kamu pulang sana!”“Nggak usah usir aku. Aku akan pergi sendiri nanti!” Tasya meletakkan obat kembali, lalu berkata dengan serius, “Kenapa kamu bisa tertembak? Apa kamu bergabung dalam organisasi gelap? Apa kelak kamu akan sering bertarung lagi?”Yandi menatapnya. “Takut?”“Takut!” Tasya langsung menatap mata Yandi. “Aku takut kamu akan mati!”Yandi tertegun.Tasya berkata dengan menggigit bibirnya, “Aku nggak peduli dengan apa yang kamu lakukan dulu. Kelak aku berharap kamu jangan ke sana lagi, melewati hidupmu dengan baik, ya?”Tadinya Yandi ingin mengatakan bahwa dia memang tipe orang seperti itu. Namun, ketika melihat mata merah Tasya, dia pun tidak beradu lagi dengan Tasya, hanya mengangguk dengan perlahan saja. “Aku punya batasan!”Mereka semua adalah orang dewasa, terutama Yandi. Dia lebih
“Biarkan aku tetap berada di sisimu, kita bisa tetap berteman seperti dulu, tapi jangan lagi bersikap dingin dan menjauhiku! Beri kita waktu untuk saling memahami perasaan satu sama lain. Kalau kamu tetap nggak bisa menyukaiku, aku akan mundur.” Tasya mengucapkan kalimat terakhir itu dengan suara terisak-isak.Yandi tidak langsung menjawabnya. Setelah berpikir sejenak, dia mengangguk dengan perlahan. “Oke, boleh!”Tasya tersenyum manis, tetapi dibaluti dengan air mata. Sosok dia saat ini menyentuh hati siapa pun yang melihatnya.Tasya tersenyum karena dirinya memiliki harapan dan juga tersenyum karena dirinya yang tidak berguna. Padahal Yandi tidak menjanjikan apa-apa, dia malah merasa gembira.Tasya buru-buru menyeka air matanya, lalu mengulurkan tangannya sembari berkata dengan sedikit canggung dan berani, “Boleh nggak aku peluk kamu?”“Ja ….”Belum sempat Yandi menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Tasya melompat ke arahnya dan memeluknya erat, menempelkan tubuh mungilnya ke dada pria
Kening Yandi berkerut. “Aku saja tidak peduli. Orang lain lebih tidak usah peduli!”“Tapi, aku peduli!” Tiba-tiba mata Tasya memerah. Dia berkata dengan terisak-isak, “Semalaman aku nggak tidur. Aku takut Leon dan yang lainnya nggak tahu cara untuk jagain kamu. Bahkan ketika bermimpi, aku juga bermimpi kamu berdiri di depanku dengan darah di seluruh tubuhmu!”Yandi terbengong melihat wanita bermata merah. Hatinya terasa sesak. Dia sama sekali tidak mengatakannya.Tasya memalingkan kepalanya, lalu menarik napas dalam-dalam. Dia tidak tahu dirinya sedang marah atau sedih, jantungnya tidak berhenti berdetak kencang.Yandi mengambil tisu untuk Tasya, kemudian berkata dengan datar, “Tasya, mau aku bilang berapa kali baru kamu mengerti. Kita itu bukan orang satu dunia. Dengan pengalaman dari kecilku, pandangan hidup kita berbeda. Kelak kita tidak bisa hidup bersama. Kamu seharusnya mencari orang sebaya, lalu segera berpacaran. Dengan begitu, kamu pun akan melupakanku!”Tasya tidak mengambil