Cahaya di dalam ruang baca mulai meredup, tapi perasaan yang lain malah terasa sangat kentara. Reza membalikkan tubuh Sonia untuk berhadapan dengannya. Kemudian Reza mencondongkan tubuhnya, dan menciumnya.Ketika melihat tingkah penurut Sonia di hadapan anggota keluarganya tadi, Reza pun sudah tidak sabar untuk menindasnya. Padahal sebenarnya Sonia sangat ganas, buktinya Reza masih dapat merasa sakit di bagian dadanya.Tubuh Sonia sedang diselimuti oleh bayangan tubuh si lelaki, dan seluruh indranya juga sedang dikuasai oleh Reza.Kecupan yang diberikan Reza awalnya terasa agak kasar, tapi dia mulai mengurangi tenaganya, berusaha mengecup dengan lembut.Detak jantung Sonia berdegup semakin kencang. Mungkin karena Sonia sedang berada di Kediaman Herdian, makanya dia bisa merasa super gugup.Sonia mulai melebarkan kedua matanya, dan tampak Reza masih memejamkan matanya. Alisnya sangat tebal dan hidungnya sangatlah mancung. Saat ini Sonia merasa Reza sangatlah sempurna.Seolah-olah merasa
“Paman Reza, ya?” Tasya sedikit terkejut. “Apa Paman nampak Sonia?”Nada bicara Reza terdengar datar. “Sepertinya dia lagi di taman.”“Oh, kalau begitu, aku pergi ke taman dulu,” balas Tasya, lalu berjalan pergi.Sonia mengerutkan keningnya. “Bagaimana sekarang?”“Aku antar kamu ke taman.” Si lelaki tersenyum, dia terlihat tidak khawatir sama sekali.“Bagaimana caranya aku ke taman?” Sonia merasa sangat kaget. Jangan-jangan ada lorong rahasia di vila ini?Tak lama kemudian, Sonia tahu dirinya sudah berpikir kebanyakan. Dia melihat Reza berjalan ke sisi jendela, membuka jendela, lalu menoleh berkata, “Loncat saja, taman ada di bawah sana.”Sonia terdiam membisu.Bagaimana mungkin Sonia bisa loncat ke bawah? Tapi kenapa Reza bisa berbicara seperti ini? Apa dia mengetahui sesuatu?Melihat Sonia terbengong, Reza spontan tersenyum, lalu melambaikan tangan. “Kemari.”Sonia berjalan menghampirinya. Kemudian Reza berbicara dengan datar, “Aku loncat dulu. Nanti aku tangkap kamu dari bawah. Kamu
Ketika melihat keberadaan Sonia, Tasya langsung berjalan menghampirinya dengan keringatan dan terengah-engah. “Kamu ke mana? Aku sudah mencarimu ke mana-mana.”Saat ini Sonia asal menunjuk. “Dari tadi aku lihat bunga anggrek di sana.”“Aku kira kamu pergi ke ruang baca. Kebetulan Paman Reza di sana, dia beri tahu aku kalau kamu ada di sini.” Senyuman Tasya terlihat lugu dan manis.Sonia spontan merasa bersalah. “Maaf sudah buat kamu khawatir!”“Oh ya, kebetulan kita lagi di sini, aku bawa kamu lihat taman bunga nenekku, yuk,” ajak Tasya sambil tersenyum. “Di dalamnya ada berbagai jenis bunga yang dibeli Paman Reza. Aku jamin kamu nggak pernah lihat sebelumnya!”“Oke!”Mereka berdua masuk ke taman bunga yang dikatakan Tasya tadi. Selesai mengunjungi taman, mereka berdua dipanggil untuk makan siang.Di dalam vila.Pelayan sudah menyajikan makanan. Diana pun berkata pada Sonia, “Kata Tandy, kamu suka makan yang pedas-pedas. Jadi aku suruh pelayan untuk masak makanan pedas buat kamu. Coba
Sonia membalas dengan sopan, “Iya, terima kasih atas jamuan Nenek.”“Iya, tidak usah sungkan!” Ekspresi Lysa terlihat sangat ramah.Diana dan Tasya mengantar mereka, lalu menatap mobil yang bergerak menjauh.Kali ini Sonia baru bisa menghela napas lega. Melihat ekspresi Sonia, Reza yang sedang mengendarai mobil pun tersenyum. “Aku memang mau ke kantor.”Sonia mengangkat-angkat alisnya. “Oh!”Reza diam-diam mengintip wajah wanita di sampingnya, dan da spontan tersenyum.Begitu mobil memasuki Imperial Garden, Reza memarkirkan mobilnya di parkiran bawah tanah. Sonia menuruni mobil, dan beberapa saat kemudian Reza pun ikut menuruni mobil. Alhasil Sonia merasa sedikit terkejut.Bukannya dia hendak ke perusahaan?Reza berjalan mendekati Sonia, lalu menggandengnya ke arah lift, baru menjelaskan, “Aku tiba-tiba kepikiran, aku sudah pesan Robi untuk mengatasi masalah itu.”Sonia hanya bisa terdiam. Reza pasti sengaja!Setelah naik ke lantai atas, mereka memasuki rumah, dan Reza pun mulai berak
Sonia mengerutkan keningnya. Mana mungkin si Reza akan menghentikan kebiasaan merokoknya begitu saja? Jadi Sonia yakin dirinya akan segera menyantap es krim kesukaannya.Hari ini Sonia sedang istirahat, dia tidak pergi ke Kasen. Jadi dia pun diajak untuk makan bersama Reza.Mereka berdua pergi mengunjungi restoran Kak Widya. Kak Widya tahu bahwa Sonia sangat suka minum teh susu, dia pun membuatkan secangkir es teh susu khusus untuk Sonia. Hanya saja, belum sempat Sonia menyantap minuman kesukaannya, Reza pun langsung berpesan untuk menggantinya dengan teh susu hangat saja.Setelah Widya pergi, Sonia mengedipkan matanya dan berucap, “Bukannya hanya nggak boleh makan es krim? Kenapa minuman dingin juga nggak boleh?”Si lelaki langsung membalas, “Pokoknya nggak boleh!”Sonia merasa Reza sangat konyol. “Bukannya hidupku akan terasa hambar?”Reza berbicara dengan pelan, “Apa kamu masih belum cukup puas dengan apa yang kuberikan tiap malam?”Sosok serius Reza membuat Sonia terbengong sejenak
Riko mengeluh, “Ibu, kenapa Ibu nggak beri tahu aku kalau Paman Reza ke sini?”Widya pun tersenyum. “Aku sibuk sekali. Lagi pula aku saja nggak ketemu kamu, bagaimana caranya aku beri tahu kamu?”Riko berkata, “Aku baru pulang. Ini aku mau bantu-bantu di dapur.”“Cepat pergi sana!” Widya berkata, “Jangan ganggu waktu makan mereka.”Riko mengangguk. Dia merasa ragu, tapi pada akhirnya dia bertanya pada Sonia, “Nona Sonia, boleh nggak aku minta nomor WhatsApp-mu?”Berhubung Riko adalah temannya Reza, Sonia juga segan untuk menolaknya. Dia mengeluarkan ponsel dan berkata, “Oke!”Widya melirik Reza sekilas, dan langsung menarik Riko keluar. “Cepat keluar! Hidangan masih belum disajikan semua!”Riko langsung melambaikan tangannya terhadap Reza dan Sonia. “Nanti aku kembali lagi.”Setelah ibu dan anak meninggalkan ruangan, Sonia pun tidak sanggup menahan tawanya lagi. Senyumannya terlihat sangat manis.Reza duduk bersandar di kursi sambil menatapnya. “Ketawa apa? Ketawa aku dibilang tua? Sed
Keesokan harinya, ketika Sonia bangun, dia menyadari dirinya sedang tidur di kamar master. Sonia melirik sekeliling dengan kebingungan. Sejak Sonia tinggal di Imperial Garden, ini adalah pertama kalinya dia tinggal di kamar master.Biasanya kamar master adalah milik Reza. Tapi hari ini, Sonia malah menginjakkan kakinya di dalam wilayah si pemilik rumah.Saat Sonia masih terbengong, kebetulan Reza berjalan keluar kamar mandi. Dia pun berbicara dengan santai, “Bangun, kita keluar sebentar.”Sonia masih merasa linglung. “Ke mana?”Reza mencondongkan badannya, dan sepasang tangan menahan di samping tubuh Sonia. “Ke Atria.”Ketika mendengar jawaban Reza, kedua mata Sonia spontan terbuka lebar.Reza pergi ke Atria untuk membahas masalah kerja sama, sekalian membawa Sonia untuk mengunjungi kakeknya. Inilah kejutan yang dikatakan Reza semalam.Ketika melihat ekspresi kaget si gadis, Reza merasa Sonia sangatlah imut. Dia tak bisa menahan dirinya lagi dan mengecup bibir Sonia. “Apa kamu nggak in
Mereka berdua berjabat tangan. Kemudian wanita yang berada di samping Rendi melirik Sonia, lalu mengulurkan tangannya dan berkata, “Halo, aku Vivian. Kamu bisa panggil aku Vivi.”Sonia mengulurkan tangan untuk bersalaman. “Aku Sonia!”Reza berbicara, “Semalam aku ada urusan, makanya aku datangnya telat. Mohon dimengerti, ya, Pak Rendi.”Rendi tersenyum sopan. “Nggak masalah, Pak Reza. Fasilitas di vila ini sangat seru. Meski tinggal berbulan-bulan di sini, kami juga nggak merasa bosan. Apalagi si Vivi, dia suka sekali di sini, dia malah suruh aku bangun vila dengan fasilitas seperti ini di ibu kota. Aku pun nggak tahu harus berkata apa lagi!”Sonia akhirnya mengerti ternyata vila ini adalah milik Reza. Dia ingin membahas masalah bisnis dengan lelaki yang bernama Rendi ini.Dari logat Rendi, sepertinya dia berasal dari ibu kota. Tapi kenapa mereka memilih untuk membahas masalah kerja sama di Atria?“Setelah masalah kerja sama sudah selesai, Pak Rendi masih boleh tinggal seminggu atau se
Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kalau ada cowok dengan persyaratan sebagus itu, kenapa kamu menyisakannya untukku?”Ranty berkata dengan menghela napas. “Karena aku sudah masuk ke dalam jebakan Matias. Kalau nggak, aku pasti akan mengejarnya!”Theresia tersenyum. “Sudahlah, belakangan ini aku benar-benar lagi sibuk. Nggak ada waktu buat pacaran!”“Sejak kapan kamu punya waktu? Jangan cari alasan. Aku saja nggak pernah lihat kamu pacaran. Sebagai teman, aku merasa sudah seharusnya kamu mempertimbangkannya!”Theresia terdiam. Tiba-tiba dia kepikiran dengan malam meninggalkan Hondura. Pria itu memberitahunya untuk mencari orang yang kamu sukai dan hidup dengan baik.Waktu itu, Theresia benar-benar berjanji padanya. Dia memang merasa sudah seharusnya berpamitan dengan masa lalu, lalu memulai hidup barunya.Ketika menyadari Theresia tidak berbicara, Ranty berkata dengan tersenyum, “Hanya ketemuan saja. Kalian juga bukan mesti bersama setelah bertemu. Kamu bisa anggap jadi sebuah pen
Dalam sesaat, Jason teringat dengan mereka berempat sebelumnya tinggal di sini. Dia mengajari Kelly bagaimana mendapatkan hati orang yang dia sukai. Kelly membalasnya, “Aku juga nggak suka sama kamu!”Meskipun waktu sudah berlalu lama, Jason masih saja bisa merasakannya!Jason menghela napas. “Sudahlah, kalian lebih akrab. Cuma aku saja orang luar di sini!”Yana menjerit, “Ayah, aku dan kamu sama-sama jadi orang luar!”Semua orang langsung tertawa.Jason terharu hingga kedua matanya berkilauan. “Yana memang baik. Memang tidak salah lagi, Yana memang putri kandungku!”“Jangan cerewet lagi. Cepat pergi potong kentang sana!” Reza menarik Jason untuk kembali ke kamar.Di dalam ruang tamu, Kelly menyerahkan biskuit cokelat buatannya kepada Sonia. “Apa masalah sudah diselesaikan? Saat aku di Lonson, aku sangat mencemaskanmu. Kata Kak Jason, aku mesti percaya dengan kemampuan kamu dan Kak Reza! Sesuai dugaannya, begitu kalian kembali, semua masalah pun sudah diatasi. Aku benar-benar merasa sa
Sonia berkata canggung, “Hallie masih berada di Kediaman Keluarga Herdian.”“Aku sudah beri tahu Ibu. Malam ini kita akan tinggal di rumah Tuan Aska untuk temani Kakek. Aku suruh Ibu untuk bantu jaga Hallie,” ucap Reza dengan perlahan.Sonia memalingkan kepala untuk melihat Reza. “Kalau di Kediaman Keluarga Herdian, juga nggak ada yang ganggu kita. Ngapain kamu mesti bohong?”Kebetulan mobil sedang berhenti di depan lampu merah, Reza memalingkan wajahnya untuk menatap Sonia. “Aku takut kamu tidak bebas di rumah!”Wajah Sonia seketika merona. Dia memelototi si pria hingga tidak bisa berkata-kata.Reza tersenyum tipis. “Bercanda. Jason dan Kelly sudah kembali ke Imperial Garden. Katanya, mereka sudah persiapkan yang enak-enak untuk menyambutmu.”Sonia meliriknya sekilas, lalu memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela.“Umur Hallie dan Tasya sebaya. Selama di rumah, kamu tenang saja!” ucap Reza.“Emm!” Sonia mengangguk dengan perlahan.“Kebetulan ada yang ingin aku katakan sama kamu,
Reza kelihatan tenang. “Sebelum kamu pulang, Sonia selalu menerima segalanya!”Maksudnya, sekarang giliran Morgan.Morgan mengeluarkan ponsel dengan tenang. “Aku lihat dulu apa ada misi belakangan ini?”Semua orang langsung tertawa.Saat hampir menyelesaikan makan siang, Sonia menyadari Rose yang duduk dengan tidak fokus. Dia mencedok sup untuk Rose. “Ada apa?”Rose menggenggam tangan Sonia. “Sonia, coba kamu pegang kepalaku. Apa aku demam?”Sonia mengangkat tangannya untuk memegang. Memang terasa panas. “Ada masalah apa? Aku panggil dokter kemari!”“Ada apa?” Aska kemari.“Rose demam!” balas Sonia.Semua orang menjadi diam, lalu menatap Rose dengan penuh perhatian.Rose melambaikan tangannya. “Nggak apa-apa. Nggak usah panggil dokter. Semalam aku dan Devin kelamaan di jalan raya. Mungkin aku jadi flu karena masuk angin.”Kening Aska berkerut. “Kondisi tubuhmu tidak bagus dan sering sakit. Memangnya kamu tidak tahu? Kenapa malah berdiri tengah malam di pinggir jalan?”Rose tidak memili
“Bukan!” Tentu saja Sonia tidak bermaksud seperti itu. Dia hanya merasa agak konyol.“Theresia juga cukup malang. Dia nggak punya orang tua. Seorang diri bekerja keras di Kota Jembara. Kalau dia benar-benar bersama Tuan Morgan, bisa jadi mereka bisa akan jadi pasangan sejati!” Tadinya Ranty hanya sembarangan bicara saja. Saat ini, dia malah merasa masalah ini bisa direalisasi. “Seharusnya Kakek nggak akan merasa latar belakang Theresia nggak pantas menjadi bagian Keluarga Bina, ‘kan?”“Tentu saja nggak!” balas Sonia.“Baguslah kalau begitu!” Ranty kelihatan gembira, seolah-olah masalah ini telah berhasil.Sonia tersenyum tipis. “Kak Morgan juga belum pasti akan setuju!”“Kalau begitu, kamu jangan beri tahu dia dulu. Setelah bertemu dengan Theresia, bisa jadi dia akan terpesona oleh Theresia!” Ranty tersenyum nakal. “Theresia itu cewek cantik yang disukai para cowok dan cewek. Dia pasti bisa menarik Tuan Morgan kembali ke dunia fana!”Sepertinya pikiran Sonia berhasil dicuci oleh Ranty.
Ranty telah tiba di rumah Aska. Dia berbasa-basi beberapa saat dengan Jemmy dan yang lain, kemudian menarik Sonia untuk berbicara di samping.“Stella nggak bisa berulah lagi. Dia sudah bertengkar hebat sama Reviana. Sandaran terakhirnya juga sudah hilang. Aku nggak apa-apain dia, cuma bikin dia kehilangan segalanya. Dengan begitu, dia baru bisa merasakan kehidupannya yang semula.”Usai berbicara, Ranty menyerahkan uang hasil transfer Stella tadi kepada Sonia. “Aku sudah periksa sebelumnya, uangnya juga nggak banyak, sekitar 40 miliar saja. Kalau kamu bersedia untuk menyimpannya, kamu ambil saja. Kalau kamu nggak mau, kamu bisa kembalikan kepada Hendri.”Sonia mengambil kartu di tangan, lalu berpikir sejenak, baru berkata, “Aku ingin kembalikan kepada Keluarga Dikara!”Ranty mencemberutkan bibirnya. “Aku tahu kamu pasti akan luluh.”Sonia tersenyum tipis. “Bukan juga. Sekarang perusahaan Keluarga Dikara sedang merugi. Para klien yang dirugikan itu nggak bersalah. Bank akan menyita aset
Jantung Yandi berdebar. Rasa kebas mulai menjalar di dirinya. Dia spontan bersandar ke belakang, lalu menarik kemejanya untuk menutupi bagian pundak yang terpampang lebar. “Aku baik-baik saja. Kamu pulang sana!”“Nggak usah usir aku. Aku akan pergi sendiri nanti!” Tasya meletakkan obat kembali, lalu berkata dengan serius, “Kenapa kamu bisa tertembak? Apa kamu bergabung dalam organisasi gelap? Apa kelak kamu akan sering bertarung lagi?”Yandi menatapnya. “Takut?”“Takut!” Tasya langsung menatap mata Yandi. “Aku takut kamu akan mati!”Yandi tertegun.Tasya berkata dengan menggigit bibirnya, “Aku nggak peduli dengan apa yang kamu lakukan dulu. Kelak aku berharap kamu jangan ke sana lagi, melewati hidupmu dengan baik, ya?”Tadinya Yandi ingin mengatakan bahwa dia memang tipe orang seperti itu. Namun, ketika melihat mata merah Tasya, dia pun tidak beradu lagi dengan Tasya, hanya mengangguk dengan perlahan saja. “Aku punya batasan!”Mereka semua adalah orang dewasa, terutama Yandi. Dia lebih
“Biarkan aku tetap berada di sisimu, kita bisa tetap berteman seperti dulu, tapi jangan lagi bersikap dingin dan menjauhiku! Beri kita waktu untuk saling memahami perasaan satu sama lain. Kalau kamu tetap nggak bisa menyukaiku, aku akan mundur.” Tasya mengucapkan kalimat terakhir itu dengan suara terisak-isak.Yandi tidak langsung menjawabnya. Setelah berpikir sejenak, dia mengangguk dengan perlahan. “Oke, boleh!”Tasya tersenyum manis, tetapi dibaluti dengan air mata. Sosok dia saat ini menyentuh hati siapa pun yang melihatnya.Tasya tersenyum karena dirinya memiliki harapan dan juga tersenyum karena dirinya yang tidak berguna. Padahal Yandi tidak menjanjikan apa-apa, dia malah merasa gembira.Tasya buru-buru menyeka air matanya, lalu mengulurkan tangannya sembari berkata dengan sedikit canggung dan berani, “Boleh nggak aku peluk kamu?”“Ja ….”Belum sempat Yandi menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Tasya melompat ke arahnya dan memeluknya erat, menempelkan tubuh mungilnya ke dada pria
Kening Yandi berkerut. “Aku saja tidak peduli. Orang lain lebih tidak usah peduli!”“Tapi, aku peduli!” Tiba-tiba mata Tasya memerah. Dia berkata dengan terisak-isak, “Semalaman aku nggak tidur. Aku takut Leon dan yang lainnya nggak tahu cara untuk jagain kamu. Bahkan ketika bermimpi, aku juga bermimpi kamu berdiri di depanku dengan darah di seluruh tubuhmu!”Yandi terbengong melihat wanita bermata merah. Hatinya terasa sesak. Dia sama sekali tidak mengatakannya.Tasya memalingkan kepalanya, lalu menarik napas dalam-dalam. Dia tidak tahu dirinya sedang marah atau sedih, jantungnya tidak berhenti berdetak kencang.Yandi mengambil tisu untuk Tasya, kemudian berkata dengan datar, “Tasya, mau aku bilang berapa kali baru kamu mengerti. Kita itu bukan orang satu dunia. Dengan pengalaman dari kecilku, pandangan hidup kita berbeda. Kelak kita tidak bisa hidup bersama. Kamu seharusnya mencari orang sebaya, lalu segera berpacaran. Dengan begitu, kamu pun akan melupakanku!”Tasya tidak mengambil