Pada hari Selasa sore, Rose menghubungi Sonia untuk memberi tahu bahwa Devin ingin mentraktirnya makan. Sebagai kekasih Rose, sudah seharusnya Devin bertemu dengan mereka semua. Sonia juga ingin bertemu dengan lelaki yang dikejar Rose selama bertahun-tahun. Saat menjelang jam pulang kerja, Sonia menghubungi Reza memberitahunya ada acara makan malam ini. Dia pun akan pulang telat.Reza tersenyum sinis. âSama si Ranty lagi?ââBukan, Rose ingin perkenalkan kekasihnya kepada kami.â Sonia tersenyum tipis. âAku juga baru tahu kalau dia sudah pacaran.ââJuno juga ikut?â tanya Reza dengan datar.âSeharusnya iya. Kenapa?âReza tersenyum tipis. âTidak apa-apa. Beri tahu aku kalau sudah selesai, biar aku jemput kamu.ââOke!âPanggilan diakhiri. Sonia kembali membereskan barangnya di ruangan, lalu bersiap-siap ke Nine Street Mansion.Pada saat ini, Sonia menyadari Amelia terus menatap ponselnya dengan bengong. Ketika melihat Sonia memasuki ruangan, dia segera menyeka matanya.âAda apa?â tanya Son
Amelia menunjukkan senyuman jelek di wajahnya. âKamu tenang saja. Aku nggak akan melakukan hal bodoh. Nggak pantas juga demi lelaki berengsek itu. Aku bisa menangis juga karena diri aku sendiri.âSonia juga tidak berkata lain lagi. Dia menepuk-nepuk pundak Amelia, lalu berbalik badan berjalan pergi.Ketika berjalan keluar studio, cahaya matahari menyinari tubuh Sonia. Dia merasa sangat panas, segera berlari ke area parkiran. Di saat perjalanan ke Nine Street Mansion, Sonia terus kepikiran dengan sosok Amelia yang sedang menangis dengan bersedih. Keningnya spontan berkerut. Dia pun berusaha untuk menenangkan dirinya.Jalanan agak macet. Saat tiba di Nine Street Mansion, langit pun sudah gelap. Sonia memarkirkan mobilnya, lalu berjalan ke dalam. Tetiba terdengar suara Dania dari belakang. âSonia!âSonia membalikkan tubuhnya dengan tersenyum. âAku kira aku paling telat.âDania mengangkat-angkat alisnya. âDilihat dari gaya Rose yang lambat itu, sepertinya kita berdua sampai duluan.âSeper
âPerkenalkan, dia Devin, kekasihku!â Rose memperkenalkan dengan bangga. Kemudian, dia memperkenalkan Sonia, Dania, dan Juno kepada Devin.Setelah mereka saling berkenalan, Juno mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Devin. Sudah lama mereka mendengar nama satu sama lain, tetapi ini pertama kalinya mereka bertemu.Semuanya duduk di tempat. Devin pun berkata dengan tersenyum, âMaaf, tadi ada rapat mendadak, ditambah lagi jalanan sangat macet, kalian semua jadi menunggu lama.âBelum sempat yang lain bersuara, Rose langsung berkata, âNggak apa-apa, kok. Mereka bertiga itu sahabat karibku. Jangankan cuma sebentar, meski nunggu semalaman, mereka juga nggak bakal berkomentar.âDania tersenyum datar. âGara-gara kamu ngomong begitu, kami jadi nggak ada alasan buat hukum kekasihmu lagi. Kamu sengaja, âkan?âRose juga tersenyum. âBaguslah kalau kamu mengerti.âDevin mengangkat gelas anggur. âTemannya Rose juga temanku. Izinkan aku bersulang kepada semuanya!âSemuanya mengangkat gelas untuk be
Juno bersulang dengan Sonia. âDia memang kelihatannya tidak peduli dengan apa pun. Tapi sebenarnya pendiriannya lebih teguh daripada siapa pun. Jadi, tidak akan ada yang sanggup untuk mengurusnya!âSonia menyesap sedikit minumannya. Dia juga setuju dengan ucapan Juno. Rose memang adalah tipikal wanita yang teguh dengan pendiriannya. Jika tidak, dia juga tidak mungkin mengejar Devin hingga ke Negara Madani.Sonia membalikkan kepalanya, lalu tampak Devin yang duduk di sofa sedang mengirim pesan. Dia kelihatan sangat sibuk.Selesai Rose menyanyi, dia memalingkan kepala mengedipkan matanya ke sisi Devin. âBukannya kamu sudah janji akan temani aku hari ini? Jangan terus lihat ponsel, ya? Kamu bahkan nggak lihat aku yang lagi nyanyi!âDevin mengangkat kepalanya tersenyum lembut padanya. âBelakangan ini lagi ada banyak urusan di perusahaan.ââAku tahu, tapi kamu juga jangan terlalu kerja keras. Ada urusan apa yang mesti diselesaikan di malam hari,â balas Rose dengan lembut.âBenar apa katamu!
Sonia tersenyum datar. âAku hanya melihat sekilas saja. Kamu sudah terlalu memandang tinggi diriku.ââJangan bohong! Jangan kira aku nggak tahu kamu bisa menghafal dalam sekali baca!â dengus Rose.Devin bertanya dengan syok, âApa benar Sonia sehebat itu?ââIya, dia bisa belajar pelajaran dari SD sampai SMA dalam waktu satu tahun. Dia pun berhasil ujian masuk Jembara University dengan nilai tinggi. Aku iri banget sama dia!â ucap Rose dengan berlebihan.âDia memang benar-benar genius!â puji Devin.Juno yang berada di samping bertanya pada Sonia, âJadi, kenapa kamu selalu kalah ketika main kartu?âSenyuman di wajah Sonia terkaku. âKak, terkadang kita nggak boleh menunjukkan kehebatan kita!âSemua orang spontan tertawa.Pada ronde kali ini, giliran Juno yang kalah. Dia pun memilih untuk berkata jujur.âBiar aku saja yang nanya!â Rose melihat ke sisi Juno, lalu mengangkat-angkat alisnya. âPak Juno, apa orang yang kamu sukai ada di ruangan ini?âMata Juno sedikit disipitkan. Dia pun menatap
Rose mengangkat alisnya. âKamu suruh aku tanya Pak Juno? Bukannya itu sama saja menabur garam ke atas lukanya?âDania pun tersenyum.Tidak terdapat lampu maupun jendela di dalam ruangan gelap itu. Ruangan ini disekat untuk memberi hukuman kepada yang kalah.Setelah Sonia dan Juno masuk ke dalam, Juno mengeluarkan ponselnya untuk membuka senter.Hanya terdapat sebuah sofa di dalamnya. Sonia duduk, lalu menatap Juno dengan syok, âBukannya nggak boleh bawa ponsel?âJuno tersenyum tipis. âPonselku ada 2.âSonia menunjukkan tatapan kagum. Hanya saja, pencahayaan di dalam ruangan ini masih sangat gelap. Juno duduk di samping, lalu berkata dengan tersenyum tipis, âMinggu lalu kamu melarikan diri lagi. Aku tidak percaya kamu bisa selalu menghindar dari Pak Guru.âSonia bersandar di sofa, lalu melembutkan nada bicaranya. âKak, bisa nggak kamu bantu ucapin yang bagus-bagus di hadapan Pak Guru?ââApa kamu benar-benar sangat menyukainya?â Juno meliriknya sekilas. Dia sangat memahami karakter Soni
Di ruangan lantai atas.Bondan sedang duduk di sofa sembari merokok. Yusa datang kemari, lalu berkata dengan suara rendah, âTadi yang di bawah itu Sonia, bukan?âBondan tersenyum. âIya, pantas saja hari ini Kak Reza bisa keluar dan memilih kumpul di sini.âKedua mata Yusa berkilauan. âApa kamu yakin Kak Reza tahu Sonia ada di sini?âBondan mengangkat kepalanya. âApa maksudmu? Apa kamu kira Sonia datang ke sini tanpa sepengetahuan Kak Reza?âYusa bertanya, âJadi, aku ragu untuk beri tahu Kak Reza atau tidak?âBondan berpikir sejenak, lalu menggeleng. âKak Reza pasti tahu. Kamu jangan banyak omong!ââOke, anggap aku tidak melihat apa-apa.ââApa yang kamu lihat?â Tetiba Reza berjalan mendekat, lalu duduk di hadapan mereka dengan tersenyum.Yusa langsung menatap Bondan dengan canggung.Bondan mematikan rokoknya, lalu berkata dengan datar, âAku bilang sudah lama tidak ketemu Sonia. Kapan Kak Reza ajak Sonia untuk kumpul bersama? Tiffany juga sering ungkit nama Sonia.âReza pun tersenyum. âS
Pelayan di belakang Reza berjalan ke dalam ruangan, lalu meletakkan dua botol minuman di atas meja.Rose berkata dengan tersenyum, âPak Reza memang royal, ya!âSepertinya total harga kedua botol ini setidaknya beberapa puluh juta.Reza tersenyum tipis. âKalian semua temannya Sonia, jadi kalian juga temanku. Semoga kalian bisa bermain dengan gembira.âDevin berdiri, lalu berjalan ke hadapan Reza dan mengulurkan tangannya. âPak Reza! Perkenalkan, aku Devin, penanggung jawab Perusahaan Teknologi Risma. Perusahaanku akan segera bekerja sama dengan Herdian Group. Biasanya aku berhubungan langsung dengan Pak Chandra. Jadi, kita tidak pernah bertemu sebelumnya.âReza bersalaman dengan Devin. âAku pernah mendengar masalah ini dari Chandra. Pak Devin merintis karier dari nol dan mendapat banyak penghargaan di luar negeri. Sekarang kamu baru saja kembali dari luar negeri. Kamu malah berhasil mengumpulkan dana untuk go public. Kamu hebat juga!ââKalau dibandingkan dengan Herdian Group, perusahaan
âEmm, aku tidur siang!â Theresia meregangkan tubuhnya.Nada bicara Theresia begitu terang-terangan. Ranty pun tidak berpikir kebanyakan. Dia hanya bertanya, âBagaimana dengan pertemuan tadi siang?âTheresia terdiam sejenak, lalu berkata dengan tersenyum, âSepertinya nggak begitu cocok.âMorgan membangkitkan tubuhnya, lalu bersandar di atas ranjang melihat ke sisi wanita yang sedang bertelepon. Dia yang membungkus tubuhnya dengan jubah tidur sedang membelakangi Morgan dan berkata pada orang di ujung telepon bahwa mereka berdua tidak cocok.âNggak cocok?â Ranty merasa agak kecewa. âKenapa? Apa kamu nggak suka sama dia? Atau dia yang nggak suka sama kamu?âTheresia berkata dengan nada bercanda, âKami saling nggak suka.ââJadi, kalian nggak nonton opera?ââNggak!ââKakak temanku memang lebih besar beberapa tahun dari kamu, tapi nggak kelihatan sama sekali. Apalagi dia itu orangnya agak kalem. Dia bukan nggak suka sama kamu. Kalau kamu punya perasaan sama dia, aku rasa kalian bisa coba untuk
Morgan memalingkan kepalanya, lalu mengambil boneka unicorn untuk melihatnya. Tiba-tiba dia kepikiran dengan ulang tahun ke-17 Theresia, Morgan baru pulang dari luar. Theresia menyuguhkan mie masakannya untuk dicicipinya.Morgan menyantap mie masalah Theresia, lalu memberinya sebuah gantungan kunci unicorn dan memberinya ucapan selamat ulang tahun.Pada malam hari itu juga, Morgan meminta pertama kalinya.Morgan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di atas sofa. Theresia menyeduh teh, kemudian menyuguhkannya kepada Morgan. Dia berbicara dengan nada bersalah, âHanya ada daun teh, coba dicicipi.ââOke, tidak masalah!â Tatapan Morgan kelihatan tajam. Berhubung sering berhubungan dengan tentara bayaran, dia pun selalu menunjukkan sisi dinginnya.Theresia melangkah mundur selangkah, lalu melihat dia meminum teh.Morgan mengenakan kemeja berwarna hitam. Wibawanya kelihatan jelas. Dia memegang cangkir teh sembari duduk di atas sofa. Gambaran ini membuatnya terasa sangat ajaib.Morgan menye
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?âEmm!âTheresia mengangguk. âSetelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.âMorgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, âApa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?ââIya!â Morgan mengangguk. âSementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.âTheresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, âAku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. âAku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.ââEmm!â Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. âTuan Morgan!âWanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. âCuaca sudah cerah?ââIya, sudah cerah!â Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. âApa suasana hatimu sudah membaik?âSonia meregangkan tubuhnya. âSuasana hatiku selalu baik!âKemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. âApa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?ââKamu pergi bersamaku!â Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.âNggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.â Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. âSekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.ââKalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!ââOke!âReza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. âJadi, jangan harap untuk meninggalkanku!âSonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. âAku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!âSuara Reza terdengar serak. âSayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?ââPeduli!ââSekarang aku sangat panik!âSonia memeluknya. âAku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?ââTapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!â Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.âSonia!â Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. âKematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.âSonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.âAku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, âKamu mau muntahin ke dalam air lagi?âTangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, âAku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.ââAku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?ââSelain m
Saat makan malam, Rose sudah kelihatan bersemangat saat turun ke lantai bawah. Ketika melihat Juno, dia pun memberi salam dengan terkejut, âJuno, kapan kamu pulangnya?âJuno tidak ingin menghiraukan Rose. Dia hanya melirik Rose sekilas, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke ruang makan.âKenapa malah nggak hiraukan aku?â Rose mengejarnya. âApa hanya karena aku nggak tunggu kamu, lebih dulu kembali dari Kota Kibau saja? Aku merindukan Sonia!âLangkah kaki Juno semakin cepat lagi. Dia masih saja tidak berbicara.âKenapa, sih!â Rose mengejar, lalu mengadang di hadapan Juno. Dia memutar bola matanya dan bertanya, âJangan-jangan kamu marah karena aku tidur di ranjangmu?âBola mata di balik kacamata Juno kelihatan dingin dan datar. âAku takut kamu tular flumu ke aku, boleh, âkan?ââAku malah mau tularin ke kamu!â Rose membelalakinya. âBiar kita sama-sama sakit. Namanya juga senasib sepenanggungan!âJuno menatap Rose, lalu mengangkat tangannya untuk memegang kening Rose. âApa kamu masih demam?
Tenggorokan Juno bergerak. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Rose.Rose malah langsung membukanya lagi. âPanas! Panas sekali!âJuno kembali menarik selimut, lalu menahan Rose tidak mengizinkannya untuk bergerak. Keningnya sendiri juga ikut berkeringat.Biasanya orang yang demam akan merasa kedinginan. Kenapa Rose malah berbeda?Juno mencari pakaian Rose, lalu memasukkannya ke dalam selimut. Dia meraba-raba mulai memakaikan pakaian di tubuh Rose. Meskipun hendak memanggil pelayan, Rose juga mesti duluan mengenakan pakaiannya. Jika tidak, bagaimana pemikiran orang lain ketika melihat Rose tidak mengenakan apa-apa di dalam kamarnya?Mungkin karena merasa gugup dan tidak pernah membantu orang lain untuk mengenakan pakaian dalam, Juno pun meneliti beberapa saat baru berhasil mengenakannya. Di antaranya, tentu saja tersentuh bagian yang tidak seharusnya tersentuh. Juno memaksakan dirinya untuk menganggap Rose sebagai anak kecil yang baru datang ke rumah Aska saja.Pada akhirnya, Juno m