“Enak kan martabaknya? Mau lagi? Tapi pake uang sendiri yaa.”
Andhira mendelik kepada Garaga, mulutnya penuh dan menguyah martabak yang memang datang beberapa menit yang lalu, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Garaga.
“Beliin lagi, duitnya minta sama papih aku,” balas Andhira saat mulutnya sudah kosong, menatap Garaga yang menyentil keningnya.
“Gak ada. Kamu udah makan banyak, besok, besok, besok lagi,” tolak Garaga, membuat Andhira mengerucutkan bibir.
“Kenapa? Aku ini makan banyak juga gak gemuk, jadi selow aja,” tanya Andhira, mulutnya kembali mengunyah dann menatap Garaga yang duduk di bangku depan.
Keduanya sedang berada di kantin outdoor, bersama dengan Darwis, Reno, Zavian dan Kalvin. Keempat lelaki itu hanya terdiam dan melahap makanan yang mereka pesan di kantin, membiarkan Garaga dan Andhira beradu pendapat.
“Nanti aku yang diomelin sama pak Arsen, karena bikin kamu makan ma
“Kamu yakin mau pulang? Gak mau ke rumah aku? Oh … aku temenin deh yaa di apartement.”Andhira menggeleng, menolak penawaran dari Caca. Andhira tersenyum kepada Caca yang saat ini mengkhawatirkan kondisinya yang mungkin akan sedikit berbahaya jika hanya sendirian, tetapa dirinya yakin tidak akan ada apa-apa.“Gapapa, Ca. Aku bakalan kunci pintu, jendela, semuanya. Biar gak ada yang bisa masuk,” ucap Andhira, tersenyum kepada Caca, mencoba untuk menangkan temannya, sekaligu pacar dari Darwis.Darwis yang berdiri di sisi kanan Caca itu menatap sahabatnya, “Ada kunci cadangan?” tanyanya, membuat Andhira, Caca, dan Reno menoleh.Andhira menaikkan sebelah alisnya, “Ada, tapi aku tinggal di apartement. Kenapa emangnya?” tanyanya, meminta kepastian dari Darwis.Reno dan Caca memfokuskan atensi hanya kepada Darwis, menunggu jawaban dari Darwis.“Biar aku bisa masuk kalau aku dateng, terus gak ada respon dari kamu,” jawab Darwis, membuat Reno dan Caca bernafas lega. Sedangkan Andhira menganggu
“Kamu pesen paket?”Andhira menggeleng, menatap Reno yang sedang menatapnya. Pada saat mereka tiba di depan pintu unit apartement yang disinggahi oleh Andhira, terdapat satu box berwarna biru muda, dan berhasil membuat Andhira kebingungan.“Kamu bawa aja deh, aku trauma,” ucap Andhira, melirik box dibawah sana. Dia kembali mengingat saat mendapatkan kotak box dari orang yang tidak dikenal, dan isi di dalam box tersebut membuatnya pingsan.Reno berjongkok, mengambil box tersebut dan menggoyangkannya. Tidak ada bunyi sama sekali. Matanya tertuju pada tulisan tinta printer di bagiann atas box, sebelah alisnya terangkat saat melihat sih pengirim.“Manuel?” tanya Reno, melirik ke sisi kanannya dan mendapati gelengan kepala dari Andhira.“Kamu bawa aja, aku gak mau terima apapun itu dari orang lain. Kecuali, papih, mamih, Darwis, mas Arsen, dan keluarga besar aku,” tolak Andhira, jelas saja dirinya tidak akan menerimanya, walaupun itu dari Manuel.Reno melirik pintu apartement milik Andhira
“Kamu lihat, kan? Ini pasti kerjaannya sih tante Liliana.”Andhira menengadahkan telapak tangannya menunjuk box yang tersimpan di sudut ruangan, dia memang menyuruh Reno untuk melempar ke sudut ruangan dan dituruti oleh Reno. Andhira menyugar surai panjangnya, dan menghela nafas secara tidak santai.Reno bergumam, memperhatikan box yang terletak di sudut ruangan dengan posisi tidak beraturan dan terlihat paku yang dikatakan oleh Andhira sebelumnya. Otak kecilnya berfikir, memang ada yang tidak beres.“Kamu udah nelfon pak Arsen?” tanya Reno, menatap Andhira yang menggeleng.Andhira merogoh saku celananya, dan kembali menghubungi Arsenio. Kali ini, dirinya berharap sambungan telfonnya diterima oleh kekasihnya, karena ada yang ingin dia sampaikan kepada Arsenio.“Mas Arsen dimana? Jangan kemana-mana, perasaan aku gak enak soalnya,” ucap Andhira saat sambungan telfonnya diterima oleh Arsenio.‘Aku di hotel, ini mau jalan ketemuan sama Liliana. Kenapa emangnya?’ tanya Arsenio di sebrang s
“Gimana? Berhasil rencana kamu kemarin?”Andhira mengangguk dan tersenyum senang kepada Reno. Ya, hari ini dia berangkat bareng bersama Reno, dan Reno mengetahui rencana yang dibuat olehnya untuk menangkap Liliana.“Iya dong. Mas Arsen tadi malem ngelakuin apa yang aku bilangg, dan sih tante Liliana itu masuk dalam jebakan yang dibuat mas Arsen. Jadinya, berjalan dengan lancar dan tante Liliana udah ditahan sama polisi,” jelas Andhira dengan perasaan senang.Reno tersenyum manis mendengar apa informasi baik pada pagi ini, dia memberikan helm kepada Andhira dan diterima oleh Andhira. Informasi pagi ini benar-benar membuat suasana hati Andhira membaik dibandingkan tadi malam.Reno menaiki motor sportnya dan memasang helm full face miliknya. Matanya melirik Andhira yang sudah duduk di jok belakang melalui spion, dirinya ikut senang saat melihat kedua sudut bibir Andhira tidak berhenti untuk tersenyum.“Berangkat sekarang?” tanya Reno, sekedar basa-basi saja. Andhira mengangguk, kedua len
“MAS ARSENN!”Arsenio menoleh, dia mendapati Andhira yang berlari kepadanya. Gadis itu tidak datang seorang diri, tetapi bersama dengan Darwis, Reno, Garaga, Zavian dan Kalvin. Ya, dirinya dan Andhira memang janji untuk bertemu di café miliknya, sudah dipastikan aksi Andhira saat ini mendapatkan perhatian dari pelanggannya.BUK!“Aww,” ringis Arsenio, lengannya dipukul menggunakan totebag milik Andhira. Tanpa nunggu lama, dia membawa tubuh Andhira ke dalam dekapannya dan menarik ke dalam ruang kerjanya.Kelima laki-laki yang bersama dengan Andhira pun mengikuti keduanya, tidak membiarkan untuk Arsenio dan Andhira untuk berduaan. Kalvin menutup kembali ruang kerja Arsenio, dan berdiri di sisi kanan Zavian.Andhira mendongak, menatap tajam Arsenio yang menaikkan sebelah alisnya. Arsenio bingung, sedangkan Andhira kesal kepada kekasihnya.“Kamu kenapa sih? Gak seneng kalau aku pulang?” tanya Arsenio, menatap kedua iris mata milik kekasihnya, tidak direspon oleh Andhira. Semakin membuatny
“EKHEM, jangan ditengah-tengah bisa kali.”BUK!Andhira otomatis memukul lengan Garaga menggunakan buku tebal yang sedang dia genggam, kedua matanya menatap tajam ke sisi kanan. Sudah dipastikan moodnya saat ini turun karena kehadiran Garaga diantara dirinya dan Arsenio.Arsenio hanya terkekeh pelan, lalu berdeham untuk mengontrol dirinya agar tidak semakin membuat kekasihnya kesal. Dirinya melirik jam arloji silver melingkar di pergelangan tangan kananya, jarum pendek diangka 7 dan jarum panjang diangka 9, atau pukul 07:45.“Kamu kalau sehari gak bikin aku kesel, gak bisa yaa? Kemarin kamu bikin baju aku basah karena air. Sekarang mau ganggu aku sama pak Arsen?” oceh Andhira dengan kesal, berkacak pinggang dan menaikkan dagunya menantang.Arsenio menarik kekasihnya untuk berpindah tempat menjadi ke sisi kanannya, menjauhkan Andhira dari Garaga, tujuannya? Supaya mereka tidak membuat keributan di koridor pada pagi hari ini.Arsenio menatap Garaga yang hanya cengengesan, “Garaga, bisa
“Tadi aku ketemu sama perempuan, dia ini mukanya berseri-seri gitu. Mungkin karena ketemu sama mas pacar kali ya?”Garaga melirik ke sisi kanan, mendapati Andhira yang datang bersama dengan Reno. Perempuan yang dimaksud oleh Garaga ialah Andhira, sang empu menyadari dan ….“AKHH ANDHIRA,” teriak Garaga saat Andhira menarik jambulnya sekuat tenaga, Reno yang melihatnya pun menarik Andhira untuk menjauh dari Garaga. Sedangkan Garaga mengibas surainya sekalian, jambulnya sudah rusak akibat ulah dari Andhira.“Apa?” tanya Andhira dengan kedua matanya melotot kepada Garaga yang menatapnya.Reno yang tidak ingin adanya pertengkaran pada pagi hari ini, memberikan kode kepada Darwis untuk bertukar tempat duduk dengan Garaga. Darwis tanpa banyak bicara mengambil tas milik Garaga dan dipindahkan ke meja belakang.Di dalam ruangan hanya ada Darwis, Garaga, Zavian, Kalvin, Reno dan Andhira. Zavian dan Kalvin memang tipe yang jarang bicara, jadi hanya duduk tenang di kursi paling belakang sejajar
“Kamu sama sih Airina gak bisa akur emangnya ya?” Andhira menyeruput jus jambunya dengan santai, dihadapannya ada Arsenio. Keduanya saat ini berada di sebuah café yang tidak terlalu banyak di kunjungi oleh customer, menghabiskan waktu berdua setelah melewati hari yang cukup menguras tenaga. “Aku sih bisa aja akur, tapi kan mas Arsen liat sih kelakuan syaitonnya. Baru juga mas Arsen dateng, dia udah berulah,” ucap Andhira, mengambil satu stick kentang dan colek ke saos sambal. Kedua matanya hanya terfokus untuk Arsenio. “Oh iya?” Andhira mengangguk, membenarkan posisi duduknya. Dia berdeham, lalu berkata, “Kayanya dia emang sengaja deh cari perhatian. Soalnya ya, pas mas Arsen gak ada beberapa hari kemarin, di kampus itu dia gak ada berulah tau.” Arsenio menyeruput kopi hitam, matanya memperhatikan kekasihnya yang sedang bercerita. Hanya dengan melihat wajah Andhira saja membuatnya sedikit tenang, apalagi kekasihnya itu berceloteh seperti biasanya, tidak perlu dipertanyakan lagi.