Hari berganti menjadi minggu. Rombongan Chyou telah kembali ke Taiwan. Gwenyth juga sudah bertugas di kantor PG sebagai asisten Rangga, sekaligus perwakilan dari Adhitama, Vong, Cheung dan Zheung. Pagi itu Hisyam berangkat lebih awal bersama Rangga dan Lazuardi. Pria berkemeja biru muda dengan logo PBK di saku, mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi menuju Brighton. Jarak 54 mil ditempuh dalam waktu hampir dua jam. Hisyam meneruskan perjalanan hingga tiba di sebuah proyek resor terbaru, yang pengembangnya bekerjasama dengan PG dan PB.Setelah memarkirkan mobil, ketiga pria tersebut keluar. Mereka mendatangi kantor pengembang dan disambut supervisor serta kepala keamanan. Seusai berbincang sesaat, sang supervisor memberikan tiga helm proyek yang segera dikenakan para tamu. Kemudian mereka keluar untuk menuju area proyek dengan mobil khusus. "Apa tidak terlihat, ke mana pencuri itu pergi?" tanya Hisyam sambil memerhatikan kepala keamanan bernama Dawson yang menjadi sopir. "
Malam itu, seunit mobil MPV hitam melaju di jalanan Kota Brighton. Pengemudinya memfokuskan pandangan ke depan sambil mendengarkan petunjuk rekannya di sebelah kiri. Kelima pria di belakang, sibuk mengenakan atribut penyamaran. Mereka saling memberikan masukan agar hasilnya bagus dan bisa menyembunyikan wajah asli. Setibanya di tempat tujuan, kelima pria yang sama-sama mengenakan sweter gelap, turun dari kendaraan sambil membawa ransel masing-masing. Mereka menunggu mobil kembali melaju, kemudian mereka jalan berderet menyusuri jalan setapak di tepi lahan kosong. Dari kejauhan, tampak beberapa lampu menyinari pos pengamanan. Kelima lelaki tersebut segera merunduk sembari meneruskan langkah lebih cepat. Semak-semak tinggi di tempat itu melindungi mereka dari pantauan petugas keamanan. Ditambah lagi embusan angin yang searah dengan mereka. Hingga derap langkah kelimanya tidak terdengar siapa pun. Sementara di pos penjagaan, Rangga dan Lazuardi tengah berbincang dengan beberapa petu
Lazuardi dan Rangga mengamati keempat pelaku yang tengah diamankan di kantor polisi terdekat dengan lokasi proyek. Sementara kedua korban luka sudah dilarikan ke rumah sakit oleh ketiga petugas keamanan, yang tadi ikut ke tempat kejadian.Demikian pula dengan Robi yang badannya luka-luka terkena batu saat bergulingan tadi. Beni yang menungguinya di rumah sakit, turut meringis ketika Robi mengaduh saat lukanya dibersihkan perawat. Hisyam yang berada di kantor polisi, menggertakkan gigi seusai mendengar penuturan salah seorang pencuri, yang menjelaskan cara mereka melakukan aksi. Hisyam makin emosi karena ternyata pencurian itu adalah keempat kalinya dilakukan komplotan itu di lokasi proyek. Jack tampak termangu karena memikirkan nasib istri staf.yang melakukan pencurian. Perempuan yang merupakan kerabat asisten rumah tangga Jack, saat itu tengah hamil tua. Jack dan Rangga sudah berembuk. Mereka sepakat untuk tidak menginformasikan tentang staf bernama Rogan pada keluarganya, karena k
Grup Pengawal Lapis Tiga, Empat dan Lima Beni : Ada yang janjian kencan, euy! Valdi : Aku ngikik dengar dia ngerayu. Robi : Memanglah Abang kita, nih. Perayu ulung. Lazuardi : Aku sampai bengong dulu. Rada nggak yakin, Abang kalem kita ternyata tengah menyebar jaring cinta. Frank : Rangga ngakak pas baca chat-nya Beni tadi. Yusuf : Orang London, kalian belum pada tidur? Beni : Belum, @Yusuf. Jauhari : Kalian tadi ngomongin siapa? Robi : Hisyam. Anak kesayangan Emak OY. Aditya : Hisyam ngapain? Lazuardi : Ngerayu Tari, ngajak kencan.Dimas : Eeeaaa. Harun : Cie, @Hisyam. Nanang : Hisyam, nih, semua Nona muda dipepetin. Gumelar : Bagilah aku satu, @Hisyam. Hisyam : Semuanya tergantung tampang dan keberuntungan, @Nanang dan @Gumelar. Wahyudi : Bagosss! Disuruh kerja jauh-jauh, malah mepet anak gadis orang. Jeffrey : Aku cemburu! Ibrahim ; Aku sakit hati! Fawwaz : Aku benci Hisyam! Aku benci! Chairil : Syam, kamu nyerobot mulu! Syuja : Kapanlah giliranku yang dapat No
Matahari sudah naik sepenggalah ketika Hisyam terbangun. Dia meringis karena tulang-tulangnya sakit saat digerakkan. Hisyam menggeliat pelan, lalu bangkit dengan bertahan pada tangan kiri. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, kemudian memindai sekitar. Pria berkaus hitam mengambil gelas dari meja samping kiri kasur. Dia meneguk air putih hingga habis, lalu meletakkan gelas kembali ke tempat semula. Hisyam mengatur napas sembari mengingat-ingat kejadian semalam. Dia meraba dahi dan leher yang masih hangat, walaupun sudah tidak sepanas semalam. Pria berhidung bangir mengamati tas di kursi dekat jendela. Dia menduga jika ada yang mengantarkan barangnya dari rumah mess. Entah siapa. Hisyam memaksakan diri bangkit dan jalan menuju kursi. Dia mengambil tas dan membuka ritsleting. Kemudian mengambil tas kecil berisi peralatan mandi dan meletakkan benda itu ke kursi. Pria berkulit kecokelatan meraih baju dan celana dari dalam tas. Dia mengecek sekali lagi, sebelum mengeluh karena tidak dibeka
Damsaz mengamati isi akun gadis yang telah mencuri perhatiannya selama beberapa hari terakhir. Terutama seusai pertemuan mereka untuk kedua kalinya di kantor Latief Grup minggu lalu. Damsaz mengulaskan senyuman menyaksikan berbagai video unggahan gadis itu di akun IG-nya. Gaya khas perempuan muda berhidung bangir, membuat Damsaz kian menyukai sang pemilik akun tersebut.Terdorong rasa penasaran, pria berparas manis akhirnya menggulirkan jemari ke kotak pesan. Melihat gadis itu tengah aktif, Damsaz langsung mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada orang tersebut. Damsaz : Hai. Detik berganti menjadi menit. Damsaz sudah hendak keluar dari aplikasi itu, ketika melihat bila gadis tersebut tengah mengetik. Avariella : Halo, Mas. Damsaz spontan tersenyum. Dia kembali mengetik pesan untuk membalas. Selama beberapa menit berikutnya, keduanya asyik berbincang. Sebelum akhirnya Damsaz meminta nomor telepon dan Avariella memberikannya. Pria berkaus putih langsung menghubungi gadis itu. Di
Malam kian larut. Hisyam dan rekan-rekannya telah kembali ke rumah dinas serta mess. Jika Utari dan keempat perempuan lainnya langsung beristirahat, para pria masih berkumpul di ruang tamu mess. "Menyebalkan!" sungut Beni sambil melirik Hisyam yang sedang menyugar rambutnya. "Bikin iri!" desis Rangga. "Hisyam rese!" geram Frank. "Aku jadi pengen juga," imbuh Lazuardi. "Nasib jomlo akut," keluh Robi. "Bang Hisyam bikin aku senewen," papar Fattah. "Untung aku nggak lihat, jadi nggak kesal," sela Syafid. "Mentang-mentang dibolehin akting, main nyosor aja dia," cibir Valdi. "Bang Hisyam ternyata mesum," seloroh Agus. "Aku harus cari pasangan, nih," balas Deri. "Kerja, euy! Kita dikirim jauh-jauh buat kerja, bukan pacaran," sindir Kurniawan. "Kalian ini, aku cuma nunduk dan nyium rambut Utari. Bukan cium pipinya," sanggah Hisyam. "Tetap aja bikin gedeg!" desis Beni sambil memelototi sahabatnya yang tengah tersenyum."Itu satu-satunya cara supaya piano rusak percaya, bahwa aku
Rinai hujan mengiringi kepulangan Utari sore itu. Dia sengaja pulang lebih awal agar bisa membantu Maggie memasak makanan pesanan Lazuardi, yang hari itu merayakan ulang tahun. Aroma harum menyergap indra penciuman Utari, sesaat setelah memasuki rumah dinas. Dia bergegas menuju dapur sambil melepaskan jaket cokelat dan meletakkannya di sofa ruang tengah. Langkah Utari terhenti ketika melihat kedua rekannya ternyata telah datang terlebih dahulu. Utari mengulaskan senyuman sembari menyambangi Dreena dan Vanessa yang sedang membantu Maggie menghias kue. Gwenyth dan Penelope tiba bersama dengan Lazuardi. Mereka membawa beberapa paper bag, lalu meletakkan bawaan ke meja ruang tengah. "Acaranya mau dilakukan di mana, Bang?" tanya Utari sembari memandangi pria berkemeja biru yang tengah mengeluarkan aneka buah-buahan ke meja. "Tadinya mau di luar, tapi nggak bisa karena hujan," jawab Lazuardi. "Di sini aja, deh. Sebelah lebih sempit," lanjutnya seusai memindai sekitar. "Rumah itu keban