Eeeaaa. Abang Hisyam mulai berani ngajak kencan. Mulai hati ini, insyaallah Hisyam akan tayang 2 part sehari. Dukung terus dengan tidak skip baca dan berikan gems serta giat ^^. Hatur nuhun
Grup Pengawal Lapis Tiga, Empat dan Lima Beni : Ada yang janjian kencan, euy! Valdi : Aku ngikik dengar dia ngerayu. Robi : Memanglah Abang kita, nih. Perayu ulung. Lazuardi : Aku sampai bengong dulu. Rada nggak yakin, Abang kalem kita ternyata tengah menyebar jaring cinta. Frank : Rangga ngakak pas baca chat-nya Beni tadi. Yusuf : Orang London, kalian belum pada tidur? Beni : Belum, @Yusuf. Jauhari : Kalian tadi ngomongin siapa? Robi : Hisyam. Anak kesayangan Emak OY. Aditya : Hisyam ngapain? Lazuardi : Ngerayu Tari, ngajak kencan.Dimas : Eeeaaa. Harun : Cie, @Hisyam. Nanang : Hisyam, nih, semua Nona muda dipepetin. Gumelar : Bagilah aku satu, @Hisyam. Hisyam : Semuanya tergantung tampang dan keberuntungan, @Nanang dan @Gumelar. Wahyudi : Bagosss! Disuruh kerja jauh-jauh, malah mepet anak gadis orang. Jeffrey : Aku cemburu! Ibrahim ; Aku sakit hati! Fawwaz : Aku benci Hisyam! Aku benci! Chairil : Syam, kamu nyerobot mulu! Syuja : Kapanlah giliranku yang dapat No
Matahari sudah naik sepenggalah ketika Hisyam terbangun. Dia meringis karena tulang-tulangnya sakit saat digerakkan. Hisyam menggeliat pelan, lalu bangkit dengan bertahan pada tangan kiri. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, kemudian memindai sekitar. Pria berkaus hitam mengambil gelas dari meja samping kiri kasur. Dia meneguk air putih hingga habis, lalu meletakkan gelas kembali ke tempat semula. Hisyam mengatur napas sembari mengingat-ingat kejadian semalam. Dia meraba dahi dan leher yang masih hangat, walaupun sudah tidak sepanas semalam. Pria berhidung bangir mengamati tas di kursi dekat jendela. Dia menduga jika ada yang mengantarkan barangnya dari rumah mess. Entah siapa. Hisyam memaksakan diri bangkit dan jalan menuju kursi. Dia mengambil tas dan membuka ritsleting. Kemudian mengambil tas kecil berisi peralatan mandi dan meletakkan benda itu ke kursi. Pria berkulit kecokelatan meraih baju dan celana dari dalam tas. Dia mengecek sekali lagi, sebelum mengeluh karena tidak dibeka
Damsaz mengamati isi akun gadis yang telah mencuri perhatiannya selama beberapa hari terakhir. Terutama seusai pertemuan mereka untuk kedua kalinya di kantor Latief Grup minggu lalu. Damsaz mengulaskan senyuman menyaksikan berbagai video unggahan gadis itu di akun IG-nya. Gaya khas perempuan muda berhidung bangir, membuat Damsaz kian menyukai sang pemilik akun tersebut.Terdorong rasa penasaran, pria berparas manis akhirnya menggulirkan jemari ke kotak pesan. Melihat gadis itu tengah aktif, Damsaz langsung mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada orang tersebut. Damsaz : Hai. Detik berganti menjadi menit. Damsaz sudah hendak keluar dari aplikasi itu, ketika melihat bila gadis tersebut tengah mengetik. Avariella : Halo, Mas. Damsaz spontan tersenyum. Dia kembali mengetik pesan untuk membalas. Selama beberapa menit berikutnya, keduanya asyik berbincang. Sebelum akhirnya Damsaz meminta nomor telepon dan Avariella memberikannya. Pria berkaus putih langsung menghubungi gadis itu. Di
Malam kian larut. Hisyam dan rekan-rekannya telah kembali ke rumah dinas serta mess. Jika Utari dan keempat perempuan lainnya langsung beristirahat, para pria masih berkumpul di ruang tamu mess. "Menyebalkan!" sungut Beni sambil melirik Hisyam yang sedang menyugar rambutnya. "Bikin iri!" desis Rangga. "Hisyam rese!" geram Frank. "Aku jadi pengen juga," imbuh Lazuardi. "Nasib jomlo akut," keluh Robi. "Bang Hisyam bikin aku senewen," papar Fattah. "Untung aku nggak lihat, jadi nggak kesal," sela Syafid. "Mentang-mentang dibolehin akting, main nyosor aja dia," cibir Valdi. "Bang Hisyam ternyata mesum," seloroh Agus. "Aku harus cari pasangan, nih," balas Deri. "Kerja, euy! Kita dikirim jauh-jauh buat kerja, bukan pacaran," sindir Kurniawan. "Kalian ini, aku cuma nunduk dan nyium rambut Utari. Bukan cium pipinya," sanggah Hisyam. "Tetap aja bikin gedeg!" desis Beni sambil memelototi sahabatnya yang tengah tersenyum."Itu satu-satunya cara supaya piano rusak percaya, bahwa aku
Rinai hujan mengiringi kepulangan Utari sore itu. Dia sengaja pulang lebih awal agar bisa membantu Maggie memasak makanan pesanan Lazuardi, yang hari itu merayakan ulang tahun. Aroma harum menyergap indra penciuman Utari, sesaat setelah memasuki rumah dinas. Dia bergegas menuju dapur sambil melepaskan jaket cokelat dan meletakkannya di sofa ruang tengah. Langkah Utari terhenti ketika melihat kedua rekannya ternyata telah datang terlebih dahulu. Utari mengulaskan senyuman sembari menyambangi Dreena dan Vanessa yang sedang membantu Maggie menghias kue. Gwenyth dan Penelope tiba bersama dengan Lazuardi. Mereka membawa beberapa paper bag, lalu meletakkan bawaan ke meja ruang tengah. "Acaranya mau dilakukan di mana, Bang?" tanya Utari sembari memandangi pria berkemeja biru yang tengah mengeluarkan aneka buah-buahan ke meja. "Tadinya mau di luar, tapi nggak bisa karena hujan," jawab Lazuardi. "Di sini aja, deh. Sebelah lebih sempit," lanjutnya seusai memindai sekitar. "Rumah itu keban
Hari berganti. Sore itu, Hisyam, Rangga dan Lazuardi mendatangi hotel tempat tim PC menginap. Yanuar dan Andri yang masih di sana, menyambut ketiga junior dengan pelukan hangat. Yanuar mengajak ketiga pria tersebut ke kamar terbesar yang ditempati keempat ketua tim PC. Kelima ketua lainnya turut menyambangi bersama Zein dan Hendri. Mereka berbincang mengenai kabar orang-orang di Indonesia. Hendri memberikan titipan dari Irshava buat Rangga. Kemudian Zein mengajak calon adik iparnya berbincang berdua saja di balkon.Kala masuk waktu Magrib, yang beragama Islam bergantian menunaikan salat. Lalu, Hisyam mengajak kedua seniornya ke rumah dinas. Namun, ternyata Zein dan Hendri ikut juga ke sana. "Abang dan Akang, beneran mau nginap di tempat kami?" tanya Rangga sambil memandangi Adik ipar yang umurnya lebih tua, dan calon Kakak iparnya di samping kanan. "Ya. Kami juga ikut Yanuar ke mana-mana. Mecah dari rombongan PC," terang Hendri yang berada di antara Rangga dan Zein. "Mereka mau k
Jumat siang, seusai salat di masjid terdekat, rombongan turis Indonesia menaiki bus dari hotel. Mereka akan berwisata keliling kota hingga nanti malam. Maggie diangkut Qadry untuk menjadi pemandu wisata dadakan. Perempuan paruh baya tersebut terlihat senang dan menjalankan tugasnya dengan semangat. Hisyam dan rekan-rekannya tidak ikut berwisata. Mereka harus menyelesaikan pekerjaan agar bisa turut berlibur selama dua hari ke depan. Utari yang bergabung dengan rombongan PC, berusaha mengakrabkan diri dengan orang-orang yang memang belum terlalu dikenalnya. Bersama Kimora, Utari turut membantu membagikan snack yang disiapkan tim Qadry sejak pagi tadi. Demikian pula dengan Dreena, Vanessa dan Gwenyth. "Ri, duduk sini," pinta Luthfan Baihaqi, direktur operasional Ganendra Grup. "Mas tambah manis aja," puji Utari seusai mendudukkan diri di kursi sebelah kanan pria berambut belah tengah, yang memang sudah dikenalnya sejak beberapa tahun silam."Jangan memuji kalau kamu tetap nolak nika
Hisyam memerhatikan ekspresi gadis muda di hadapannya, yang tengah menerangkan detail peristiwa tidak menyenangkan, yang dialami perempuan bermata sipit saat berlibur dua bulan silam. Shaylin Ming, sekali-sekali akan berhenti mengoceh untuk menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya sekali waktu. Gadis berkulit putih tersebut terlihat masih syok, meskipun telah mengikuti terapi. Setelah Shaylin menuntaskan ucapannya, Hisyam beradu pandang dengan Rangga yang sejak tadi turut mendengarkan ocehan sang nona. Sementara Fatma mengusap-usap punggung Shaylin sembari berusaha menenangkan gadis berwajah mungil itu. "Bisa dicoba dulu, Nona. Nanti, Nona yang pilih pengawal mana yang bisa jadi back up buat Fatma dan Kimora. Sekaligus menjaga kedua Adik Nona," tukas Hisyam. Shaylin mengangkat alisnya "Benarkah?" tanyanya. "Ya. Nanti kuajak mereka ke sini. Nona bisa wawancara sendiri." "Ehm, aku tidak mau yang bercambang." Hisyam mengulum senyuman. "Pengawal kami tidak ada yang bercambang,
114 Puluhan orang keluar dari belasan unit mobil berbagai tipe. Mereka mengepung rumah besar tiga lantai di kawasan elite Kota Paris. Kepala polisi melangkah cepat ke teras rumah itu. Dia memencet bel dan menunggu dibukakan. Detik berganti. Namun, pintu tetap tertutup. Kepala polisi tetap tenang dan menekan bel lagi. Dia memerhatikan sekeliling sambil berbicara pada wakilnya dengan suara pelan. Sekian menit berlalu, sang kepala polisi akhirnya menelepon seseorang. Tidak berselang lama, pintu belakang dan samping rumah itu dibongkar paksa. Belasan orang menerobos masuk. Mereka langsung ditembaki orang-orang dari lantai dua yang bersembunyi di sekitar tangga. Tim polisi membalas tembakan sembari bergerak maju. Mereka jalan cepat sesuai strategi yang telah dibuat sejak beberapa jam lalu. Selama hampir setengah jam baku tembak itu berlangsung. Banyak korban dari kedua belah pihak yang terluka. Selebihnya terpaksa melanjutkan perkelahian dengan tangan kosong. Tiga unit mobil MPV ber
113 Hisyam mengaduh ketika tendangan Othello menghantam telinga kanannya. Hisyam menggeleng cepat untuk menghilangkan pusing, lalu dia memandangi Othello yang sedang tersenyum miring. "Cuma segitu saja kemampuanmu?" ledek Hisyam sambil memutar-mutar lehetnya supaya rasa tidak nyaman bisa segera hilang. "Itu baru separuh," jawab Othello. "Keluarkan semuanya." "Dengan senang hati." Othello maju dan meninju berulang kali. Hisyam menangkis sambil mendur beberapa langkah. Dia mencari titik kelemahan lawannya, lalu Hisyam menyusun rencana dengan cepat. Hisyam melompat dan menginjak paha kiri Lazuardi yang berada di sebelah kanannya, kemudian Hisyam menarik leher Othello dan mengepitnya dengan kedua kaki. Othello tidak sempat menjerit ketika tubuhnya terbanting keras ke tanah. Dia hendak berbalik, tetapi lengan kiri Hisyam telanjur mengepit lehernya dan memelintir dengan cepat. Edgar yang melihat rekannya rubuh, bergegas menyerang Hisyam dengan dua tendangan keras hingga pria itu ter
112 Hugo meninju Felipe tepat di rahangnya. Lelaki tua bergoyang sesaat, sebelum dia menegakkan badan kembali. Felipe melirik kedua pistolnya yang tergeletak di tanah, dia hendak mengambil benda-benda itu, tetapi satu pengait besi muncul dari samping kanan dan berhasil menarik kedua senapan laras pendek. Felipe sontak menoleh dan kaget melihat dua perempuan yang rambutnya dicepol tinggi-tinggi, melesat untuk menarik kedua pistol. Felipe hendak menarik Gwenyth, tetapi gadis itu langsung berbalik dan melakukan tendangan putar. Felipe mengaduh saat badannya ambruk ke tanah. Dia hendak bangkit, tetapi Gwenyth telah menibannya dan memutar leher Felipe hingga berbunyi nyaring. "Uww! Pasti sakit," tukas Hugo sambil meringis. "Lempar dia ke sana, Bang." Gwenyth menunjuk ke kiri. "Aku mau naik ke situ," lanjutnya yang menunjuk dekat kantor pengelola. "Hati-hati." "Okay." Hugo mengamati saat kedua gadis berlari kencang. Dia kembali meringis ketika Gwenyth dan Puspa berduet untuk menjatu
111Hampir 200 orang berkumpul di depan sebuah rumah besar, di pinggir Kota San Sebastian. Mereka tengah mempersiapkan diri, sebelum memasuki puluhan mobil van dan MPV beragam warna. Mobil-mobil itu melaju melintasi jalan lengang. Salju tebal yang turun sejak semalam, menjadikan banyak tempat tertimbun. Hanya mobil-mobil dengan alat pemecah salju yang berani melintas. Selebihnya memilih tetap di tempat. Kota San Sebastian yang terkenal sebagai tempat wisata, terletak di utara Basque, tepatnya di tenggara Teluk Biscay. Kota tersebut dikelilingi oleh daerah perbukitan dan memiliki tiga pantai yang terkenal. Yakni Concha, Ondaretta dan Zurriola. Konvoi puluhan mobil menuju Igeldo, salah satu distrik yang menghadap Gunung Ulia. Mereka telah mendapatkan informasi akurat tentang keberadaan kelompok Hugo, yang tengah meninjau lokasi proyek. Laurencius yang berada di mobil pertama, berusaha tetap tenang. Meskipun adrenalinnya mengalir deras, tetapi dia harus mengendalikan diri. Sudah sang
110Jalinan waktu terus bergulir. Pagi waktu setempat, Hisyam dan kelompoknya telah berada di bandara Kota Paris. Mereka dijemput Torin, ketua regu pengawal Perancis, dan asistennya, menggunakan dua mobil MPV. Kedua sopir mengantarkan kelompok pimpinan Yoga ke vila yang disewa Carlos, yang berada di sisi selatan Kota Paris. Sesampainya di tempat tujuan, semua penumpang turun. Mereka disambut Mardi dan Jaka di teras rumah besar dua lantai bercat hijau muda. Kemudian mereka diajak memasuki ruangan luas dan bertemu dengan banyak orang lainnya. Hisyam terperangah menyaksikan rekan-rekannya semasa perang klan Bun versus Han, telah berada di tempat itu. Hisyam melompat dan memeluk Loko, yang spontan mendekapnya erat. "Abang, aku kangen!" seru Hisyam, seusai mengurai dekapan. "Aku juga kangen, Mantan musuh," seloroh Loko. "Oh, nggak kangen ke aku?" sela Michael yang berada di samping kanan Loko. "Tentu saja aku kangen. Terutama karena sudah lama kita nggak sparing," balas Hisyam sembar
109Rinai hujan yang membasahi bumi malam itu, menyebabkan orang-orang memutuskan untuk tetap di rumah ataupun tempat tertutup lainnya. Utari menguap untuk kesekian kalinya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata yang kian memberat, sebelum menyandar ke lengan kiri suaminya. "Kalau sudah ngantuk, tidur," ujar Hisyam tanpa mengalihkan pandangan dari televisi yang sedang menayangkan film laga dari Jepang. "Lampunya matiin. Aku nggak bisa tidur kalau terang gini," pinta Utari. Hisyam menggeser badan ke kanan untuk menyalakan lampu tidur. Kemudian dia beringsut ke tepi kasur, dan berdiri. Hisyam jalan ke dekat pintu untuk memadamkan lampu utama. "Aku mau bikin teh. Kamu, mau, nggak?" tanya Hisyam. "Enggak," tolak Utari sambil merebahkan badannya. Sekian menit berlalu, Hisyam kembali memasuki kamar sambil membawa gelas tinggi. Dia meletakkan benda itu ke meja rias, lalu beranjak memasuki toilet. Kala Hisyam keluar, dia terkejut karena mendengar bunyi ponselnya. Pria berkaus hitam menyambar
108Jalinan waktu terus bergulir. Deretan acara pernikahan sudah tuntas dilaksanakan di dua kota. Hisyam dan Utari telah kembali ke Jakarta. Mereka menetap di rumah baru bersama kedua Adik Hisyam. Pagi itu, Chalid menjemput Utari dan mengantarkannya ke kantor Dewawarman Grup. Sementara Hisyam melajukan kendaraan menuju kediaman Sultan. Jalan raya yang padat merayap menyebabkan Hisyam menggerutu. Dia sangat berharap kondisi lalu lintas di Ibu Kota bisa lebih tertata, seperti halnya di London. Sesampainya di tempat tujuan, ternyata sudah banyak orang berkumpul. Hisyam keluar dari mobil MPV mewah yang harganya sama dengan mobil Andri dan Haryono. Kemudian dia mendatangi orang-orang di gazebo dan teras, lalu menyalami semuanya dengan takzim. Tidak berselang lama, Yusuf dan teman-temannya datang. Sebab tidak mendapatkan tempat parkir, kedua sopir memarkirkan kendaraan mereka di pekarangan rumah Marley, yang berada di seberang. Alvaro mengajak semua orang untuk berpindah ke belakang. Hi
107 Ratusan orang memenuhi taman resor BPAGK di Bogor, yang telah diubah menjadi tempat pesta kebun nan mewah. Puluhan meja bernuansa putih, ungu muda dan fuchsia, mendominasi area kiri hingga tengah. Sementara bagian kanan sengaja dikosongkan untuk tempat pertunjukan. Pelaminan bersemu putih dan ungu, menambah keindahan tempat perhelatan akbar tersebut. Aroma bunga tercium di seputar area, terutama karena setiap sudutnya dipenuhi bunga beraneka warna, yang kian menambah kecantikan dekorasi hasil tim Mutiara.Pasangan pengantin baru menikmati hidangan di meja terdekat dengan pelaminan. Bersama hadirin, mereka menonton tiga video pre wedding yang telah disatukan. Hisyam mengusap tangan kiri Utari yang spontan menoleh. Keduanya sama-sama mengulum senyuman, karena mengingat saat pengambilan video, jauh sebelum mereka benar-benar menikah. "Kamu tahu? Waktu itu aku deg-degan banget. Terutama waktu kita adegan pelukan dari belakang," ujar Hisyam. "Aku ngerasa jantung Abang berdetak ken
106 "Syam, kamu apain Tari?" tanya Wirya sembari mengamati perempuan bergaun merah muda, yang sedang berbincang dengan istrinya. "Enggak diapa-apain, Bang," sahut Hisyam. "Jalannya aneh gitu." Hisyam meringis. "Mata Abang jeli banget." "Aku lebih pengalaman, jadi rada paham." Wirya melirik juniornya, lalu dia bertanya, "Berapa kali?" Hisyam tidak langsung menjawab, melainkan hanya tersenyum sembari menggaruk-garuk kepalanya. "Jawab!" desis Wirya sambil berpura-pura hendak mencekik pria yang lebih muda. "Dua," balas Hisyam dengan suara pelan. Wirya mengangkat alisnya, kemudian dia merangkul pundak sang junior. "Good. Aku dulu juga gitu." "Langsung dua set?" "Enggak. Malam dan pagi. Kamu?" "Siang dan sore. Entar malam sekali lagi." Keduanya saling melirik, sebelum terbahak bersama. Orang-orang di sekitar memandangi kedua pria yang sama-sama mengenakan kemeja biru tua, dengan tatapan penuh tanya. "Mereka ngakak begitu, aku jadi curiga," tutur Delany sambil memandangi suamin