"Kenapa kalian terburu buru ingin kembali ke Perguruan Pinus Angin?" Tanya Mpu Marhantika.
Sehari sejak Janu mencapai tingkat penguatan energi, keempatnya langsung berencana untuk segera kembali ke Perguruan Pinus Angin. Mereka sudah bersiap di depan rumah tamu untuk pergi.
"Disini tugas kami sudah selesai mpu. Kami ingin segera melapor kepada guru kami." Jawab Janu.
"Tinggallah disini beberapa hari lagi!"
"Maaf mpu, kami benar benar tidak bisa. Kami harus segera kembali." Tegas Janu bersikukuh.
"Huft, dasar anak muda! Santai sedikit saja tidak mau." Ucap sang empu ketus.
"Sekali lagi maafkan kami Mpu Marhantika." Sambil terus meminta maaf Janu memberi hormat.
"Baik, baik. Aku paham." Ujar sang mpu kemudian.
"Kalian pergilah! Tapi kalau ada waktu, kembali lagi kemari." Lanjutnya.
"Terima kasih mpu, atas kesediaannya menerima kami beberapa hari ini. Kalau memang waktu mengijinkan, kami siap bekerjasama dengan Perguruan Pe
Janu curiga saat dia menemukan seonggok mayat terbujur kaku di depan sebuah rumah. Ditambah dengan kondisi mayat yang sangat mengenaskan, membuatnya yakin kalau mayat itu adalah korban penggunaan ilmu hitam, sama seperti kejadian wabah misterius empat tahun lalu.Dia pun menduga bahwa korban lainnya mungkin saja dikumpulkan di dalam rumah di dekat mayat yang mereka temukan.Mereka pun bergerak. Rangin segera maju mendobrak pintu rumah yang tertutup rapat. Bau tidak sedap semakin menyeruak menusuk hidung.Benar saja, di dalam rumah mereka melihat tumpukan mayat bergelimpangan. Tua muda semua tewas di dalam rumah. Kondisi mereka seperti mayat yang ditemukan di depan rumah.Kebanyakan mayat ditemukan dengan kondisi kesakitan. Ada dua mayat lelaki dan wanita tua yang tergeletak di atas dipan di dalam sebuah kamar. Kemungkinan itu adalah pasangan suami istri pemilik rumah. Di atap ruang depan bolong.'Semua warga tewas disini. Mungkin mayat yang ada di
"Bagaimana? Apa kalian mendapat informasi yang bagus?" Tanya Janu saat mengetahui Rangin dan Malya datang.Mereka berempat berkumpul di sebuah hutan di dekat sebuah desa di Kademangan Vriloka."Kami sudah berhasil mendapat nama nama dan wilayah dimana wabah itu muncul." Jawab Rangin."Lalu?""Apa kau tahu yang kami temukan?" Ujar Malya sambil tersenyum."Apa?" Sahut Janu dan Wulung berbarengan."Kita kan sudah mengingat gambaran keseluruhan daerah sini dari kitab yang kita pinjam di pusat kitab. Kami sudah membayangkan letak dari desa desa yang terkena wabah. Apabila digambarkan, wabah itu membentuk suatu pola. Dari sana akan diketahui mana saja daerah yang akan terkena wabah selanjutnya." Terang Malya."Teruskan!" Ujar Janu semakin tertarik."Kesimpulan yang berhasil kami ambil adalah... Target selanjutnya kemunculan wabah itu ada di pusat Kademangan Vriloka.""Menarik!" Janu sedikit memicingkan mata."Kalau begi
Rangin dan Wulung bergerak menuju ke pusat kabut, dimana kepulan kabut hitam tebal sangat terasa hingga hampir membutakan mata.Untung saja kemampuan mereka sudah mencapai tingkat penguatan energi, jadi semakin mudah menjaga tubuh mereka dari racun kabut tersebut.Masuk ke dalam kabut hitam, keduanya terus mencari lokasi titik pusat dari kabut. Sepanjang jalan mereka menjumpai ada beberapa warga yang tidak selamat dan tergeletak di tengah jalan.Di dalam kabut, mereka tiba di titik pusat kabut tersebut. Dengan intuisinya, mereka terus berjalan sambil mengamati sekeliling. Disana mereka berpencar. Rangin masuk ke sebuah rumah warga, sementara Wulung berjalan menyusuri lorong.Saat menyusuri jalanan, tak lupa Wulung menggeledah tempat jualan dan gerobak pedagang yang ditinggal pemiliknya. Dia membuka isi dari barang barang jualan para pedagang.Beruntung sekali, beberapa kali Wulung menggeledah gerobak gerobak pedagang, dia akhirnya menemukan b
Janu dan para sahabatnya berjalan mengendap endap mendekati kerumunan orang di tengah hutan. Mereka lantas bersembunyi di balik semak, berusaha menguping pembicaraan.Seorang sosok berjubah hitam berdiri di tengah kerumunan. Di hadapannya, membelakangi keempat remaja, sosok lain berjubah kelabu tengah dimaki habis habisan oleh sosok berjubah hitam di depannya. Sementara orang orang yang mengerumuni mereka tampak ketakutan sambil menundukkan wajah.Sekilas Janu dan kawan kawannya melihat wajah sosok berjubah hitam. Mereka bertiga seperti mengenal dengan sosok tersebut. Dia bukan lain adalah Salwaka, si penganut ilmu hitam, murid Perguruan Lembah Ular.Dari sini terkuak sudah siapa dalang di balik wabah mematikan di Kademangan Vriloka. Salwaka, lelaki yang dahulu menyerang Masin dengan wabah yang sama, kini sudah kembali muncul ke permukaan.Janu dan kawan kawan terus menguping pembicaraan mereka. Dia tidak mau gegabah menyerang musuhnya secara langsung. Di
Satu orang remaja muncul dari balik semak, menghajar orang orang yang tengah kesakitan sehabis meminum ramuan misterius. Diikuti oleh tiga remaja lain yang juga maju melawan musuh musuhnya itu.Selepas melewati dan menghajar beberapa orang, Wulung menghampiri Jalada. Seperti banteng mengamuk, dia maju tanpa kenal takut. Pikirannya sudah dikendalikan emosi. Remaja kecil itu berusaha menyerang Jalada yang masih meringkuk kesakitan.Saat akhirnya dia berhadapan dengan Jalada, sesuatu terjadi.Dia melihat wajah Jalada tersenyum lebar. Terlihat gigi gigi hitam yang menjijikan dari balik senyumnya. Sesaat Jalada mendongak. Matanya jalang, melirik ke arah Wulung. Dia tertawa terkikik."Hihihi... Para ikan terpancing juga!" Ujarnya."Apa... Apa maksudmu?!" Teriak Wulung masih emosi.Janu dan kedua kawan yang lain mulai panik. Melihat gerak gerik Jalada yang seperti itu membuat mereka tersadar. Mereka telah termakan oleh tipuan orang orang ini.
Separuh energi telah terkuras saat Wulung akhirnya kembali maju ke medan perkelahian. Kini keempatnya memiliki kesempatan untuk keluar dari kepungan.Jalada melihat anak buahnya masih tidak sanggup menembus pertahanan keempat remaja itu. Lelaki itu berteriak teriak tidak sabaran. Dia memaki maki Janu dan kawan kawannya dengan ucapan yang kasar."Bajingan kalian antek Mataram! Berani beraninya kalian mengganggu pekerjaan kami!"Disini Jalada ragu anak buahnya mampu menghabisi keempat remaja itu. Dia yang kaget dengan kemampuan mereka yakin kalau para remaja ini bisa meloloskan diri. Melihat kekuatan anak buahnya dan kemampuan musuh membuatnya sedikit kecut."Huft, Lama sekali kalian! Bagaimana kalau kami ikut masuk ke dalam pertarungan?" Sambil mendesah, Salwaka berbicara kepada Jalada."Belum saatnya kau ikut campur, Salwaka." Gerutu Jalada."Alah, lama! Ayo sekarang kita serang saja." Ujar Salwaka.Disini Jalada mau tidak mau masuk k
Wulung lengah, dia terlambat menyadari tombak yang diayunkan ke kepalanya. Dia yang sudah kelelahan kaget dengan serangan itu. Reflek tangannya ke atas, berusaha menahan serangan itu.'Prakk!'Benturan pun tidak terelakkan. Tangan Wulung sedikit bengkok akibat hantaman tombak, mungkin saja tulangnya patah. Lunglai tangan kanan Wulung terjuntai tidak bisa digerakkan. Dia menjerit kesakitan.Para remaja itu sudah terdesak, kelelahan membuat mereka kehilangan jalan keluar. Serangan putus asa dilancarkan keempatnya, namun dengan cepat dapat dipatahkan musuh.Janu dan kawan kawan terluka cukup parah. Mereka menderita luka tusukan dan sabetan di sana sini. Bahkan tangan kanan Wulung patah terkena serangan musuh.'Woosh!'Bola api muncul dari segala arah, mengarah kearah para perampok Tanduk Api. Seorang perampok yang terlambat menghindar terbakar hidup hidup.Para perampok yang lain kaget bukan main dengan serangan tiba tiba itu. Salw
Janu siuman saat hari sudah gelap. Dia terbangun di dalam sebuah gubuk kecil di tengah hutan. Di sebelahnya, Wulung dan Malya masih tergeletak tak sadarkan diri. Rangin tak tampak sama sekali di dalam sana.Di dalam gubuk tidak ada barang apapun terisi, hanya selembar tikar bambu lebar untuk alas berbaring.Dia lantas mencoba untuk duduk. Badannya masih sedikit lemas akibat mengeluarkan kekuatan dan energi yang berlebihan. Duduk sebentar, lalu dengan berat dan sedikit pusing, dia berdiri dan berjalan pelan menuju keluar gubuk.Di luar, di dekat pohon rambutan, Rangin baru nampak tengah bermeditasi. Terlihat bekas luka dan gurat merah hasil lecutan cambuk menggurat di badannya. Dia yang paling awal siuman.Janu mendekati Rangin, perlahan."Rangin, kita ada dimana?" Tanya Janu pelan.Rangin menjawab tanpa membuka mata, "Kau sudah sadar rupanya. Kita ada di kediaman Mbah Bogel.""Mbah Bogel? Apa dia yang menyelamatkan kita?""Bena