Home / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 78. Musuh Kuat Bergerak

Share

CP 78. Musuh Kuat Bergerak

Author: Moa
last update Last Updated: 2021-06-20 09:28:37

Separuh energi telah terkuras saat Wulung akhirnya kembali maju ke medan perkelahian. Kini keempatnya memiliki kesempatan untuk keluar dari kepungan.

Jalada melihat anak buahnya masih tidak sanggup menembus pertahanan keempat remaja itu. Lelaki itu berteriak teriak tidak sabaran. Dia memaki maki Janu dan kawan kawannya dengan ucapan yang kasar.

"Bajingan kalian antek Mataram! Berani beraninya kalian mengganggu pekerjaan kami!"

Disini Jalada ragu anak buahnya mampu menghabisi keempat remaja itu. Dia yang kaget dengan kemampuan mereka yakin kalau para remaja ini bisa meloloskan diri. Melihat kekuatan anak buahnya dan kemampuan musuh membuatnya sedikit kecut.

"Huft, Lama sekali kalian! Bagaimana kalau kami ikut masuk ke dalam pertarungan?" Sambil mendesah, Salwaka berbicara kepada Jalada.

"Belum saatnya kau ikut campur, Salwaka." Gerutu Jalada.

"Alah, lama! Ayo sekarang kita serang saja." Ujar Salwaka.

Disini Jalada mau tidak mau masuk k

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Janu: Tahap Awal   CP 79. Mbah Bogel

    Wulung lengah, dia terlambat menyadari tombak yang diayunkan ke kepalanya. Dia yang sudah kelelahan kaget dengan serangan itu. Reflek tangannya ke atas, berusaha menahan serangan itu.'Prakk!'Benturan pun tidak terelakkan. Tangan Wulung sedikit bengkok akibat hantaman tombak, mungkin saja tulangnya patah. Lunglai tangan kanan Wulung terjuntai tidak bisa digerakkan. Dia menjerit kesakitan.Para remaja itu sudah terdesak, kelelahan membuat mereka kehilangan jalan keluar. Serangan putus asa dilancarkan keempatnya, namun dengan cepat dapat dipatahkan musuh.Janu dan kawan kawan terluka cukup parah. Mereka menderita luka tusukan dan sabetan di sana sini. Bahkan tangan kanan Wulung patah terkena serangan musuh.'Woosh!'Bola api muncul dari segala arah, mengarah kearah para perampok Tanduk Api. Seorang perampok yang terlambat menghindar terbakar hidup hidup.Para perampok yang lain kaget bukan main dengan serangan tiba tiba itu. Salw

    Last Updated : 2021-06-20
  • Janu: Tahap Awal   CP 80. Hati Dan Jalan Kebenaran

    Janu siuman saat hari sudah gelap. Dia terbangun di dalam sebuah gubuk kecil di tengah hutan. Di sebelahnya, Wulung dan Malya masih tergeletak tak sadarkan diri. Rangin tak tampak sama sekali di dalam sana.Di dalam gubuk tidak ada barang apapun terisi, hanya selembar tikar bambu lebar untuk alas berbaring.Dia lantas mencoba untuk duduk. Badannya masih sedikit lemas akibat mengeluarkan kekuatan dan energi yang berlebihan. Duduk sebentar, lalu dengan berat dan sedikit pusing, dia berdiri dan berjalan pelan menuju keluar gubuk.Di luar, di dekat pohon rambutan, Rangin baru nampak tengah bermeditasi. Terlihat bekas luka dan gurat merah hasil lecutan cambuk menggurat di badannya. Dia yang paling awal siuman.Janu mendekati Rangin, perlahan."Rangin, kita ada dimana?" Tanya Janu pelan.Rangin menjawab tanpa membuka mata, "Kau sudah sadar rupanya. Kita ada di kediaman Mbah Bogel.""Mbah Bogel? Apa dia yang menyelamatkan kita?""Bena

    Last Updated : 2021-06-20
  • Janu: Tahap Awal   CP 81. Energi Dan Meditasi

    Mentari pagi bersinar dengan gemilang. Cicit burung terdengar bersahutan di atas pepohonan. Rangin keluar dari dalam gubuk, diikuti oleh Janu yang masih sedikit mengantuk.'Aneh sekali, padahal semalam tubuhku masih sangat sakit. Kenapa sekarang rasanya ringan sekali?' Pikir Janu.Disini Janu hanya membatin, dia masih mengikuti Rangin keluar gubuk. Diluar, keduanya lantas melakukan rutinitas pemanasan seperti biasa, merenggangkan kaki melakukan kuda kuda.Waktu berjalan, hari telah siang saat Janu dan Rangin muncul dari tengah hutan membawa buah buahan untuk dimakan. Keduanya masuk ke dalam gubuk. Disana mereka baru menyadari ada sebuah pesan yang diukir di atas potongan bambu."Anak muda, aku tahu kalian sudah mencapai tingkat penguatan energi. Aku tahu juga kalau kalian mengetahui energi itu hanyalah sebatas tenaga dalam saja. Energi itu lebih dari itu. Energi yang kalian pakai bukan hanya apa yang diserap dari dalam tubuh, namun energi yang tak terbata

    Last Updated : 2021-06-20
  • Janu: Tahap Awal   CP 82. Bahan Senjata Mistis

    "Aku sudah bicara panjang lebar. Kalian disini harus terus berlatih agar bisa mencapai tahap moksa. Perjalanan kalian masih panjang, dunia sangat luas, entah rintangan apa yang nanti akan kalian alami.""Sekarang kalian semua sudah mencapai tingkat penguatan energi tahap pondasi. Kalian juga sudah menjadi murid inti perguruan ini. Saatnya sekarang kalian mencari bahan senjata mistis masing masing.""Baik mpu!"Keempatnya lantas mengundurkan diri.Disini Janu benar benar memikirkan apa yang diucapkan oleh Mpu Sadhana. Perkataan Mpu Sadhana terngiang di otaknya. Kalau benar Mbah Bogel sudah mencapai tingkat moksa, apa mungkin yang dilakukannya karena karma, atau ada hal lain lagi. Janu pusing.Sebulan berlalu di Perguruan Pinus Angin. Selama kurun waktu itu dipergunakan Janu untuk memulihkan diri. Mereka kini sudah benar benar sembuh, tangan Wulung yang patah pun kini sudah bisa digerakkan kembali.Setelah satu bulan berlalu, keempatnya sudah

    Last Updated : 2021-06-20
  • Janu: Tahap Awal   CP 83. Desa Penambang

    Empat sosok tiba di wilayah Bagaluhan. Disana keempatnya mendengar ada sekelompok penduduk yang sering mendulang emas dan bebatuan berharga di sekitar rawa di Kademangan Rukmalaya. Segera saja mereka menuju ke lokasi yang dimaksud.Hutan rawa yang dimaksud berada di dekat sebuah desa bernama Desa Caling. Desa ini terkenal akan penduduknya yang menjadi pendulang bebatuan berharga. Disana ada sebuah sungai besar yang mengalir dari pegunungan di utara, membelah rawa menjadi dua bagian. Lokasi penambangan ada di rawa bagian selatan, berseberangan sungai dengan desa.Sampai di Desa Caling, keempatnya tidak mau menyianyiakan waktu lagi. Mereka langsung menanyakan tentang batu wesi ireng kepada salah satu warga penambang.Warga tersebut mengiyakan kalau di rawa bagian selatan masih banyak dijumpai bebatuan wesi ireng tersebut. Mereka pun langsung membujuk warga tersebut untuk disewa menjadi penambang batu itu."Kenapa tidak mau ki? Nanti kuberi lima, eh... sepul

    Last Updated : 2021-06-20
  • Janu: Tahap Awal   CP 84. Raja Sungai

    "Awal muncul tulah seperti ini. Beberapa minggu yang lalu, kami pulang dari penambangan seperti biasa. Nah saat penambang terakhir menyeberang melintasi sungai besar, dia tewas disana.""Tewas? Kenapa?""Dia tewas dimakan oleh raja sungai. Beberapa hari setelahnya, kejadian serupa pun muncul kembali. Hingga korban mencapai tujuh orang, kami akhirnya tidak berani lagi ke rawa bagian selatan. Tulah itu baru terjadi sekarang ini, padahal dahulu tidak pernah ada.""Kenapa kalian tidak meminta bantuan ke kademangan atau kadipaten?""Kami sudah mminta bantuan. Beberapa prajurit kadipaten bahkan sempat datang kemari. Semuanya gagal, para prajurit itu beberapa ada tewas oleh serangan raja sungai. Yang saya tahu, mereka tidak kembali lagi kemari karena sedang sibuk menangani masalah perampok yang sedang merajalela.""Hmm... Raja sungai ya. Apakah dia siluman?""Setahu saya, wujud dari raja sungai itu adalah seekor buaya putih raksasa yang sangat besa

    Last Updated : 2021-06-20
  • Janu: Tahap Awal   CP 85. Melawan Raja Sungai

    Para warga dan sang kepala desa yang menonton hal itu pun terkejut dan sedikit panik. Walaupun mereka pernah sekali melihat buaya itu saat melawan para prajurit Mataram, namun kali ini berbeda. Buaya itu tampak lebih besar dan mengerikan dari sebelumnya.Mereka kini khawatir dengan kondisi keempat pendekar muda itu. Para warga semakin tidak yakin kalau mereka bisa melawan sang raja sungai. Mereka juga takut kalau saja si raja sungai akan semakin murka dan menyerang desa.Janu sudah bersiaga penuh sedari tadi. Saat sang buaya menyerangnya, dia segera menghindar ke belakang. Bangkai ayam yang digenggamnya dilemparkan masuk ke dalam mulut si buaya.Ketiga rekannya juga meletakkan daging yang mereka bawa dan segera menempatkan diri di sisi sang buaya, berusaha mengepungnya. Hal itu untuk mencegah si buaya kembali masuk ke dalam sungai.Saat sang buaya tengah sibuk dengan Janu yang sangat lincah menghindarinya, ketiga sahabatnya berusaha menyerang dari samping

    Last Updated : 2021-06-20
  • Janu: Tahap Awal   CP 86. Akhir Si Raja Sungai

    Mendengar aba aba dari Janu, seketika, Rangin yang tadinya hanya menghindar kini melemparkan goloknya. Dengan cepat dia menangkap kedua sisi mulut sang buaya. Sambil mengatupkan mulut dan gigi yang gemerutuk, dia berusaha membuat agar buaya itu terbalik. Seluruh tenaga dikerahkan, Rangin yang sudah mencapai tingkat penguatan energi melawan buaya putih yang kekuatannya sangat luar biasa dan ganas. Ilmu tubuh sutra yang dipelajarinya dikeluarkan, membuat tubuhnya berubah menjadi kuning keemasan. Kedua lengannya nampak padat memperlihatkan otot dan sendi yang keras bekerja. Kelihatan sekali dia mempertaruhkan sebagian besar tenaganya untuk membalik tubuh sang buaya. Buaya itu juga tidak mau kalah. Dia terus berusaha mengatupkan rahangnya, mencoba menggigit tangan Rangin yang menggenggam kedua sisi moncong mulutnya. Sambil bergerak ke depan, dia mencoba mendorong Rangin. "Aaarrrggghhh...!" Satu teriakan nyaring terdengar. Rangin berteriak kencang

    Last Updated : 2021-06-20

Latest chapter

  • Janu: Tahap Awal   CP 121. Para Pemberontak Takdir

    Para pendekar sakti mandraguna bertempur dengan si raksasa Kurupa. Mereka melakukan pertempuran dengan berbagai serangan yang luar biasa kuat dan dalam jangkauan yang luas. Beberapa hari mereka bertempur, menyebabkan wilayah itu menjadi hancur. Badai angin, gempa bumi, gunung meletus, bahkan sungai pun meluap menyebabkan banjir bandang ke segala penjuru. Tanah di hutan Trangil sudah tidak berbentuk, rusak dan gersang, tidak ada tanda kehidupan di atasnya.Selama lima hari bertempur, Kurupa mulai terdesak. Dia yang hanya seorang diri akhirnya tidak mampu mengimbangi kekuatan para pendekar yang bersatu. Kurupa kemudian melarikan diri dengan menghilang dibalik udara hampa. Para pendekar tidak mampu melacak keberadaannya, aura dan jejaknya semua hilang seketika."Aaarrgghh! Kurang ajar si Kurupa itu! Kita tidak boleh membiarkannya lolos begitu saja, kuta harus mencarinya sampai ketemu!" Ki Ekadanta marah mengetahui Kurupa hilang di depan mata."Kalian semua tidak us

  • Janu: Tahap Awal   CP 120. Kurupa

    "Hei, babi dari Pinus Angin! Hadapi aku kalau kau sanggup!" Tantang si wanita penghadang."Huh! Nyi Kupita, suamimu sudah mati di tangan kami! Kini saatnya giliranmu ikut suamimu ke alam kematian!""Heh! Kejar aku kalau kau sanggup!"Nyi Kupita bergerak bagai angin, dia berlalu menghindari keramaian, diikuti oleh Suli yang mengejarnya. Mereka berdua bergerak menembus kobaran api, menuju ke suatu tempat yang lain.Di sebuah bukit sang wanita berhenti, punggungnya membelakangi Suli."Kena kau sekarang! Beraninya kau mengacaukan rencanaku yang sudah aku buat selama bertahun tahun." Ucap wanita itu.Suli berhenti, dia waspada. Apa maksud dari ucapan Nyi Kupita itu."Apa kau tahu siapa aku?" Tanya Nyi Kupita. Suaranya perlahan mulai berubah agak berat."Apa kau tahu? Ha?!""Aku adalah Gendri Kupita! Penguasa gunung dan lembah! Kau tak akan sanggup melawanku! Hahaha..." Wanita itu berteriak dan tertawa terbahak bahak. Dia kemu

  • Janu: Tahap Awal   CP 119. Target Berkumpul

    Beberapa waktu para panglima Mataram dan pendekar dari berbagai perguruan melanjutkan pembicaraan. Mereka membahas teknis pergerakan mereka. Suli dan para murid Perguruan Pinus Angin bergerak dari arah barat. Mereka mengepung ke timur dan langsung menuju ke sumber ritual berlangsung.Selesai pembahasan, mereka pun segera bertindak. Selesai persiapan, Suli menuju ke bagian barat hutan Trangil, lantas bersembunyi di balik pepohonan.Tidak lama, sebuah asap hitam membubung tinggi dari berbagai arah. Api menggelora tinggi melebihi pohon, membakar sisi sisi hutan. Api itu menjalar dari satu pohon ke pohon yang lain, menutup bagian luar hutan, terus merasuk semakin jauh ke dalam.Para prajurit dan pendekar yang bersembunyi di luar hutan juga mulai merangsek masuk dari celah kobaran api. Mereka bergerak sesuai rencana, menutup seluruh pergerakan para penganut ilmu hitam.Melihat api yang berkobar sangat besar dari segala arah, para penganut ilmu hitam tetap tena

  • Janu: Tahap Awal   CP 118. Penyerapan Belum Usai

    Beberapa hari setelah penyerangan ke sarang perampok Tanduk Api, Janu dan kawan kawan berpisah dengan Suli. Mereka kembali ke Perguruan Pinus Angin, sementara Suli masih melanjutkan tugasnya. Sebelumnya, para tawanan sudah dikembalikan ke desa masing masing oleh para prajurit Lasem."Kalau kalian mendapat tugas semacam ini lagi, butuh dua kali lagi agar nilainya bisa ditukar dengan ramuan mantra ilusi. Aku jamin ramuan itu akan sangat berguna bagi kalian." Saran Suli saat mereka hendak balik ke perguruan."Ramuan mantra ilusi? Apa itu kak?" Tanya Malya penasaran."Itu adalah semacam ramuan mujarab untuk melancarkan kemampuan berpikir kita. Ramuan itu sangat penting apabila kalian menginginkan sebuah pencerahan. Tapi ingat! Ramuan itu hanya boleh diminum sekali saja.""Hmm, baik kak! Sekarang kami balik dulu, selamat tinggal kak Suli! Sampia jumpa nanti di perguruan."Tujuh orang lelaki dan dua perempuan berjalan kembali menuju ke perguruan. Mereka

  • Janu: Tahap Awal   CP 117. Pasca Penyerangan

    "Kak Suli! Semua kawanan perampok sudah kami tumbangkan. Jalada, Andaka, dan Kijan sudah tewas semua, sisa Nyi Kupita yang berhasil melarikan diri ke hutan." Lapor Wulung."Coba kalian periksa sekali lagi, siapa tahu masih ada yang bersembunyi di dalam pondok tau di pinggir bukit.""Baik kak!"Wulung lantas mengajak beberapa murid lain untuk berkeliling. Sementara itu Malya berdiri terpaku menatap Janu yang tengah bermeditasi menyembuhkan diri."Kak, apa dia baik baik saja?" Tanya Malya kepada Suli."Dia baik baik saja, serangan tadi hanya melukai bagian dalam sedikit saja, tidak berpengaruh besar. Dengan ramuan buatanku ini, semua luka dalam akan sembuh seketika, bahkan mungkin bisa memicu peningkatan kekebalan tubuh menjadi lebih baik lagi." Jawab Suli santai."Ramuan macam apa itu kak?" Gumam Malya."Hehehe, kau tidak perlu tahu. Ini rahasia!" Suli tersenyum tipis."Aish! Dasar kakak gendut!" Umpat Malya sedikit kecewa. Dia

  • Janu: Tahap Awal   CP 116. Kehancuran Tanduk Api

    Jalada menyerang dengan membabi buta, tidak sadar bahwa senjatanya rusak parah melawan pisau Dwitungga Baruna. Sampai akhirnya goloknya patah, barulah dia mampu dibekuk oleh Janu. Dengan mengorbankan dada kanannya, Janu berhasil menghujamkan pisaunya ke perut Jalada. Ditambah dengan luka yang cukup lebar di leher, membuat lelaki itu pun terjatuh kehilangan nyawa.Para pengikut Jalada kaget melihat pimpinan mereka tewas di tangan Janu. Mereka serasa tidak percaya melihat junjungannya yang selama ini dianggap paling kuat dan brutal bisa sampai meregang nyawa dikalahkan oleh Janu.Kijan, Andaka, dan para wakil perampok yang lain pun juga ikut kaget. Keringat dingin mengucur deras, kini tidak ada lagi yang mampu menahan serangan para murid Perguruan Pinus Angin. Beberapa langsung berlari melarikan diri, sebagian besar masih terdiam di tempat.Melihat Jalada tewas, Nyi Kupita langsung ambil langkah seribu. Dia pergi begitu saja dari hadapan Suli yang tadi sempat mela

  • Janu: Tahap Awal   CP 115. Dendam Terbalas

    Janu dan Wulung juga telah selesai dengan pondok terakhir di wilayahnya. Mereka mendengar keributan di sudut bukit, mereka pun lantas segera menghampirinya.Di satu titik, mereka melihat dari kejauhan beberapa murid tengah bertahan dari serangan para perampok. Di sisi lain, mereka juga melihat lawannya, Jalada, dengan amarahnya menyerang membabi buta.Malya pun terlihat tengah menghadapi Andaka yang sedang mengamuk seperti banteng kesetanan. Sementara itu Rangin yang sedari tadi sudah memisahkan diri tengah mengahadapi lima perampok sekaligus. Nyi Kupita yang hendak membantu Jalada juga tengah ditahan oleh Suli."Wulung, aku akan menghadapi Jalada! Kau urus anak buahnya." Tegas Janu."Tapi kak..." Ujar Wulung sedikit emosi. Dia juga ingin menghadapi Jalada.Janu menatap Wulung, matanya memancarkan keinginan yang sangat kuat. Beberapa saat Wulung mendesah. Dia pun mengangguk."Baik lah kak. Hati hati!" Ucap Wulung pelan. Dia kemudian berlari

  • Janu: Tahap Awal   CP 114. Bukit Pembantaian

    "Kita bagi kelompok dalam empat penjuru! Aku ke utara, sisanya kalian bagi saja sendiri, siapa yang akan mengikutiku." Tegas Suli.Para murid pun langsung membagi menjadi empat kelompok, masing masing mengepung dari empat sudut bukit. Janu, Rangin, dan Wulung bergerak ke sisi timur. Sedangkan Malya, bersama murid murid yang lain mengepung dari arah selatan.Disini belum ada yang menyadari pergerakan para murid Perguruan Pinus Angin. Mereka melakukan penyergapan dengan sangat senyap dan tanpa suara, aura mereka pun bahkan dihilangkan. Dengan gesit mereka berjalan mengendap endap dari semak ke semak, pohon ke pohon.Setelah merasa cukup dekat dengan target, mereka langsung menghabisi para penjaga itu dengan senyap. Di luar, para penjaga yang berada di setiap sudut dihabisi tanpa sisa. Tidak ada suara apapun terdengar selain kematian.Para murid berhasil menyusup ke dalam menerobos pagar bambu. Mereka pun bergerak menuju ke pondok pondok yang tersebar disana

  • Janu: Tahap Awal   CP 113. Sarang Tanduk Api

    Melihat pemimpinnya kalah, para kera yang lain berhamburan ke segala arah. Bagai tubuh tak berkepala, kera kera itu seakan kembali ke sifatnya yang biasa, yang biasanya takut apabila melihat manusia. Dengan tewasnya Lutung Kasyapa, selesai pula tugas Janu dan kawan kawan di Masin. Para prajurit dan murid Perguruan Pinus Angin bisa bernafas lega, kewaspadaan mereka mengendor melihat para kera bergelantungan kabur dari lokasi itu. Para murid perguruan, termasuk Rakawan, terlihat kelelahan setelah bertempur dengan hebat dengan sang siluman. Murid murid dan prajurit yang terluka langsung diberikan pertolongan oleh para prajurit yang sehat. Dua minggu berlalu sejak penyerangan ke hutan Segorokayu, Janu dan ketiga rekannya kini sudah tiba di Lasem. Mereka tidak mau berlama lama di Masin, karena masih ada tugas yang harus dikerjakan di Lasem. Mereka harus membasmi komplotan perampok Tanduk Api yang bertahun tahun meresahkan warga. Di pusat kadipaten, mereka

DMCA.com Protection Status