Rangin dan Wulung bergerak menuju ke pusat kabut, dimana kepulan kabut hitam tebal sangat terasa hingga hampir membutakan mata.
Untung saja kemampuan mereka sudah mencapai tingkat penguatan energi, jadi semakin mudah menjaga tubuh mereka dari racun kabut tersebut.
Masuk ke dalam kabut hitam, keduanya terus mencari lokasi titik pusat dari kabut. Sepanjang jalan mereka menjumpai ada beberapa warga yang tidak selamat dan tergeletak di tengah jalan.
Di dalam kabut, mereka tiba di titik pusat kabut tersebut. Dengan intuisinya, mereka terus berjalan sambil mengamati sekeliling. Disana mereka berpencar. Rangin masuk ke sebuah rumah warga, sementara Wulung berjalan menyusuri lorong.
Saat menyusuri jalanan, tak lupa Wulung menggeledah tempat jualan dan gerobak pedagang yang ditinggal pemiliknya. Dia membuka isi dari barang barang jualan para pedagang.
Beruntung sekali, beberapa kali Wulung menggeledah gerobak gerobak pedagang, dia akhirnya menemukan b
Janu dan para sahabatnya berjalan mengendap endap mendekati kerumunan orang di tengah hutan. Mereka lantas bersembunyi di balik semak, berusaha menguping pembicaraan.Seorang sosok berjubah hitam berdiri di tengah kerumunan. Di hadapannya, membelakangi keempat remaja, sosok lain berjubah kelabu tengah dimaki habis habisan oleh sosok berjubah hitam di depannya. Sementara orang orang yang mengerumuni mereka tampak ketakutan sambil menundukkan wajah.Sekilas Janu dan kawan kawannya melihat wajah sosok berjubah hitam. Mereka bertiga seperti mengenal dengan sosok tersebut. Dia bukan lain adalah Salwaka, si penganut ilmu hitam, murid Perguruan Lembah Ular.Dari sini terkuak sudah siapa dalang di balik wabah mematikan di Kademangan Vriloka. Salwaka, lelaki yang dahulu menyerang Masin dengan wabah yang sama, kini sudah kembali muncul ke permukaan.Janu dan kawan kawan terus menguping pembicaraan mereka. Dia tidak mau gegabah menyerang musuhnya secara langsung. Di
Satu orang remaja muncul dari balik semak, menghajar orang orang yang tengah kesakitan sehabis meminum ramuan misterius. Diikuti oleh tiga remaja lain yang juga maju melawan musuh musuhnya itu.Selepas melewati dan menghajar beberapa orang, Wulung menghampiri Jalada. Seperti banteng mengamuk, dia maju tanpa kenal takut. Pikirannya sudah dikendalikan emosi. Remaja kecil itu berusaha menyerang Jalada yang masih meringkuk kesakitan.Saat akhirnya dia berhadapan dengan Jalada, sesuatu terjadi.Dia melihat wajah Jalada tersenyum lebar. Terlihat gigi gigi hitam yang menjijikan dari balik senyumnya. Sesaat Jalada mendongak. Matanya jalang, melirik ke arah Wulung. Dia tertawa terkikik."Hihihi... Para ikan terpancing juga!" Ujarnya."Apa... Apa maksudmu?!" Teriak Wulung masih emosi.Janu dan kedua kawan yang lain mulai panik. Melihat gerak gerik Jalada yang seperti itu membuat mereka tersadar. Mereka telah termakan oleh tipuan orang orang ini.
Separuh energi telah terkuras saat Wulung akhirnya kembali maju ke medan perkelahian. Kini keempatnya memiliki kesempatan untuk keluar dari kepungan.Jalada melihat anak buahnya masih tidak sanggup menembus pertahanan keempat remaja itu. Lelaki itu berteriak teriak tidak sabaran. Dia memaki maki Janu dan kawan kawannya dengan ucapan yang kasar."Bajingan kalian antek Mataram! Berani beraninya kalian mengganggu pekerjaan kami!"Disini Jalada ragu anak buahnya mampu menghabisi keempat remaja itu. Dia yang kaget dengan kemampuan mereka yakin kalau para remaja ini bisa meloloskan diri. Melihat kekuatan anak buahnya dan kemampuan musuh membuatnya sedikit kecut."Huft, Lama sekali kalian! Bagaimana kalau kami ikut masuk ke dalam pertarungan?" Sambil mendesah, Salwaka berbicara kepada Jalada."Belum saatnya kau ikut campur, Salwaka." Gerutu Jalada."Alah, lama! Ayo sekarang kita serang saja." Ujar Salwaka.Disini Jalada mau tidak mau masuk k
Wulung lengah, dia terlambat menyadari tombak yang diayunkan ke kepalanya. Dia yang sudah kelelahan kaget dengan serangan itu. Reflek tangannya ke atas, berusaha menahan serangan itu.'Prakk!'Benturan pun tidak terelakkan. Tangan Wulung sedikit bengkok akibat hantaman tombak, mungkin saja tulangnya patah. Lunglai tangan kanan Wulung terjuntai tidak bisa digerakkan. Dia menjerit kesakitan.Para remaja itu sudah terdesak, kelelahan membuat mereka kehilangan jalan keluar. Serangan putus asa dilancarkan keempatnya, namun dengan cepat dapat dipatahkan musuh.Janu dan kawan kawan terluka cukup parah. Mereka menderita luka tusukan dan sabetan di sana sini. Bahkan tangan kanan Wulung patah terkena serangan musuh.'Woosh!'Bola api muncul dari segala arah, mengarah kearah para perampok Tanduk Api. Seorang perampok yang terlambat menghindar terbakar hidup hidup.Para perampok yang lain kaget bukan main dengan serangan tiba tiba itu. Salw
Janu siuman saat hari sudah gelap. Dia terbangun di dalam sebuah gubuk kecil di tengah hutan. Di sebelahnya, Wulung dan Malya masih tergeletak tak sadarkan diri. Rangin tak tampak sama sekali di dalam sana.Di dalam gubuk tidak ada barang apapun terisi, hanya selembar tikar bambu lebar untuk alas berbaring.Dia lantas mencoba untuk duduk. Badannya masih sedikit lemas akibat mengeluarkan kekuatan dan energi yang berlebihan. Duduk sebentar, lalu dengan berat dan sedikit pusing, dia berdiri dan berjalan pelan menuju keluar gubuk.Di luar, di dekat pohon rambutan, Rangin baru nampak tengah bermeditasi. Terlihat bekas luka dan gurat merah hasil lecutan cambuk menggurat di badannya. Dia yang paling awal siuman.Janu mendekati Rangin, perlahan."Rangin, kita ada dimana?" Tanya Janu pelan.Rangin menjawab tanpa membuka mata, "Kau sudah sadar rupanya. Kita ada di kediaman Mbah Bogel.""Mbah Bogel? Apa dia yang menyelamatkan kita?""Bena
Mentari pagi bersinar dengan gemilang. Cicit burung terdengar bersahutan di atas pepohonan. Rangin keluar dari dalam gubuk, diikuti oleh Janu yang masih sedikit mengantuk.'Aneh sekali, padahal semalam tubuhku masih sangat sakit. Kenapa sekarang rasanya ringan sekali?' Pikir Janu.Disini Janu hanya membatin, dia masih mengikuti Rangin keluar gubuk. Diluar, keduanya lantas melakukan rutinitas pemanasan seperti biasa, merenggangkan kaki melakukan kuda kuda.Waktu berjalan, hari telah siang saat Janu dan Rangin muncul dari tengah hutan membawa buah buahan untuk dimakan. Keduanya masuk ke dalam gubuk. Disana mereka baru menyadari ada sebuah pesan yang diukir di atas potongan bambu."Anak muda, aku tahu kalian sudah mencapai tingkat penguatan energi. Aku tahu juga kalau kalian mengetahui energi itu hanyalah sebatas tenaga dalam saja. Energi itu lebih dari itu. Energi yang kalian pakai bukan hanya apa yang diserap dari dalam tubuh, namun energi yang tak terbata
"Aku sudah bicara panjang lebar. Kalian disini harus terus berlatih agar bisa mencapai tahap moksa. Perjalanan kalian masih panjang, dunia sangat luas, entah rintangan apa yang nanti akan kalian alami.""Sekarang kalian semua sudah mencapai tingkat penguatan energi tahap pondasi. Kalian juga sudah menjadi murid inti perguruan ini. Saatnya sekarang kalian mencari bahan senjata mistis masing masing.""Baik mpu!"Keempatnya lantas mengundurkan diri.Disini Janu benar benar memikirkan apa yang diucapkan oleh Mpu Sadhana. Perkataan Mpu Sadhana terngiang di otaknya. Kalau benar Mbah Bogel sudah mencapai tingkat moksa, apa mungkin yang dilakukannya karena karma, atau ada hal lain lagi. Janu pusing.Sebulan berlalu di Perguruan Pinus Angin. Selama kurun waktu itu dipergunakan Janu untuk memulihkan diri. Mereka kini sudah benar benar sembuh, tangan Wulung yang patah pun kini sudah bisa digerakkan kembali.Setelah satu bulan berlalu, keempatnya sudah
Empat sosok tiba di wilayah Bagaluhan. Disana keempatnya mendengar ada sekelompok penduduk yang sering mendulang emas dan bebatuan berharga di sekitar rawa di Kademangan Rukmalaya. Segera saja mereka menuju ke lokasi yang dimaksud.Hutan rawa yang dimaksud berada di dekat sebuah desa bernama Desa Caling. Desa ini terkenal akan penduduknya yang menjadi pendulang bebatuan berharga. Disana ada sebuah sungai besar yang mengalir dari pegunungan di utara, membelah rawa menjadi dua bagian. Lokasi penambangan ada di rawa bagian selatan, berseberangan sungai dengan desa.Sampai di Desa Caling, keempatnya tidak mau menyianyiakan waktu lagi. Mereka langsung menanyakan tentang batu wesi ireng kepada salah satu warga penambang.Warga tersebut mengiyakan kalau di rawa bagian selatan masih banyak dijumpai bebatuan wesi ireng tersebut. Mereka pun langsung membujuk warga tersebut untuk disewa menjadi penambang batu itu."Kenapa tidak mau ki? Nanti kuberi lima, eh... sepul