Dengan langkah gontai, Rara masuk ke dalam tempat makan miliknya bersama Nilla, dengan di buntuti Fatim dari belakang.Namun Fatim berhenti di pantry untuk mengambil dan sekaligus membawakan minuman untuk dirinya sendiri dan untuk Rara.Sementara Fatim masih di bawah, Rara langsung naik tangga menuju ke ruangan kerjanya. "Ra ... apa kita bisa langsung ke Bank, sekarang? Kita bicarakan segala sesuatunya di dalam mobil nanti, mumpung masih pagi," ajak Nilla yang baru saja keluar dari ruangannya dan langsung mendapatkan Rara dengan tangan masih berada di handle pintu, akan membuka ruangannya."Ok!" jawab Rara, dengan tangan hanya membuka ruangan Namun tidak masuk ke dalamnya, kemudian dirinya melangkah beriringan bersama Nilla kembali turun ke bawah."Tim, kamu selesaikan apa yang aku katakan tadi di mobil ya, sementara, selama aku pergi sama Nilla." titah Rara saat dirinya bertemu Fatim di depan pantry."Baik, Mbak." jawab Fatim dengan tas yang berada di pundaknya, serta ke dua tan
"Sudah datang, Dik?" tanya Evan yang sedang duduk di depan TV, sambil memangku laptop di pahanya. Saat merasa ada seseorang yang tiba tiba sudah mencium pipi Evan dari belakang."Iya ...." jawab Rara yang kemudian melangkah di samping Evan, setelah tadi mencium pipi dan kening lelaki tampan itu."Tadi kata Mak, Mas belum makan apa pun ya, kenapa? Mau aku buatin sesuatu?" tanya Rara yang sudah duduk di samping kaki Evan yang sedang di selonjorkan, sambil mencium punggung tangan suaminya itu."Tidak usah, aku sendiri bingung dengan perubahan yang terjadi, setiap melihat nasi, teh dan roti. Perutku mual nggak tahan mencium aromanya." jawab Evan dengan wajah lemas tak bertenaga. Tangannya berhenti bergerak walau pun masih berada di atas keyboard laptop"Kamu sakit ya, mas? Pusing nggak? Bosan makan di rumah kali ya? Kamu mau makan di luar nggak?" Rara memberikan solusi karena tidak tega melihat suaminya yang lemas karena kelaparan."Ah masak iya cuman karena bosan makan di rumah bisa mu
"Habis ini kita jalan jalan dulu yuk, mumpung udaranya tidak begitu panas." ajak Evan yang sudah kekenyangan menghabiskan dua mangkok mie ayam.Sengaja ia mengajak Rara jalan jalan, suasana yang tidak begitu panas, dan mumpung ada kesempatan. Karena mereka berdua sangat jarang sekali menikmati hari berdua saja karena kesibukan pekerjaan mereka masing masing."Apa kamu mau kita bungkus lagi mie ayamnya untuk di bawa pulang, siapa tahu buat kamu makan nanti malam," usul Rara yang hanya bisa tersenyum melihat betapa buasnya Evan, tadi! Saat Evan menghabiskan dua mangkok mie. Bukannya menjawab pertanyaan Evan."Tidak usah, aku sudah kenyang banget ini. Eh ... Kamu kan belum makan? Pesan lagi, sana! Biar aku tungguin sampai kamu selesai makan." jawab Evan dengan tangan mengelus perutnya yang masih tampak rata walau pun sudah di masuki mie ayam."Lihat kamu tadi makan aku sudah ikut kenyang kok, Mas." sahut Rara."Kamu aneh, cuman lihat orang makan aja bisa kenyang, hahahaha!"Evan menatap
"Bagaimana, Van. Kamu sudah menyelesaikan laporan yang aku pinta kemarin?" tanya mbak Rini, pagi itu, saat terlihat olehnya wajah Evan yang baru saja masuk ke dalam ruangan.Evan tak segera menjawab pertanyaan mbak Rini. Dia letakkan dulu tas di atas meja kerja kemudian mengeluarkan flasdisknya. Dan meneruskan langkah menghampiri meja mbak Rini."Ini Mbak, tolong di periksa dulu, cari aja laporan Malaysia." Evan memberikan flashdisk yang tadi ia keluarkan dari tasnya ke tangan mbak Rini, yang masih duduk di belakang meja kerjanya, tengah menatapnya sambil tersenyum."Assalamualaikum." Suara mbak Ratu dari pintu membuat Evan dan mbak Rini spontan menoleh ke arah munculnya suara."Wah, kebetulan mbak Ratu mampir, aku mau mengembalikan sesuatu." Evan yang teringat dengan flashdisk kepunyaan mbak Ratu yang dipinjamnya saat di rumah sakit, kemarin.Evan bergegas kembali ke meja dan merogoh ke dalam tasnya."Ini, Mbak. Makasih ya flashdisk." Evan menyodorkan flashdisk ke arah mbak Ratu.
"Bagaimana?" Mbak Rini bertanya dengan tatapan lekat ke arah Evan."Nanti siang, Mbak ... Mau ikut nggak, sambil jalan jalan, nggak sumpek ya makan siang hanya di kantin kantor.""Makan siang di tempat istrimu ya, Van? Aku yang traktir.""Wooooaaaah siap dong." Semburat kegembiraan langsung menyeruak di wajah Evan."Aku ikut dong." Suara berat seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan kerja Evan dan mbak Rini sontak membuat keduanya mengalihkan pandangan ke arah pintu. "Assalamualaikum," sapa orang itu lagi, dengan senyum mengembang di bawah kumis tipisnya. Lelaki tampan berahang keras, yang tadinya hanya ada di ambang pintu kini melangkahkan kaki mendekati meja kerja Evan."Wa alaikumussalam." jawab Evan dan mbak Rini hampir bersamaan. Evan berdiri dari kursinya menyambut kedatangan rekan kerja meraka yang dari divisi yang berbeda."Gimana kapan berangkat?" tanya sang tamu kepada Evan."Hahahaha!"Seketika itu juga ruangan itu penuh dengan gelak tawa ketiganya."Kalau mas
Evan langsung berdiri dan melangkah menuju ke meja kasir, Namun ternyata di luar dugaannya, Tina yang pergi dengan kesal tadi ternyata telah melunasi semua yang mereka pesan."Billnya mana, Van?" tanya mbak Rini yang melihat Evan sangat sebentar sekali di depan meja kasir, dan langsung berbalik arah kembali melangkah menuju ke arahnya."Sudah di bayar Bu Tina tadi." jawab Evan dengan alis yang sengaja ia naikkan berulang kali dan ujung bibir yang saling menjauh. Seakan ingin mengatakan surprise.Di sambut mbak Rini yang membulatkan ke dua matanya dengan sempurna, seperti tak percaya dengan apa yang baru saja Evan katakan."Waaah, ternyata dia orangnya baik juga ya, Van?" ujar mbak Rini sambil tersenyum, berdiri dari kursi dan segera melangkah keluar dengan langkah santai sesaat setelah Evan memberikan isyarat untuk segera menemui pak Kafi yang menunggu di lobi."Tapi untung juga pak Kafi memberikan solusi tadi, andai di biarkannya aku sendirian terus, bakal lama perundingan ini se
"Om, aku pamit ke atas dulu ya, ada sesuatu yang harus aku lakukan." pamit Fatim pada Evan."Kok keburu? Nggak makan siang bareng kita dulu, Fat?" jawab Evan sambil tersenyum ke arah perempuan yang berdiri di samping kursi yang di duduki pak Kafi.Tanpa sengaja Evan melihat pak Kafi yang memandang Fatin dengan tatapan yang tidak biasanya."Eh Sampai lupa ngenalin temannya Om. Kenalin Fat ini pak Kafi. Dia teman Om di kantor tapi lain ruangan." Evan langsung memperkenalkan lelaki yang bersamanya, dan yang hampir dia lupakan."Fatim." ujarnya saat menyambut tangan pak Kafi. Evan tersenyum saat tangan Fatim dan pak Kafi masih tergenggam di udara. "Ehem ...!"Karena kaget, akhirnya ke dua tangan yang tergenggam tadi terlepas saat mendengar deheman dari Evan."Maaf." ujar pak Kafi yang langsung tersenyum salah tingkah. Begitu pun dengan Fatim."Saya permisi dulu, Om, pak Kafi." ujar Fatim yang sepertinya tidak mempermasalahkan kejadian barusan."Iya, Fat." jawab Evan."Dia, siapanya is
Evan masuk ke dalam rumah, setelah sebelumnya memarkirkan motornya di dalam garasi, dan menutup serta mengunci kembali semua pintu yang tadi di bukanya. Terlihat ada mobil milik Rara sudah terparkir manis.Melalui pintu dapur, Evan melangkah naik tangga. Tak terlihat Mak saat ia tadi melintasi dapur.Setelah meletakkan tas ke ruangan kerja, Evan masuk ke dalam kamarnya, membuka dan kemudian kembali menutup pintu kamar.Sepi! Hanya suara gemericik air dari dalam kamar mandi yang sepertinya menjawab apa yang ada dalam benak Evan.Dasi yang dari tadi sudah tak rapi lagi, dia buka lalu di letakkan begitu saja di sandaran kursi meja hias. Tiba tiba matanya melebar saat melihat benda yang sama seperti yang ia lihat di meja mbak Rini, kini ada di atas meja rias istrinya.Evan menghela nafas panjang, matanya menatap ke arah pintu kamar mandi dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan.Punya siapa? Dan kenapa?Merasa tak mendapatkan satu pun jawaban dari pertanyaannya sendiri. Evan kemudia