Share

54. Nasib sama

Author: Jana Indria
last update Last Updated: 2024-05-10 21:10:44

"Mbak, aku boleh masuk nggak?" pinta Fatim dari depan pintu kamar milik Rara dan Evan, setelah sebelumnya sudah mengetuk pintu kamar itu dengan pelan.

"Masuk, Tim ...!"

Mendengar yang punya kamar mengizinkannya masuk, Fatim pun segera membuka pintu dengan tangan kanan, yang ternyata tidak dikunci.

Ia melangkah mendekat kemudian meletakkan baki yang ia bawa dari dapur. Baki berisi segelas susu, segelas air bening dan sepiring nasi goreng bikinan Maknya.

"Mbak, gimana sehat?" Tanya Fatim saat sedang melangkah masuk dan langsyng mendekati ranjang.

"Maaf, kemarin aku langsung nelpon om Evan, habisnya kak Dani nggak mau ngelepas mbak Rara, lagian aku juga sempat liat saat kak Dani ngasih sesuatu ke dalam minumannya mbak Rara, aku khawatir kalau itu obat anu ...." sambung Fatim lagi, pandangan matanya menatap khawatir pada perempuan di atas ranjang yang sedang menatapnya pula.

Begitu panjang dan lebar sekali penjelasan yang Fatim ujarkan saat sudah berhadapan dengan Rara. Hingga membuat
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Jangan Menolakku    55. Bukan aku

    "Mbak, pak Dimas ada nggak?" tanya Evan pada mbak Ratu, pagi itu. Ia sengaja langsung menuju ruangan administrasi yang di dalamnya ada ruangan pribadi milik pak Dimas, ingin segera menemui atasannya."Ada, baru saja datang, tunggu ya, aku bilang dulu," jawab mbak Ratu, yang kemudian menghubungi pak Dimas dengan menggunakan intercom, mbak Ratu memberitahukan kehadiran Evan pada pak Dimas."Langsung masuk, Van. Kan tadi udah dengar sendiri," suruh mbak Ratu pada Evan dengan tangan masih menekan tombol di mesin intercom.Sengaja Ratu tidak menggoda Evan seperti biasanya. Wajah lelaki tampan itu, menunjukkan sikap serius."Makasih, mbak Ratu," ujar Evan yang langsung berlalu dari hadapan mbak Ratu, menuju ke ruangan yang masih tertutup pintunya. "Masuk!" Evan membuka pintu ruangan itu setelah terdengar perintah untuk masuk, saat sebelumnya dengan pelan ia ketuk lebih dulu."Pak ...." "Masuk, Van. Duduklah, ada apa? Tumben pagi- pagi begini kau datang menemuiku?""Saya ingin mengucapkan

    Last Updated : 2024-05-10
  • Jangan Menolakku    56. Obat itu

    Bukannya kasihan, tapi sepertinya mbak Rini malah tidak menggubris Evan sama sekali, dia tetap fokus ke arah komputernya. Taampak dari sepuluh jari miliknya yang masih asyik berada di atas keyboard.Marasa diacuhkan, Evan akhirnya memilih berdiri dan melangkah pergi, kantin merupakan tujuan akhir untuk saat ini, sebagai tempat untuk melampiaskan berbagai rasa yang sedang berkecamuk di dalam pikirannya.Tapi belum sampai kakinya menyentuh batas pintu, telinga Evan mendengar ponselnya berbunyi. Tanda sebuah pesan masuk.Evan berhenti, dan berbalik arah untuk mengambil ponsel yang ia letakkan di atas meja kerjanya.Ia bergegas, Karena takut mendapat kabar dari Rara atau mungkin dari Ratna. Tapi sekilas dia tampak tersenyum, saat tahu siapa yang berbalas pesan dengannya."Makasih, Mbak Rini." ujarnya sambil menengokkan wajahnya ke meja seberang."Yoi! Jangan lupa selesaikan semua map itu, aku butuh besok pagi!" ujar mbak Rini mengingatkan Evan pada tugasnya yang belum kelar. Namun kini d

    Last Updated : 2024-05-14
  • Jangan Menolakku    57. Genggam

    Setelah mengamankan sepeda motor milik Evan ke sebuah toko terdekat, pemilik mobil yang juga terluka di bagian kepala, segera membawa Evan dan pak Dimas ke rumah sakit terdekat agar segera mendapatkan pertolongan.Evan kembali tersadar saat hidungnya mencium aroma pekat obat obatan. Matanya mengerjap beberapa kali, untuk menormalkan kembali penglihatannya dengan pencahayaan ruangan."Pak ....!" panggil seorang perempuan yang berdiri di dekat kakinya. Ternyata selain orang yang bertanya tadi, ada dua orang lainnya yang juga berada di sisinya dengan arah berlawanan."Pak ...!" panggil perempuan yang sama untuk yang kedua kalinya."Ya." jawab Evan terdengar serak. Matanya terpejam, pening di kepalanya mulai terasa. "Namanya siapa?""Evan, King Evan Aizaer.""Umur?""Dua puluh enam tahun.""Alamat rumahnya?"Evan kembali mengatakan alamat rumahnya dengan jelas walau tanpa membuka mata."Gimana, Dok!" Evan mendengar seseorang yang lain bertanya."Aman, benturan di kepalanya tidak membua

    Last Updated : 2024-05-14
  • Jangan Menolakku    58. Suamiku

    Evan terdiam, saat melihat raut muka Rara yang sepertinya kaget saat mendengar dirinya meminta untuk bergenggaman tangan.Dengan hati yang kecewa, matanya kembali terpejam, apalagi pusing itu kembali datang, walau tidak sehebat tadi, namun, terasa sangat menyakitkan. Hati Rara mencelos saat melihat mata Evan yang kembali terpejam.Mata Rara memandang tangan yang tersisipi selang infus, membuat hatinya tergugah.Tangannya terulur, kemudian mengusap pelan tangan milik suaminya, dia genggamnya kemudian mencium punggung tangannya.Tampak Evan yang merasa Rara melakukan apa yang di mintanya, malah mendapatkan ciuman sebagai bonusnya, tersenyum walau matanya masih terpejam."Terima kasih." desisnya lirih Namun masih dapat Rara dengar dengan jelas."Kamu ngantuk, Mas?" tanya Rara, dia sengaja tak menjawab apa yang Evan ujarkan tadi "Nggak, cuman pusing aja. Mmm ... bisa ambilkan aku minum nggak, Dik?" jawab Evan yang sekaligus meminta dengan nada sedikit ragu ragu.Rara tak menjawab, Namu

    Last Updated : 2024-05-14
  • Jangan Menolakku    59. Teman sedarah

    Evan terbagun saat telinganya lamat lamat mendengar suara orang yang sedang berbincang, entah karena jauh, atau mereka berbicara dengan suara pelan, Namun yang pasti, ada orang selain istrinya di kamar itu.Karena penasaran, Evan membuka mata, terlihat olehnya Fatim, Mak dan Pak Ri sedang asyik mengobrol, menemani istrinya yang sedang makan."Mas ...!" ujar Pak Ri yang pertama kali melihat Evan membuka mata, ia melangkah mendekati ranjang Evan. Meninggalkan Mak dan Fatim yang masih tetap duduk di samping Rara."Gimana, masih ada yang di rasa sakit nggak?" tanya Pak Ri yang sudah duduk di kursi dekat ranjang Evan."Alhamdulillah, Pak. Sudah baikan." jawab Evan dengan senyum khasnya pada pak Ri.Evan memang sudah tak merasakan pusing lagi, badannya juga sudah tidak terasa lagi sakitnya. Hingga dia kemudian mulai bangun dari tidurnya dan duduk dengan bantal yang sengaja di susun tinggi oleh pak Ri.""Alhamdulillah.""Dik ... Kok makan sendiri? Yang lain?" tegur Evan saat melihat Rara

    Last Updated : 2024-05-14
  • Jangan Menolakku    Susu saja

    "Ada apa?" tanya Rara sambil berjalan mendekat. Dan langsung duduk di kursi dekat ranjang Evan."Mau genggaman tangan lagi?" tanya Rara sambil menatap Evan dengan tatapan menggoda. "Bayar, ya!" tambahnya lagi, tangannya bergerak menuruti permintaan suaminya untuk bergenggaman tangan."Hmm ... mau minta di bayar apa lagi, sayang? Bukannya semua sudah menjadi milik kamu? Atau kau ingin mengulang yang kemarin malam? Nantilah di rumah." Skak mat! Rara langsung membuang mukanya saat kini malah Evan yang menggodanya dengan mengingatkan pada kejadian yang membuatnya menyerahkan mahkota berharga."Kamu sok tahu?" Jawaban Rara yang ketus, bukannya membuat Evan marah, dia malah tertawa terbahak.Apalagi saat melihat rona muka istrinya yang memerah menambah kelucuan untuk Evan nikmati. Sambil menggesekkan jarinya di punggung tangan Rara yang berada dalam genggamannya."Kalau nggak mau, ya aku bakalan maksa biar kamu mau, malah aku bakal bikin kamu nanti yang minta minta nambah." Evan semakin g

    Last Updated : 2024-05-20
  • Jangan Menolakku    Nyadar

    "Mak!" Sontak pandangan Evan dan Mak mengarah pada Rara yang baru saja keluar dari kamar mandi."Pesananku ada, nggak?" tanya Rara sambil membenarkan pakaian yang ia kenakan. Tak menghiraukan tatapan Mak dan Evan ke arahnya."Ada Mbak. Itu! Saya belikan dua gelas. Takutnya mas Evan mau juga." jawab Mak, tangan kanannya menujukkan tempat di mana ia tadi meletakkan pesanan Rara. "Dia nggak mau kopi, Mak. Maunya teh istimewa bikinan Mak," seru Rara yang melangkah mendekat sambil menggoda Evan."Iya, Mbak. Saya paham," jawab Mak lagi sambil terkekeh karena pujian yang di lontarkan Rara."Itu apa, Mas?" tanya Rara saat melihat Evan meminum sampai habis, isi kotak karton yang di bantu dengan sedotan."Susu, Mbak. Gantinya teh. Mak lupa tadi nggak bikin, cuma ingat ma rotinya saja." jawab Mak, terdengar ada nada bersalah dalam ujarannya tadi.Tak ada suara yang keluar dari mulut Rara hanya mulutnya saja yang membentuk bulat kecil membuat gemas Evan yang memperhatikannya. Rara mengambil sa

    Last Updated : 2024-05-21
  • Jangan Menolakku    Sunat aja

    Juga infus yang menancap di lengannya seperti yang tadi di alami Evan. "Kok nggak ada yang nemenin, ya?" Mbak Ratu mulai membuka percakapan dengan suara yang di pelankan. Tak Terdengar satu pun yang menjawab pertanyaan mbak Ratu.Semuanya terdiam sambil memperhatikan pak Dimas yang tertidur di atas ranjang. Banyak kabel kabel yang menyambung dari badan pak Dimas ke mesin mesin yang Evan tak tahu apa namanya.Satu menit.Sepuluh menit.Tiga puluh menit.Sudah hampir satu jam, Evan dan rombongan di kamar pak Dimas tapi tak ada satu pun yang datang menemani."Van, kamu pulang aja, kamu harus banyak istirahat. Pak Dimas, biar aku yang nungguin sementara di sini," Usul mbak Pita, karena kasihan melihat Evan yang baru sembuh."Nanti aku bakal bilangin, kalau kamu semua tadinya ke sini. Janji dech." Ujar mbak Pita lagi."Tapi besok gantian ya, kalian yang jaga pak Dimas di sini," tambahnya lagi. Sambil memandangi satu persatu orang yang berada di kamar itu kecuali pak Dimas.Setelah ada k

    Last Updated : 2024-06-10

Latest chapter

  • Jangan Menolakku    Tebakan Mamanya Rara

    Evan kembali melangkah sendirian ke rumah sakit, tampak olehnya Mama dan Ayah yang duduk di sisi ranjang tempat Rara berbaring. "Sudah kembali, Van?" tanya Mama saat mereka mendengar bunyi pintu yang di buka oleh Evan. "Iya, Ma." jawab Evan yang dengan senyum khasnya mendekati mereka dan mencium punggung tangan keduanya dengan Takzim."Kamu bawa apa?" tanya Mama yang melihat salah satu tangan Evan sedang menenteng sebuah kresek yang lumayan besar bentuknya."Aku bawa makanan untuk ayah dan mama, takutnya ayah dan mama tidak keluar karena menjaga Rara."Evan memberikan kresek warna hitam dengan logo wajah bapak tua itu pada mama. Kemudian menghampiri Rara yang memejamkan matanya. Tanpa bersuara lagi, pak Ali dan istrinya bangun dari kursinya dan melangkah mendekati ranjang kosong di sebelah ranjang pasien, yang menjadi fasilitas untuk kamar ber-vvip.Beliau berdua sepertinya sengaja memberikan Evan tempat untuk menemani Rara."Dia tidur, Van. Mungkin dia lelah karena nangis tadi."

  • Jangan Menolakku    Menikahlah

    "Aku merasa berdosa sekali telah beranggapan yang tidak tidak padamu, di masa lalu." ujar pak Dimas yang kembali terduduk di kursinya, wajahnya yang menunduk dengan pandangan nanar ke lantai."Ini terjadi karena ketiadaan kedua mertua kita, apalagi saat itu kak Bastian seperti tak lagi memperhatikan kedua adik perempuannya yang telah menginjak usia dewasa. Dia lebih memperhatikan Mieke karena saat itu cinta perempuan itu adalah segalanya bagi kak Bastian." jelas pak Hendra dengan mata menatap ke luar rumah seperti sedang mengingat kejadian kemarin."Apa maksudmu, Ndra?" tanya pak Dimas yang tak mengerti dengan penjelasan yang baru saja pak Hendra katakan "Ayah Nilla adalah kakak lelaki dan anak tertua dari keluarga istri kita. Namun Ayahnya Nilla yang awalnya sangat mencintai Mieke karena beranggapan cinta wanita itu tulus padanya, akhirnya berubah. Suatu ketika dia ingin tahu apakah Mieke akan tetap setia kepadanya atau berubah saat tahu kalau dia hanyalah seorang supir di keluarga

  • Jangan Menolakku    Dia Anakmu

    Di waktu yang sama .... Pak Dimas turun dari mobil dan berdiri tak jauh dari mobilnya, matanya menyapu dan menatap rumah asri di depannya, rumah sederhana dengan tembok berwarna biru, berpagar hanya sebatas pinggang orang dewasa. Dengan di dalamnya berjenis jenis tanaman berbeda disusun rapi dan indah. Tampaknya dia masih sangsi dengan apa yang di lihatnya, dia masih tak percaya, tangannya membuka ponsel yang sedari tadi ia genggam, di cocokkan nya lagi alamat yang ia dapat dari salah satu kaki tangannya. Dan alamat itu benar karena di tembok dekat pintu tertempel nama dan alamat lengkap, yang terbuat dari hiasan kayu. Sama seperti yang tertera di layar ponselnya. Pak Dimas melangkah mendekati pagar, dan membukanya dengan mudah karena ternyata tak terkunci. Dengan mata masih memperhatikan sekelilingnya. Pak Dimas melangkah masuk mendekati pintu rumah yang terdiri dari dua daun pintu bercat putih. Rumah yang sejuk dan nyaman. Angin bertiup dari segala arah. Dengan wangi b

  • Jangan Menolakku    Om Tyo

    Evan sebenarnya tahu kalau Rara sudah sadar dan tidak sedang tertidur, dia pasti juga sudah sangat mengerti kalau kedua orangtuanya datang, Namun mungkin sedang tak ingin melakukan apa pun karena sedang kehilangan."Apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Evan yang melangkah mendekati ranjang pembaringan Rara.Tak ada jawaban, bergerak pun tidak. Evan hanya bisa kembali mencium kening Rara, dan melihat sepintas mata dari istrinya yang masih terpejam. "Sabar ya Sayang, Allah masih ingin menguji kesabaran kita," bisiknya pas di telinga Rara.Pun saat Ayah dan Mama kembali masuk ke dalam ruangan itu, Rara masih tetap membatu. Hingga saat seorang Dokter yang di ikuti dua perawat perempuan masuk ke dalam kamar untuk pemeriksaan rutin pun, Rara masih tetap terdiam walau kini matanya tak lagi terpejam."Mbak, tetap semangat ya, jangan sedih terus, nanti kalau sedih terus susah sembuhnya." Nasehat bu Dokter sambil mengajak bercanda, Namun Rara masih tetap bergeming.Sampai rombongan Dokter it

  • Jangan Menolakku    Mereka Adalah

    Mendengar penjelasan dari sang Dokter, Evan hanya bisa menggenggam jari tangannya sendiri kuat kuat, ada perasaan perih yang menyayat."Saya harap bapak tidak kecil hati, tolong berikan semangat buat istri bapak, karena biasanya perempuan yang baru saja kehilangan bayinya akan berubah menjadi wanita sensitif--gampang marah hanya kerana masalah masalah kecil," ujar Dokter perempuan itu dengan senyum perduli. "Apakah kami masih bisa punya anak lagi, Dok?" tanya Evan dengan wajah penuh harap. "Bisa! Tentu saja bisa, tidak ada kendala dengan rahim si ibu kok, pak," jawab Dokter dengan senyum yang menenangkan hati Evan."Yang penting sekarang adalah bagaimana cara bapak untuk menguatkan mental si ibu bahwa semua baik baik saja."Kembali Dokter memberikan pesan berharga buat Evan."Baik, Dok. Akan saya perhatikan semua yang dokter pesan. Terimakasih."Dokter perempuan separuh baya yang mengenakan hijab lebar itu hanya bisa tersenyum melihat ke kondisi Evan. Dan menganggukkan kepala mem

  • Jangan Menolakku    Maap

    "Ya, kamu benar. Maaf kalau selama ini ayah tidak pernah menceritakan pada kalian, tapi bukankah kalian sudah mengatakan bahagia atas pernikahan ini?"Rara tak menjawab pertanyaan ayahnya, malah kini dia berpaling ke arah Evan, yang kini juga tengah memandangnya."Apakah kamu bahagia hidup bersamaku, Mas?" Dengan wajah serius, Rara bertanya pada Evan yang menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum saat mendengar istrinya bertanya."Alhamdulillah, insya Allah selamanya, aku bakalan bahagia dan akan membahagiakanmu," jawab Evan dengan rona muka serius, memandang silih berganti Rara, dan kedua mertuanya."Aamiin aamiin." sahut semuanya dengan penuh keyakinan."Jadi pengin muda lagi aku, Ayah." ujar Mama, dengan muka merajuk sambil memeluk satu lengan Ayah dan menggelayutinya mesra. "Hahahaha!"Tentu saja sikap Mama membuat Evan dan Rara terkekeh spontan. "Sudah malam, apakah kalian masih kekeh untuk pulang malam, ini?""Mungkin ada baiknya bila kita menginap saja, besok setelah subuh k

  • Jangan Menolakku    Jodoh

    "Ayah sudah mendengar tadi dari Mama, cuma rasanya ayah ingin dengar langsung dari kamu Ra." Pak Ali yang baru saja turun dari lantai atas. Langsung mengambil tempat di depan Rara dan Evan yang sedang duduk di depan tv.Sengaja pak Ali menunggu suami anaknya datang agar dapat mendengar dari kedua pihak. "Tentang apa Ayah?" tanya Rara dengan perhatian beralih pada sosok yang masih tampan walau sudah berumur setengah abad."Apakah benar kamu hamil, Ra?" Ayah memandangi wajah putri dan menantunya secara bergantian seolah meminta jawaban jujur dari keduanya."Alhamdulillah, Ayah." Rara menjawab dengan seuntai senyum di bibirnya. Pak Ali bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Rara dengan mata berkaca kaca, di ciuminya setiap inci wajah Rara seolah sedang menciumi putrinya saat kecil."Alhamdulillah ...." ujarnya berkali kali.Rara hanya bisa tersenyum haru, matanya pun ikut berkaca kaca, di peluknya sang ayah dengan mata menatap Evan yang juga sedang menatapnya lekat."Kau harap kam

  • Jangan Menolakku    Terima kasih

    Sekejap Mama membulatkan mata, seakan tak mempercayai apa yang baru saja ia dengar dari anak perempuan satu satunya, sambil mengucapkan syukur Alhamdulillah, tiada henti di pelukan Rara. "Kok Mama malah nangis? Harusnya Mama bahagia dong, sebentar lagi Mama bakalan di panggil Mbah uti." tanya Rara yang heran karena melihat mamanya terisak. "Sejak kamu datang tadi, hati mama terus menerus berdoa, semoga kepulanganmu kali ini bukan karena keinginanmu untuk berpisah dnegan Evan," ujar Mama dengan sangat lirih. "Mama ...." seru Rara yang ikut terharu dengan sikap mama. "Makasih ya Allah, akhirnya mama bisa bernafas lega sekarang. Kamu memilih untuk bersama walau dengan awal yang tak mengenakkan.""Ma ... kok gitu sih." sela Rara yang merasa tidak enak hati mengingat sikapnya dulu pada Evan."Sudahlah, nggak usah di pikirin lagi, dahewat kan?! Pokoknya mama sekarang senang, kamu nginap sini kan?" tanya Mama, beliau langsung berdiri menuju dapur."Aku belum bilang ke mas Evan kalau mau

  • Jangan Menolakku    Aku Hamil

    Evan merenggangkan kedekatannya dengan Rara dan berbalik membuat mereka kini saling berhadapan dengan sangat intim."Makan kamu, boleh nggak, sih?" tanya Evan sambil tersenyum, kemudian dengan sigap mencuri kecup di bibir milik istrinya."Nggak!" jawab Rara, bahkan kini membalas pagutan bibir Evan dengan lincahnya. Mata mereka saling menatap lekat satu dan yang lainnya."Sudahlah, ayo kita cari sarapan sambil jalan jalan pagi." ajak Evan yang sudah bergerak turun dari ranjang."Aku mau pecel, Mas." seru Rara dengan semangat empat lima. Ikut bergegas mengikuti apa yang Evan mau.Pagi itu kali pertama mereka berdua jalan kaki keluar rumah berdua, tangan Evan posesif menggenggam jemari istrinya, tak membiarkannya terlepas walau sesaat.Beberapa orang tetangga mereka, yang terlalui. Terpesona melihat begitu romantisnya Evan dan Rara. terlihat mulai menyapa, bahkan ada yang berani menggoda keromantisannya pada sang istri."Mbak ....!"Evan dan Rara menoleh ke arah belakang, Sudah ada Mak

DMCA.com Protection Status