Nyatanya hidup tanpa orang yang kita cintai itu seperti sayur tanpa garam, hambar.Kebiasaan bersenda gurau ketika sarapan pagi, pergi kerja bersama, makan siang bersama atau malam yang panas dan panjang sudah tidak ada lagi berganti dengan hari-hari sepi tanpa warna.Bee seperti zombi saat ini haus akan keberadaan Akbi di saat seharusnya ia belajar untuk terbiasa tanpa lelaki itu.Di awal kepergiannya ke Sydney, Akbi dan Bee sering bertukar kabar melalui pesan singkat atau videocall meski perbedaan waktu di Sydney lebih cepat empat jam dari pada Jakarta.Namun semakin hari komunikasi mereka semakin jarang disebabkan oleh kesibukan masing-masing.Akbi sudah memberikan penjelasan bila dirinya akan bekerja lebih keras untuk mengembalikan kondisi perusahaan yang mengakibatkan waktunya tersita lebih banyak.Itu dilakukannya agar perusahaan sang Kakek bisa cepat kembali stabil dan ia bisa segera pulang dan kembali dalam pelukan Bee.Sebagai istri yang baik, Bee sangat mendukung hal itu, pe
Dua orang pria berlarian di lorong rumah sakit, tidak peduli sudah berapa orang yang mereka senggol hanya untuk dapat tiba dengan cepat di ruang rawat seorang perempuan yang sangat berarti bagi sahabatnya.Tidak sabaran Zidan membuka pintu kamar ruang rawat yang telah Verro infokan kepadanya.Dan setelah benda tersebut terbuka, mata mareka langsung menangkap sosok Bee yang terbaring dengan perban di kepala dan kaki sebelah kanan di gips.“Kamu enggak apa-apa, Bee?” Zidan yang pertama kali bertanya.Lelaki itu bergerak cepat ke arah ranjang, kerutan pada kening menandakan bila betapa khawatir dirinya saat ini.“Enggak apa-apa, cuma gegar otak ringan sama tungkai aku retak sedikit dan tangan terkilir ... selebihnya aku sehat,” balas Bee dengan santai.“Apanya yang sehat Bee, ini kaki di gips ... kepala di perban, kalau Akbi tau ... udah terbang dia kesini, Bee!” Raka berseru seraya duduk di sisi ranjang sambil memindai semua luka Bee.“Terbang apanya, lo pikir Akbi Gatot Kaca?” tukas Zi
“Zidan, kamu pulang aja ... aku enggak apa-apa di sini sendiri,” kata Bee ketika Zidan baru saja keluar dari kamar mandi.Zidan berdecak pura-pura kesal, istri dari sahabatnya itu begitu keras kepala sedari tadi memintanya pulang.“Enggak apa-apa gimana Bee, kamu kalau mau ke kamar mandi mau minta tolong siapa?” “Panggil suster.” “Iya sih, tapi Pak Beni minta aku nungguin kamu gantian sama Aldo ... lagian kamu istrinya Akbi dan Akbi sahabat aku jadi enggak mungkin aku ngebiarin kamu sendirian di sini.” Setelah berkata demikian Zidan duduk di kursi tepat di samping ranjang hidrolick di mana Bee terbaring tidak leluasa bergerak.“Kalau gitu, tidur di sofa aja, ya ... jangan di situ, nanti sakit-sakit badannya ...,” ucap Bee lagi.Zidan tersenyum menatap Bee lekat, benar dugaannya tentang kenapa Akbi berubah mencintai Bee karena perempuan itu memang sangat perhatian, sesuatu yang tidak Akbi dapatkan dari kedua orang tuanya apalagi Anggit.“Kenapa senyum?” Bee bertanya dengan kening be
Beberapa hari kemudian Bee sudah diperbolehkan pulang tapi kakinya masih harus di bebat untuk mengurangi cidera kembali.Beni memintanya untuk pulang ke rumah agar Bee ada yang mengurus tapi perempuan itu bersikeras menolak.Pasalnya Diana pasti tidak menyukai kehadirannya, selain itu sang Ibu mertua juga akan terus mendesaknya untuk bercerai dengan Akbi.Dengan perdebatan panjang, akhirnya Beni mengijinkan Bee pulang ke apartemen Akbi setelah mengingat kejadian buruk beberapa bulan lalu mengenai Diana yang pernah hampir mencelakai Bee.Zidan dan Raka juga Verro menawarkan bantuan untuk menemani Bee tapi terang-terangan Bee menolak.Yang benar saja, satu apartemen bersama pria lain akan menimbulkan tanda tanya besar meski mereka tidak melakukan apapun.Tapi ternyata, kembali hidup sendiri setelah selama satu tahun bersama seseorang bukanlah hal yang mudah.Apalagi saat dirinya sedang sakit seperti ini yang sangat membutuh Akbi berada di sisinya.Biarpun hubungannya dengan Akbi kini le
Akbi seperti sedang kerasukan ketika bekerja keras mengembalikan kejayaan perusahaan Kakeknya.Apalagi bila bukan agar ia bisa cepat kembali ke Indonesia, karen hatinya tertinggal di sana.Sang Kakek ternyata salah perhitungan dalam menganalisis beberapa proposal yang diajukan klien beberapa tahun terakhir sehingga berdampak pada krisis keuangan yang sedang di alami perusahaannya saat ini.Beni memang tidak salah mempercayakan Akbi untuk membantu Kakeknya, sang anak sebetulnya seorang yang jenius dan Bee berhasil membuat Akbi menjadi Akbi yang sebenarnya. “Makanlah dengan pelan, nanti kamu tersedak!” tegur sang Kakek yang bernama Prayoga ketika melihat Akbi makan dengan cepat.“Akbi harus ketemu klien sebentar lagi, Kek ...,” Akbi memberitahu alasan kenapa ia terburu-buru Menghabiskan sarapannya.“Tapi etika tetap dijalankan, Akbi! Jangan sampai kamu terbiasa makan berantakan seperti itu.” Tuh ‘kan, kenapa Akbi tidak sudi tinggal bersama Kakeknya karena sampai cara makan saja harus
Bee mengusap gelang hadiah ulang tahun pemberian Akbi yang melingkari pergelangan tangan kanannya, kemudian tersenyum lalu mengalihkan tatapan pada jendela yang menampilkan hamparan awan putih dari dalam kabin pesawat first class.Tiga bulan sudah mereka berpisah, hanya komunikasi melalui sambungan telepon yang selama itu menjadi pengobat rindu dan hari ini ia akan bertemu dengan suaminya secara langsung.Apakah lelaki itu sudah buncit karena tidak sempat berolah raga?Atau banyak bulu-bulu halus di sekitar rahangnya karena tidak ada waktu untuk bercukur di pagi hari.Bee tau betul bagaimana sibuknya lelaki itu, ia pernah berada di samping Akbi ketika suaminya sedang membangun kembali perusahaannya yang nyaris collaps dan perusahaan sang Kakek di Sydney jauh lebih besar dari pada perusahaannya di Jakarta.Beruntung Akbi tidak melupakan asupan gizinya sehingga kesehatan tubuhnya dapat terjaga dengan baik.Banyak yang Akbi lewatkan selama tiga bulan terakhir, mulai dari proses pengerjaa
“Kenyang bangeeeet,” kata Bee sambil mengusap perutnya.“Segitu aja kenyang, biasanya kamu makan banyak ...,” sindir Akbi berkelakar.“Aku enggak ya,” balas Bee tidak terima membuat Akbi tertawa.Suasana canggung telah menghilang, kini keduanya telah mendapatkan chemistry-nya kembali.“Yuk kita pulang,” ajak Akbi namun ekspresi wajah Bee seakan enggan pergi dari sana.“Kenapa?” tanya lelaki itu kemudian.“Bisa kita di sini dulu sebentar? Aku pengen liat sunset.” Akbi melihat matahari di langit yang telah berwarna jingga, pemandangan indah yang beberapa pengunjung juga sedang nantikan termasuk istrinya yang sudah beralih dari menyukai hujan kini menyukai matahari terbenam.Akbi tetap beranjak dari sofanya, menyebrangi meja untuk duduk di sofa yang di duduki oleh Bee.Sofa yang cukup untuk dua orang itu memang nyaman diduduki berlama-lama.Akbi melipat satu kaki di atas sofa, menyerongkan duduknya menghadap Bee lalu menyandarkan punggung pada tangan sofa.“Sini,” kata Akbi seraya menar
Bee menahan nafas dengan jantung berdebar kencang tatkala Kakek dan Nenek Akbi menatapnya intens dari atas hingga bawah tanpa ekspresi kemudian bernafas lega setelah mereka tersenyum ke arahnya.Bee membalas senyum Kakek dan Nenek dari suaminya itu yang tampak segar bugar padahal diceritakan sang Kakek memiliki riwayat penyakit jantung dan sudah berkali-kali melakukan operasi untuk menyambung masa hidupnya.“Apa kabar Akkeu?” Sapa Karina sambil berdiri dengan kedua tangan terentang memberi kesan bila beliau sedang menunggu pelukan dari sang cucu menantu.Bee sempat terkesiap mendengar sapaan Karina yang memanggil nama tengahnya kemudian buru-buru tersadar lalu melangkah mendahului Akbi agar Nenek yang masih cantik itu tidak terlalu menunggu lama balasan pelukannya.Bee memeluk Karina, lalu memejamkan mata sambil tersenyum ketika pelukan sang Nenek mengerat.Dari tempat duduknya, sang Kakek melihat betapa damainya wajah Bee ketika mendapat pelukan hangat itu dan ia tidak perlu bertanya