Beberapa hari kemudian Bee sudah diperbolehkan pulang tapi kakinya masih harus di bebat untuk mengurangi cidera kembali.Beni memintanya untuk pulang ke rumah agar Bee ada yang mengurus tapi perempuan itu bersikeras menolak.Pasalnya Diana pasti tidak menyukai kehadirannya, selain itu sang Ibu mertua juga akan terus mendesaknya untuk bercerai dengan Akbi.Dengan perdebatan panjang, akhirnya Beni mengijinkan Bee pulang ke apartemen Akbi setelah mengingat kejadian buruk beberapa bulan lalu mengenai Diana yang pernah hampir mencelakai Bee.Zidan dan Raka juga Verro menawarkan bantuan untuk menemani Bee tapi terang-terangan Bee menolak.Yang benar saja, satu apartemen bersama pria lain akan menimbulkan tanda tanya besar meski mereka tidak melakukan apapun.Tapi ternyata, kembali hidup sendiri setelah selama satu tahun bersama seseorang bukanlah hal yang mudah.Apalagi saat dirinya sedang sakit seperti ini yang sangat membutuh Akbi berada di sisinya.Biarpun hubungannya dengan Akbi kini le
Akbi seperti sedang kerasukan ketika bekerja keras mengembalikan kejayaan perusahaan Kakeknya.Apalagi bila bukan agar ia bisa cepat kembali ke Indonesia, karen hatinya tertinggal di sana.Sang Kakek ternyata salah perhitungan dalam menganalisis beberapa proposal yang diajukan klien beberapa tahun terakhir sehingga berdampak pada krisis keuangan yang sedang di alami perusahaannya saat ini.Beni memang tidak salah mempercayakan Akbi untuk membantu Kakeknya, sang anak sebetulnya seorang yang jenius dan Bee berhasil membuat Akbi menjadi Akbi yang sebenarnya. “Makanlah dengan pelan, nanti kamu tersedak!” tegur sang Kakek yang bernama Prayoga ketika melihat Akbi makan dengan cepat.“Akbi harus ketemu klien sebentar lagi, Kek ...,” Akbi memberitahu alasan kenapa ia terburu-buru Menghabiskan sarapannya.“Tapi etika tetap dijalankan, Akbi! Jangan sampai kamu terbiasa makan berantakan seperti itu.” Tuh ‘kan, kenapa Akbi tidak sudi tinggal bersama Kakeknya karena sampai cara makan saja harus
Bee mengusap gelang hadiah ulang tahun pemberian Akbi yang melingkari pergelangan tangan kanannya, kemudian tersenyum lalu mengalihkan tatapan pada jendela yang menampilkan hamparan awan putih dari dalam kabin pesawat first class.Tiga bulan sudah mereka berpisah, hanya komunikasi melalui sambungan telepon yang selama itu menjadi pengobat rindu dan hari ini ia akan bertemu dengan suaminya secara langsung.Apakah lelaki itu sudah buncit karena tidak sempat berolah raga?Atau banyak bulu-bulu halus di sekitar rahangnya karena tidak ada waktu untuk bercukur di pagi hari.Bee tau betul bagaimana sibuknya lelaki itu, ia pernah berada di samping Akbi ketika suaminya sedang membangun kembali perusahaannya yang nyaris collaps dan perusahaan sang Kakek di Sydney jauh lebih besar dari pada perusahaannya di Jakarta.Beruntung Akbi tidak melupakan asupan gizinya sehingga kesehatan tubuhnya dapat terjaga dengan baik.Banyak yang Akbi lewatkan selama tiga bulan terakhir, mulai dari proses pengerjaa
“Kenyang bangeeeet,” kata Bee sambil mengusap perutnya.“Segitu aja kenyang, biasanya kamu makan banyak ...,” sindir Akbi berkelakar.“Aku enggak ya,” balas Bee tidak terima membuat Akbi tertawa.Suasana canggung telah menghilang, kini keduanya telah mendapatkan chemistry-nya kembali.“Yuk kita pulang,” ajak Akbi namun ekspresi wajah Bee seakan enggan pergi dari sana.“Kenapa?” tanya lelaki itu kemudian.“Bisa kita di sini dulu sebentar? Aku pengen liat sunset.” Akbi melihat matahari di langit yang telah berwarna jingga, pemandangan indah yang beberapa pengunjung juga sedang nantikan termasuk istrinya yang sudah beralih dari menyukai hujan kini menyukai matahari terbenam.Akbi tetap beranjak dari sofanya, menyebrangi meja untuk duduk di sofa yang di duduki oleh Bee.Sofa yang cukup untuk dua orang itu memang nyaman diduduki berlama-lama.Akbi melipat satu kaki di atas sofa, menyerongkan duduknya menghadap Bee lalu menyandarkan punggung pada tangan sofa.“Sini,” kata Akbi seraya menar
Bee menahan nafas dengan jantung berdebar kencang tatkala Kakek dan Nenek Akbi menatapnya intens dari atas hingga bawah tanpa ekspresi kemudian bernafas lega setelah mereka tersenyum ke arahnya.Bee membalas senyum Kakek dan Nenek dari suaminya itu yang tampak segar bugar padahal diceritakan sang Kakek memiliki riwayat penyakit jantung dan sudah berkali-kali melakukan operasi untuk menyambung masa hidupnya.“Apa kabar Akkeu?” Sapa Karina sambil berdiri dengan kedua tangan terentang memberi kesan bila beliau sedang menunggu pelukan dari sang cucu menantu.Bee sempat terkesiap mendengar sapaan Karina yang memanggil nama tengahnya kemudian buru-buru tersadar lalu melangkah mendahului Akbi agar Nenek yang masih cantik itu tidak terlalu menunggu lama balasan pelukannya.Bee memeluk Karina, lalu memejamkan mata sambil tersenyum ketika pelukan sang Nenek mengerat.Dari tempat duduknya, sang Kakek melihat betapa damainya wajah Bee ketika mendapat pelukan hangat itu dan ia tidak perlu bertanya
Irama jantung keduanya mulai berdetak kencang seiring dengan suhu tubuh yang meningkat setelah Akbi mendorong pelan tubuh Bee hingga kini sudah terbaring terlentang di atas ranjang dengan dirinya berada di atas Bee, menopang pada lutut dan sikut.Penyatuan bibir mereka semakin lama semakin menuntut melepaskan rindu yang menggebu, sama halnya dengan pakain keduanya yang telah terlepas entah sejak kapan.Tangan Akbi merayap seringan bulu menyentuh setiap bagian di tubuh Bee dan berakhir di bagian inti yang sangat miliknya rindukan.Membelai di sana berlama-lama mencetuskan banyak desahan yang lolos dari mulut Bee terlebih ketika bibir Akbi telah beralih pada leher dan berakhir di dadanya.Keduanya sangat merindukan penyatuan itu, saling memberi dan menerima, bergerak konstan dan perlahan untuk menikmati tubuh satu sama lain.Peluh bercucuran ketika mereka sudah hampir mendapat apa yang mereka cari lalu mengerang bersama setelah sampai pada puncaknya.Nafas keduanya tersengal dengan iram
“Akkeu? Apa yang sedang kamu lakukan di sini!” Karina berseru ketika melihat sang cucu menantu berada di dapur dengan apron melapisi tubuh bagian depannya.“Nenek sudah bangun?” Bukannya menjawab, Bee malah balik bertanya.“Ya, karena pelayan membangunkan ku ... kata mereka kamu mengambil alih pekerjaan mereka, tidurlah lagi ... ini masih terlalu pagi,” omel Karina sambil melangkah mendekati Bee.Bee hanya terkekeh, tidak memperdulikan omelan Karina bahkan ia rindu suara cerewet yang dulu sering ia dengar dari mendiang sang Nenek.“Coba deh, Nek ... aku buat krim sup.” Tanpa segan Bee mengarahkan sendok berisi krim sup ke depan mulut Karina, wanita tua itu sempat menatap Bee beberapa saat namun akhirnya membuka mulutnya juga.Belum pernah Karina seakrab ini dengan siapa pun, semua orang menghormatinya berlebihan dan terkesan takut kepadanya tapi Bee begitu santai menghadapinya seolah ia adalah nenek kandung sendiri.Saat krim sup itu menyentuh lidahnya, Karina merasakan sejumput rasa
Sydney memiliki seratus pantai yang indah, dari teluk tenang nan teduh dan teluk kecil tersembunyi hingga pantai selancar yang ramai serta tujuan wisata terkemuka di dunia.Dan kali ini Akbi membawa Bee ke Bondi Beach, pantai tersohor di Sydney.Sudah melewati jam makan siang ketika mereka sampai di sebuah resort yang memiliki kolam renang nyaris menyatu dengan pantai.Terkadang ombak dari lautan membentur sisi kolam renang sehingga menimbulkan gelombang tinggi yang masuk ke area kolam.Moment tersebut selalu di nantikan para pengunjung dan menjadi hiburan tersendiri bagi resort tersebut.“Berenang atau jalan-jalan di pantai?” tawar Akbi seraya melepaskan koper mereka.Tangannya melingkari pinggang Bee yang sedang menatap penuh takjub ke arah laut lepas dari balkon.Ia kecup pipi Bee beberapa kali untuk menyadarkan wanitanya bila ada orang lain di sini selain dirinya dan lautan.“Jalan-jalan dulu, gimana?” Bee memberi saran dan tanpa menunggu waktu berlalu, lelaki itu melepaskan peluk