“Kenyang bangeeeet,” kata Bee sambil mengusap perutnya.“Segitu aja kenyang, biasanya kamu makan banyak ...,” sindir Akbi berkelakar.“Aku enggak ya,” balas Bee tidak terima membuat Akbi tertawa.Suasana canggung telah menghilang, kini keduanya telah mendapatkan chemistry-nya kembali.“Yuk kita pulang,” ajak Akbi namun ekspresi wajah Bee seakan enggan pergi dari sana.“Kenapa?” tanya lelaki itu kemudian.“Bisa kita di sini dulu sebentar? Aku pengen liat sunset.” Akbi melihat matahari di langit yang telah berwarna jingga, pemandangan indah yang beberapa pengunjung juga sedang nantikan termasuk istrinya yang sudah beralih dari menyukai hujan kini menyukai matahari terbenam.Akbi tetap beranjak dari sofanya, menyebrangi meja untuk duduk di sofa yang di duduki oleh Bee.Sofa yang cukup untuk dua orang itu memang nyaman diduduki berlama-lama.Akbi melipat satu kaki di atas sofa, menyerongkan duduknya menghadap Bee lalu menyandarkan punggung pada tangan sofa.“Sini,” kata Akbi seraya menar
Bee menahan nafas dengan jantung berdebar kencang tatkala Kakek dan Nenek Akbi menatapnya intens dari atas hingga bawah tanpa ekspresi kemudian bernafas lega setelah mereka tersenyum ke arahnya.Bee membalas senyum Kakek dan Nenek dari suaminya itu yang tampak segar bugar padahal diceritakan sang Kakek memiliki riwayat penyakit jantung dan sudah berkali-kali melakukan operasi untuk menyambung masa hidupnya.“Apa kabar Akkeu?” Sapa Karina sambil berdiri dengan kedua tangan terentang memberi kesan bila beliau sedang menunggu pelukan dari sang cucu menantu.Bee sempat terkesiap mendengar sapaan Karina yang memanggil nama tengahnya kemudian buru-buru tersadar lalu melangkah mendahului Akbi agar Nenek yang masih cantik itu tidak terlalu menunggu lama balasan pelukannya.Bee memeluk Karina, lalu memejamkan mata sambil tersenyum ketika pelukan sang Nenek mengerat.Dari tempat duduknya, sang Kakek melihat betapa damainya wajah Bee ketika mendapat pelukan hangat itu dan ia tidak perlu bertanya
Irama jantung keduanya mulai berdetak kencang seiring dengan suhu tubuh yang meningkat setelah Akbi mendorong pelan tubuh Bee hingga kini sudah terbaring terlentang di atas ranjang dengan dirinya berada di atas Bee, menopang pada lutut dan sikut.Penyatuan bibir mereka semakin lama semakin menuntut melepaskan rindu yang menggebu, sama halnya dengan pakain keduanya yang telah terlepas entah sejak kapan.Tangan Akbi merayap seringan bulu menyentuh setiap bagian di tubuh Bee dan berakhir di bagian inti yang sangat miliknya rindukan.Membelai di sana berlama-lama mencetuskan banyak desahan yang lolos dari mulut Bee terlebih ketika bibir Akbi telah beralih pada leher dan berakhir di dadanya.Keduanya sangat merindukan penyatuan itu, saling memberi dan menerima, bergerak konstan dan perlahan untuk menikmati tubuh satu sama lain.Peluh bercucuran ketika mereka sudah hampir mendapat apa yang mereka cari lalu mengerang bersama setelah sampai pada puncaknya.Nafas keduanya tersengal dengan iram
“Akkeu? Apa yang sedang kamu lakukan di sini!” Karina berseru ketika melihat sang cucu menantu berada di dapur dengan apron melapisi tubuh bagian depannya.“Nenek sudah bangun?” Bukannya menjawab, Bee malah balik bertanya.“Ya, karena pelayan membangunkan ku ... kata mereka kamu mengambil alih pekerjaan mereka, tidurlah lagi ... ini masih terlalu pagi,” omel Karina sambil melangkah mendekati Bee.Bee hanya terkekeh, tidak memperdulikan omelan Karina bahkan ia rindu suara cerewet yang dulu sering ia dengar dari mendiang sang Nenek.“Coba deh, Nek ... aku buat krim sup.” Tanpa segan Bee mengarahkan sendok berisi krim sup ke depan mulut Karina, wanita tua itu sempat menatap Bee beberapa saat namun akhirnya membuka mulutnya juga.Belum pernah Karina seakrab ini dengan siapa pun, semua orang menghormatinya berlebihan dan terkesan takut kepadanya tapi Bee begitu santai menghadapinya seolah ia adalah nenek kandung sendiri.Saat krim sup itu menyentuh lidahnya, Karina merasakan sejumput rasa
Sydney memiliki seratus pantai yang indah, dari teluk tenang nan teduh dan teluk kecil tersembunyi hingga pantai selancar yang ramai serta tujuan wisata terkemuka di dunia.Dan kali ini Akbi membawa Bee ke Bondi Beach, pantai tersohor di Sydney.Sudah melewati jam makan siang ketika mereka sampai di sebuah resort yang memiliki kolam renang nyaris menyatu dengan pantai.Terkadang ombak dari lautan membentur sisi kolam renang sehingga menimbulkan gelombang tinggi yang masuk ke area kolam.Moment tersebut selalu di nantikan para pengunjung dan menjadi hiburan tersendiri bagi resort tersebut.“Berenang atau jalan-jalan di pantai?” tawar Akbi seraya melepaskan koper mereka.Tangannya melingkari pinggang Bee yang sedang menatap penuh takjub ke arah laut lepas dari balkon.Ia kecup pipi Bee beberapa kali untuk menyadarkan wanitanya bila ada orang lain di sini selain dirinya dan lautan.“Jalan-jalan dulu, gimana?” Bee memberi saran dan tanpa menunggu waktu berlalu, lelaki itu melepaskan peluk
Akbi duduk di atas pasir sambil menekuk lututnya, kedua tangannya melingkar dengan lebar memeluk lututnya yang terbuka.Menatap kosong ke arah laut bersama Gio yang juga duduk melakukan hal sama dengannya hanya saja di tangan lelaki itu terdapat botol bir dengan kadar alkohol rendah.Keduanya tidak bicara setelah Akbi menceritakan semuanya kepada Gio, tentang awal hubungannya dengan Bee dan berkembang menjadi sebuah cinta yang saat ini mati-matian sedang berusaha mereka benci agar dapat saling melepaskan.Juga tentang niat mereka yang terpaksa harus berpisah, Akbi sendiri tidak mengerti kenapa sampai bisa menceritakan semua itu kepada Gio, seorang lelaki yang jelas-jelas menyukai Bee.Mungkin karena dirinya sedang mabuk dan frustasi sehingga ia butuh seseorang untuk berbagi padahal Gio sendiri belum tentu dapat membantunya bahkan mungkin lelaki itu mensyukuri apa yang sedang terjadi dengannya dan Bee saat ini.Tapi Akbi tidak peduli, cepat atau lambat Gio pasti mengetahuinya dari Ibu
Hari ini Akbi membawa Bee ke salah satu landmark di Australia, Sydney Opera House menjadi tempat tujuan mereka pertama kali setelah check out dari hotel di Bondi Beach.Bangunan yang memiliki atap unik seperti cangkang itu membuat Bee takjub.Selama ini ia selalu melihatnya di televisi namun sekarang karena menikahi pria kaya raya, ia bisa menginjakkan kaki di sana.Ternyata gedung yang merupakan warisan dunia UNESCO itu memiliki seribu ruangan dan hanya tujuh ruangan yang berfungsi sebagai ruang pertunjukan.Setiap harinya Gedung Opera Sydney selalu menampilkan pertunjukan seni, seperti kali ini suaminya mengajak menonton konser musik rakyat.“Nyanyi donk Bi, kaya waktu itu ...,” kata Bee yang sedang bersandar kepala pada pundak suaminya.Kedua tangan mereka saling menggenggam erat, tidak terpisahkan.“Waktu terakhir aku nyanyi buat kamu ... kamunya malah nangis, memangnya sejelek itu suara aku?” keluh Akbi pura-pura kecewa.Bee menegakkan tubuhnya, ia tertawa hingga terpingkal mende
Wajah tua Karina dan Prayoga tampak sendu melepas kepulangan Akbi dan Bee, mereka sempat menahan sang cucu namun hanya bisa beberapa hari saja karena Akbi masih memiliki tanggung jawab pada perusahaannya di Jakarta.Yang membuat Bee merasa bersalah adalah ketika Karina dan Prayoga tidak hentinya berpesan untuk memberikan mereka cicit yang banyak sebagai penerus Marthadidjaya.Akbi sendiri yang meminta agar Bee mengiyakan semua ucapan Kakek dan Neneknya agar tidak memperpanjang masalah yang sedang mereka hadapi.Maka dengan berat hati Bee melakukannya, berkali-kali Akbi mengelus punggungnya untuk memberi ketenangan bila semua akan baik-baik saja biarpun ia telah membohongi Kakek dan Nenek yang malang itu.Lambaian tangan Karina dan Prayoga mengiringi mobil yang membawa kedua cucu mereka ke Bandara.Bee masih melihat ke belakang melalui kaca jendela dengan genangan di pelupuk mata.Jika Karina mengatakan bila ia menyayangi Bee maka Bee pun seperti itu, di masa lampau Bee begitu dekat de