“Yank ... yank, denger aku dulu!” Akbi memohon kepada kekasihnya.
Sambil menghentakkan kaki, Anggit masuk terlebih dahulu ke apartemen mewah yang dibelikan Akbi.Perempuan itu begitu murka ketika sedang makan siang tadi di restoran mendengar ucapan Akbi yang menyebutkan bila lelaki itu telah dijodohkan dengan anak dari sahabat sang ayah.Meskipun Akbi menjelaskan bila sudah ada perjanjian antara dirinya dan gadis itu yang tidak akan mempengaruhi hubungan mereka selama satu tahun mereka menikah tapi tetap saja Anggit merasa ragu juga kesal.“Aku enggak rela jadi pelakor di mata publik padahal seharusnya dia yang menjadi pelakor,” sentak Anggit geram.“Sayang, denger dulu ... enggak ada yang jadi pelakor di sini, kamu tetap pacar aku dan perempuan itu juga aku hanya bersandiwara mengikuti keinginan Papa, kamu tau ‘kan gimana Papa? Dia akan mengambil semua fasilitas mewah ini dan mengirim aku ke Sydney kalau aku ga nurut sama keinginannya!” bujuk Akbi membuat Anggit sedikit melunak.“Gimana kalau kamu jatuh cinta sama dia?” Anggit bertanya dengan nada manja, masih menunjukan wajah memberengutnya yang cantik.“Enggak sayang, dia kalah jauh sama kamu ...,” jawab Akbi kemudian melangkah mendekat merengkuh pinggang Anggit lalu memberikan kecupan ringan di bibir sang kekasih.Wajah anggit merona dan hatinya begitu bahagia mendengar Akbi yang memuji dirinya ternyata lebih cantik dari gadis yang dijodohkan dengan sang kekasih.“Jadi dia bolehin kita ketemu?” tanya Anggit sambil melingkarkan tangannya di leher Akbi membuat jarak di antara keduanya semakin tipis.“Dia bilang kita masih bisa pacaran, dia enggak ngelarang asal jangan ketauan Papa tapi kayanya Mama masih bisa kita atur, nanti aku bilang sama Mama untuk menceritakannya sama Mamih kamu biar Mamih kamu tenang,” jawab Akbi lagi.“Kenapa sih dia enggak nolak aja?” Anggit masih mencari kebenaran dari cerita Akbi.Jari lentiknya mulai melucuti satu persatu kemeja Akbi tanda bila dirinya sudah menerima keputusan itu walau terpaksa karena mendengar ancaman Ayah dari kekasihnya yang akan mencabut semua fasilitas mewah ini.Anggit memang seorang model dan aktris tapi karirnya tidak segemilang artis papan atas sedangkan ia harus mengikuti gaya para kaum jetset agar status sosialnya pun ikut naik dan banyak dilamar para produser: iklan, sinetron maupun film.Dan bila sang kekasih kehilangan fasilitas mewahnya maka ia juga akan bernasib sama karena selama ini Akbi yang menanggung kehidupan mewahnya beserta sang Mamih yang berstatus janda.Itu sebabnya ia harus menekan ego dan menyetujui rencana yang di buat Akbi agar status sosialita papan atas masih bisa disandangnya.Anggit terlalu jijik bila menjual tubuhnya kepada sugar daddy, cepat atau lambat semua itu akan terbongkar seperti kebanyakan kasus pada teman-teman artis lain dan ia akan sangat malu bila hal itu terjadi padanya.Hanya Akbi lah, kekasih luar biasa tampan dan kaya raya yang bisa memenuhi segala kebutuhannya.Bukan hanya membuat cantik dirinya dengan berbagai pakaian, tas sepatu dan barang bermerk, Akbi juga pandai membawa dirinya meniti puncak kenikmatan dunia di atas ranjang.Lima tahun lalu, lelaki itu menembus segala batas hingga mengoyak selaput dara kekasihnya.Mengajarkan bagaimana cara menikmati hidup dengan cara lain dan saat ini Anggit juga sudah pandai membuat Akbi ketagihan.Akbi tidak akan bisa menolak ketika Anggit menggodanya seperti ini.Kelihaian gadis itu membakar hasrat di dalam diri Akbi hingga membuat sesuatu menegang dibawah sana memang patut diacungi jempol.Akbi tidak pernah perduli akan terlambat datang saat rapat bila sudah saling melebur menjadi satu dengan Anggit.Deru nafas menggebu di ruang televisi apartemen itu seiring hasrat kedua insan yang sedang saling membutuhkan menuntut kenikmatan.Akbi belum menjawab pertanyaan Anggit, terlalu fokus menghentak dan merasakan setiap sentuhan yang diberikan Anggit hingga sampailah pada apa yang mereka cari.Nafas keduanya masih tersengal ketika Akbi bergulir ke samping lalu memeluk gadisnya.“Kamu selalu bisa muasin aku, gimana aku bisa tertarik sama cewek lain,” kata Akbi lalu melabuhkan kecupan di pelipis Anggit.Lagi-lagi Anggit tersenyum malu, ia merasa jadi perempuan paling cantik di dunia karena selalu diinginkan oleh Akbi, lelaki tampan sejuta pesona dengan kekayaan orang tuanya yang melimpah tanpa harus dibagi dengan saudaranya karena Akbi adalah anak tunggal.Tidak bisa ia bayangkan bagaimana hidupnya kelak bila menikah dengan Akbi, masih menjadi kekasihnya saja ia telah merasakan segala kemewahan ini.Benaknya mulai merencanakan sesuatu yang bisa membuat sang Papa dari kekasihnya bisa menerimanya dengan baik.Tentu saja dengan bantuan gadis yang di jodohkan dengan Akbi.Entah itu dengan cara baik-baik atau dengan cara licik yang akan merugikan gadis itu.Anggit tidak perduli, yang penting bagaimana pun caranya ia harus menjadi istri Devano Akbi Marthadidjaya.“Bee nama perempuan itu, dia punya hutang budi sama Papa karena telah membantu melunasi biaya rumah sakit mendiang ayahnya, aku ngerti kalau dia enggak bisa nolak ... dan rencana ini juga dia yang kasih ide,” kata Akbi menyambung pembicaraan yang tadi sempat tertunda karena gelora hasrat sempat mengambil alih.“Gimana kalau itu akal-akalan dia hanya untuk membuat kamu menyetujui pernikahan itu?” kata Anggit menghasut.“Disini itu aku sama dia enggak punya pilihan, justru rencana dia memperingan hubungan kita ... sabar satu tahun aja ya, dia janji lulus tahun depan dan semoga aja begitu, setelah lulus dan dapet kerja ... dia yang akan mengajukan cerai dan Papa enggak akan bisa nolak,” bujuk Akbi lagi mengeluarkan suara lembutnya.Mengecup pipi kemudian rahang Anggit dengan tubuh keduanya yang masih polos.Akbi nyaris melanjutkan ronde kedua ketika getar ponselnya yang tadi ia simpan di atas meja membuat gaduh.Berdecak kesal, Akbi bergerak mendudukan tubuh membawa serta Anggit yang kemudian memunguti pakaiannya yang tercecer tanpa mau repot-repot mengambilkan pakaian Akbi yang ia bantu lepaskan tadi.Akbi tidak pernah merasa keberatan akan hal itu, ia meraih ponsel karena nama sang Papa memenuhi layarnya.“Hallo, Pa?” Akbi menjawab berusaha sesantai mungkin.Padahal jantungnya berdebar kencang khawatir sang Papa mengetahui keberadaannya.Akbi menempelkan telunjuk di bibirnya memberi kode agar Anggit tidak bersuara.Anggit langsung menampilkan ekspresi kesalnya kembali, masuk ke dalam kamar setelah memakai pakaian.“Kamu di mana? Kata Rani kamu makan siang keluar tapi kenapa jam segini belum balik? Ke kantor sekarang, Papa tunggu di kantor kamu!” titah Beni kemudian memutuskan sambungan telepon sepihak.Akbi menghembuskan nafas kasar kemudian memakai kembali pakaiannya.Kini ia harus membujuk Anggit yang sedang merajuk hanya karena ia tidak ingin Beni tau bila sang kekasih sedang bersamanya.Akbi sudah lelah bertengkar dengan Beni, memperdebatkan masalah Anggit dan sang Papa pasti akan mengamuk bila tau dirinya bersama Anggit.Buru-buru ia beranjak dari sofa memungut pakaiannya karena sekarang juga dirinya harus segera bertemu sang Papa yang sedang menantinya di kantor.****Akbi memarkirkan mobilnya sembarang di depan Lobby gedung perkantoran milik Beni.Melempar kunci pada security yang berjaga kemudian masuk ke dalam gedung.Langkah panjangnya terasa ringan setelah berhasil membujuk Anggit dengan uang beberapa puluh juta rupiah yang telah di transfernya ke rekening wanita cantik itu.Padahal baru beberapa hari yang lalu Anggit menginginkan tas seharga Milyaran untuk menunjang kehidupan sosialitanya.Tapi tidak berarti apapun bagi Akbi, yang penting bisa membahagiakan sang kekasih.Apalagi keadaan tiba-tiba saja mengharuskannya menyakiti perasaan Anggit dengan menikahi gadis lain meski hanya pura-pura belaka untuk mengikuti keinginan Beni.“Ada apa cari Akbi, Pa?” Akbi bertanya setelah mendorong pintu ruangannya dan melihat sang Papa telah duduk di kursi kebesarannya.“Papa mau kamu buang foto kamu sama perempuan ini dan ganti sama foto Bee,” titah Papa dengan nada rendah namun tegas.Tangannya mengangkat bingkai foto Akbi bersama Anggit lalu meletakan kembali di atas meja.Akbi memutar bola matanya jengah namun tak urung lelaki itu menjawab, “Iya nanti Akbi buang!”Jalan satu-satunya agar ia tidak perlu debat dengan Beni adalah mengiyakan semua permintaan pria tua itu.“Papa merencanakan pernikahan yang besar dan megah untuk anak Papa satu-satunya,” kata Beni sambil tersenyum lalu menautkan kedua tangan di atas meja.Sangat percaya diri setelah mendengar keputusan Akbi yang menyetujui pernikahan tersebut.“Kenapa harus?” tanya Akbi tidak terima.“Kenapa Enggak?” Papa menjawab dengan pertanyaan.Satu hembusan nafas Akbi keluarkan lalu duduk di sofa yang berada di tengah-tengah ruangan.Cukup lelah setelah sesi percintaannya dengan Anggit sekarang harus ditambah menghadapi keinginan sang Papa yang membuatnya sangat kesal.“Akbi mau nikah sama gadis itu tapi cukup di Kantor Urusan Agama!” ucap Akbi tegas.“Kenapa? Kamu enggak mau semua orang tau? Papa punya banyak kenalan dan klien juga para pemimpin di perusahaan Papa.”“Kalau Papa minta dihargain, Akbi akan hargain Papa dengan mengabulkan keinginan Papa menikahi gadis itu, tapi tolong Papa hargain keinginan Akbi yang tidak ingin adanya pesta.”“Gadis itu punya nama, Bi!” tegur Papa bergumam.“Iyaaa, iyaaa, namanya Bee ... huruf 'B' dengan dua 'e' di belakangnya yang kalau diucapkan sama kaya nama pendek Akbi ... Bi ...,” balasnya panjang lebar karena kesal.Papa menatap Akbi dengan sorot mata tidak terbaca kemudian menyibukan dirinya dengan ponsel.Setelahnya, meletakan alat komunikasi berbentuk pipih itu kembali ke atas meja.“Oke, tapi kalau hanya mengundang klien penting dan temen-temen kamu aja gimana? Di restoran misalnya karena enggak mungkin kalau sama sekali tanpa pesta,” Beni memberikan penawaran.“Hanya pesta kecil dengan klien terpenting dan beberapa petinggi di perusahaan Papa, hanya itu!” Akbi berseru penuh penekanan.“Oke!” balas Beni tersenyum puas.Padahal Beni sudah mendapat pesan dari Aldo yang menyebutkan bahwa Bee juga tidak menginginkan pesta besar.Beni berpikir mungkin Bee berucap demikian kepada Aldo karena tidak ingin merepotkannya tapi kenapa permintaan Bee dan Akbi bisa sama?Apa ada sesuatu dibalik ini semua?Apa Akbi berhasil mengancam Bee dan membuat perjanjian mengenai pernikahan mereka karena Akbi sempat bertanya tentang Bee dan mengatakan bila akan menemui gadis itu.Tapi apapun rencana Akbi, Beni akan selalu menggagalkannya.Seiring berjalannya waktu, anak nakalnya itu akan tergila-gila dengan Bee sama seperti dirinya yang pernah tergila-gila kepada Miranda-Ibunda Bee.“Baiklah Akbi, Papa akan pergi ... jangan lupa putuskan hubungan kamu dengan perempuan itu secepatnya!”“Iya, Pa ...,” balas Akbi malas-malasan.“Papa serius Bi, dua hari lagi kamu akan menikah!” kata Papa kemudian keluar dari ruangan Akbi.“What???”“Mau kemana?” tanya Verro ketika melihat mantan kekasih Kakak sepupunya lari terbirit-birit ke luar dari kelas.“Ada perlu sebentar,” Bee menjawab sambil menjauh.Verro berlari mengejar Bee hingga depan kampus.“Gue anter Bee, mang lo mau kemana sih?” tanya Verro dengan nafas tersengal.Lelaki itu membungkuk, telapak tangannya tersimpan di kedua lutut.Menghirup udara untuk memberi pasokan oksigen pada paru-paru setelah jauh berlari mengejar Bee.“Banyakin olah raga Ver,” celetuk Bee kemudian tertawa pelan menertawakan Verro yang kelelahan mengejarnya.Bee memberhentikan angkutan umum kemudian menaikinya.“Verro, ngapain ikut?” Bee mendorong tubuh Verro agar turun dari angkutan umum namun tenaga Verro cukup kuat sehingga tubuhnya bisa masuk sempurna ke dalam mobil tersebut.“Abis lo enggak jawab mau kemana, enggak mau dianter juga!” kesal Verro sambil mengelap keningnya dengan punggung tangan.Lelaki itu juga mengelap kacamatanya yang berembun dengan ujung kaos.“Ya ngapain juga kamu
“Bee!!” Suara bariton seorang pria yang begitu familiar ditelinganya membuat Bee menghentikan langkah.Aldo, lelaki itu melambaikan tangan dengan ekspresi datar seperti biasa bahkan nyaris garang karena tidak pernah ada senyum di bibirnya.Bee memutar tubuh, melangkah santai tidak terburu-buru menghampiri Aldo.Pria itu datang ke kampusnya seperti ini pasti ada yang perlu disampaikan mengingat pernikahannya dengan Akbi hanya tinggal hitungan jam.“Ada apa Kak Aldo kesini?” Bee bertanya setelah sampai tepat di depan Aldo.“Lelet! Ayo masuk ke dalam mobil!” gerutu Aldo mencela namun tangannya menarik handle pintu mobil hingga pintu itu terbuka untuk Bee.“Mau kemana?” Bee bertanya kembali tanpa menyerah meskipun Aldo jarang menjawabnya.“Beli cincin kawin,” balas Aldo lalu menutup pintu mobil setelah Bee berada di dalam.Pria itu memutar setengah bagian mobil kemudian duduk di kursi penumpang di samping driver.Bee tidak bersuara selama perjalanan, ia termenung menatap jendela di sampi
“Bi, lepas ... kamu nyakitin aku!” protes Bee dengan nada rendah setelah menaiki lift yang membawa mereka menuju basement.Tatapan mata tajam Akbi langsung menghujam Bee yang juga kesal karena lelaki itu berbuat kasar.Sesaat mereka saling melempar tatapan tajam kemudian Akbi melepaskan cengkramannya di tangan Bee.Bee mengusap pergelangan tangannya yang sudah memerah kemudian meniupnya berharap bila nyeri dan warna merah itu akan pudar.“Lebay!” gumam Akbi yang masih terdengar oleh Bee.“Ini merah Bi, trus sakit ... kamu terlalu kencang narik tangan akunya,” balas Bee dengan suara rendah dan lebih tenang.Akbi tidak sudi menjawab, bibirnya bungkam hingga keduanya berada di dalam mobil.“Bi, aku lapar ... bisa kita makan dulu?” Akbi berdecak sebal kemudian menatap Bee sekilas sambil menautkan alis.“Gue mau ketemu Anggit, dia udah nungguin gue ... lo pesen makan aja dari rumah,” balas Akbi ketus.“Oh ... ya udah.” Setelah mendengar kalimat itu, Akbi menginjak pedal gasnya kencang me
“Ngapain lo di sini? Sama cewe cantik lagi ... tumben lo selingkuh dari si artis itu,” adalah Raka, sahabat Akbi yang paling senang berseloroh.Akbi malas menjawab, ia menenggak air di gelas hingga tandas.“Mana motor gue, balapan di mana sekarang?” tanya Akbi.“Nih kuncinya, tapi sekarang lo harus hati-hati ... si David ikut juga, dia saingan berat lo!” kata Zidan yang baru saja memasuki tenda.Akbi berdecih, meremehkan kemampuan lawannya yang menurut Akbi masih jauh di bawah dirinya.“Kamu temennya Akbi? Namanya siapa?” Raka bertanya dengan suara pelan sambil mengulurkan tangan.“Jauhin tangan lo dari dia,” sentak Akbi tegas membuat Raka menarik kembali tangannya tapi Bee malah menyambarnya.“Aurystela Akkeu Quinbee ... panggil aja Bee,” ucap Bee sambil menjabat tangan Raka.Akbi menatap Bee tajam hingga terdapat kerutan di antara alisnya, baru saja dalam hati ia memuji sikap Bee yang melayaninya dengan baik kini gadis itu malah menyambut tangan lelaki lain dengan ramah.Lalu kenapa
FLASH BACK ON “Siapa si Bee itu?” Zidan bertanya kepada Akbi sementara Raka sibuk mengecek motor yang akan dipakai balapan oleh sahabatnya.Tatapan Akbi menerawang ke depan seperti sedang mengamati track tempatnya balapan tapi Zidan yang sudah cukup lama mengenal Akbi, mengetahui bila tatapan itu kosong.Akbi mengembuskan nafas kasar kemudian menjawab, “Anak dari sahabat bokap gue semasa kuliah dan besok gue mau dinikahin sama dia.” “Waw ... selamat, bro! Lo beruntung!” Zidan berseru bahagia sampai bertepuk tangan lalu mengulurkan tangan untuk Akbi jabat namun Akbi hanya melihat tangan Zidan yang menggantung dengan tatapan tajam sesaat kemudian mengalihkan tatapannya kembali ke arah jalan.“Kenapa? Kalau lo enggak suka buat gue aja!” cetus Zidan dengan ekspresi serius.“Gue mau ko gantiin lo nikahin dia, besok ‘kan?” tambah Zidan lagi namun aura kelam yang membayangi wajah Akbi malah semakin pekat.“Apaan, tadi gue mau salaman cuma ngajak kenalan aja malah dibentak sama dia!” gerutu
“Kenapa lo enggak nolak?” Akbi bertanya dengan suara tertahan dan ekspresi geram setelah Beni pergi.Tanpa perasaan, ia juga mencengkram lengan atas Bee hingga gadis itu mengaduh.“Sakit Bi, tolong lepasin dulu!” Bee memohon dengan suara rendah.“Aku enggak tega nolak permintaan Papa,” jawab Bee jujur.“Lo pikir gue mau pergi bulan madu sama lo apa?” bentaknya dengan ekspresi geram.“Kamu enggak usah pergi, biar aku sendiri yang pergi ... atau kamu mau pergi sama Anggit? Biar aku yang enggak pergi ... yang penting Papa taunya kita pergi,” balas Bee memberi penawaran sambil menatap netra pekat Akbi yang sedang menatapnya tajam.“Kamu akan menyesal bila nanti sudah kehilangan Papa dan teringat pernah enggak ngikutin keinginannya ... setelah Papa meninggal, jutaan rupiah bunga untuk di tabur di atas makam beliau tidak akan berarti apa-apa,” sambung Bee lagi dengan genangan di pelupuk mata.Kehilangan kedua orang tua membuatnya selalu mengalah terhadap setiap keinginan Beni yang sekarang
Cukup lama Aldo dan Akbi menunggu, karena Akbi hanya mencoba tuxedo yang ada dan dengan sedikit editan pada bagian celana, tuxedo itu nampak sempurna membalut tubuh Akbi.Lain halnya dengan Bee yang harus dirias juga.“Aku ‘kan udah bilang enggak perlu pesta, kenapa Om Beni masih buat pesta juga? Akbi pasti kesel banget nih,” gerutu Bee dalam hati ketika penata rias sedang membuat maha karya di wajahnya.“Pengantin kok cemberut, sih? Nanti pernikahan kalian sial loh, pengantin itu harus tersenyum ...,” kata pria bertubuh kekar dengan gaya yang lebih mirip perempuan.“Senyum kaya gini?” Setelah bertanya demikian, Bee tersenyum lebar menatap kaca yang terdapat banyak lampu disekelilingnya dan benar saja wajahnya lebih cantik bila tersenyum padahal riasan baru diaplikasikan setengah jadi. “Tuh ‘kan, baru setengah jadi aja udah cantik banget,” kata penata rias, memuji.“Semangat!!” sambungnya kemudian.Tidak ingin membuat sang penata rias kecewa, Bee berusaha tersenyum menatap kaca di
“Bang.” Tepukan di pundak membuat Akbi yang baru saja mengambil minum pun menoleh.Pesta tersebut dibuat senyaman mungkin, tamu undangan yang tidak begitu banyak membuat mempelai pengantin dan para tamu bisa bercengkrama sambil menikmati hidangan.Setelah sesi salam-salaman memberi selamat selesai, Akbi pergi mengambil minum untuk menghampiri Anggit yang sedari tadi sudah memberengut kesal.Susah payah Akbi memberi pengertian kepada sang Mama dan Anggit, bila dirinya harus melakukan sandiwara ini di depan Beni sampai akhirnya bisa berganti mobil bersama Bee.Tenggorokannya begitu serat tapi belum juga air itu melegakan tenggorokannya, seorang pria mengambil alih perhatian Akbi.“Masih inget gue, Bang?” tanya Verro sambil membetulkan kacamatanya.Kening Akbi mengernyit mengingat kapan ia bertemu dengan wajah familiar di depannya.“Gue yang di kampus beberapa hari lalu,” sambung Verro lagi membuat ekspresi wajah Akbi berubah.“Ahh ya, lo yang waktu itu kasih tau Bee di mana, ‘kan?” Akb