“Bagaimana hadiah pernikahan yang aku kirimkan ke pestamu malam ini, Marvin? Maaf sedikit terlambat mengirimkannya. Tapi cukup menyenangkan bukan? Aku rasa momennya masih pas,” ujar Recky saat menghubungi Marvin lewat telepon.“Diam kau!” sergah Marvin yang langsung memutus panggilan secara sepihak.Marvin tidak punya waktu untuk meladeni Recky lebih lanjut. Kekacauan sedang terjadi di pestanya. Kedatangan Callista jelas mengejutkan semua orang. Bagaimana tidak? Seseorang yang sudah lama dianggap meninggal tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka.Banyak orang yang tak percaya tapi itulah kenyataannya. Callista kembali pada keluarganya. Malam itu semua orang digemparkan dengan kejadian di mana istri pertama Marvin seolah hidup kembali.Tentu ada banyak tanya yang membutuhkan jawaban dan penjelasan. Tapi semua itu adalah masalah pribadi keluarga yang tidak seharusnya menjadi konsumsi publik. Itu sebabnya Marvin segera membubarkan acara pesta agar para tamunya segera pergi.Kini hanya t
“Kau sudah gila? Kenapa kau mengatakan hal seperti itu di hadapan Regita? Kau tahu dia sedang hamil dan syok berat bisa membahayakan kandungannya,” ujar Leonardo dengan nada tinggi.Leonardo sedang berdebat dengan Marvin. Dia panik karena Regita jatuh pingsan setelah mendengar pernyataan Marvin yang masih mencintai Callista. Sekarang Regita sedang ditemani oleh Seravina di kamarnya setelah sempat diperiksa oleh dokter.“Lalu menurutmu aku harus mengatakan apa? Aku hanya mengatakan yang sejujurnya. Cobalah mengerti posisiku. Apa aku harus mengatakan bahwa aku sudah tidak mencintai Callista dan menyakiti hati istri pertamaku yang baru kembali itu? Aku juga serba salah, Leon” bantah Marvin tidak terima disalahkan begitu saja.“Ah, sialan!” umpat Leonardo merasa kesal. Dia merasa tidak berdaya untuk membantu situasi pelik yang dihadapi rumah tangga adiknya.“Apa pun yang terjadi, aku tidak mau sampai sesuatu yang buruk terjadi pada Regita. Tadi kau sudah dengar sendiri kata dokter bahwa a
“Aku akan memikirkannya sampai besok,” kata Regita meminta kesempatan berpikir.Desakan semua orang membuat perasaan Regita semakin dilanda pilu. Perkataan mereka semua seolah menunjukkan bahwa itu bukanlah rumahnya. Dia tidak punya hak apa pun di sana. Dia seperti seorang tamu yang tetap tinggal karena belas kasihan tuan rumah.Sejujurnya Regita bisa dengan mudah menerima saran Leonardo untuk pulang. Setidaknya dia merasa lebih merdeka di rumahnya sendiri. Setidaknya dia tidak merasa seperti orang ketiga yang menumpang hidup dalam rumah tangga orang lain. Harga dirinya tercabik-cabik setiap kali memikirkan hal itu.Tapi di sisi lain, dia merasa berat untuk meninggalkan Nathan. Apalagi tadi Nathan sempat mengatakan sendiri bahwa anak itu tidak ingin Regita pergi. Kasih sayangnya pada Nathan membuat Regita tertahan. Dia mengelus pelan kepala anak kecil yang sedang tertidur di sampingnya.Sebenarnya Regita masih punya tempat pulang untuk melarikan diri dari kemungkinan sakit hati. Berba
Hari itu adalah hari yang menentukan. Leonardo dan Seravina juga sudah datang ke rumah Marvin untuk mendengar keputusan Regita. Mereka siap membawa Regita pulang jika perempuan itu menginginkan.Marvin dan Callista juga berada di sana. Ruang tamu rumah Marvin seperti ruang persidangan. Regita pun sudah menyiapkan sebuah jawaban yang dia pikirkan matang-matang. Dia berharap dia tidak salah mengambil keputusan.“Jadi apa keputusanmu, Regita?” tanya Marvin.Sebenarnya Regita kesal pada Marvin. Sejak kemarin pria itu tidak memberikan penjelasan atau pun meminta maaf atas kejadian tidak mengenakkan itu. Sekalipun bukan kesalahan mereka, setidaknya Marvin bisa melakukannya untuk menghibur hati Regita. Tapi pria itu seolah tidak menahan Regita untuk tetap tinggal di sana. Dia memberikan kebebasan penuh pada Regita.“Seravina akan membantumu berkemas jika kau ingin pulang,” ujar Leonardo menawarkan. Sorot mata pria itu berharap Regita akan ikut dengannya. Dia tidak tega membiarkan sang adik h
“Sebelumnya ini adalah kamarku dengan Marvin. Tapi sekarang aku merelakannya untuk kau tempati. Aku tidak masalah mengalah dan menyerahkan kamar ini. Hanya saja kau harus tahu bahwa aku sudah pernah menempatinya lebih dulu sebelum dirimu.”Perkataan Callista membuat Regita merasa kesal. Seolah Callista ingin mengatakan bahwa Regita menempati bekas kamarnya. Meski begitu Regita tetap berusaha menahan diri. Hal yang terpenting baginya sekarang adalah Callista tidak mendengar ucapannya tadi dan tidak mencurigainya. Callista bersikap seolah dia lebih berkuasa atas rumah itu. Terasa menggelikan bagi Regita. Regita tidak pernah suka direndahkan. Dia tidak akan tenang jika tidak memberikan balasan.“Callista, seperti kamu terlalu menghayati kenangan masa lalu. Aku sarankan lebih baik kau membuka mata terhadap kenyataan. Siapa yang hidup terlalu lama dalam masa lalu tidak akan bisa maju. Kenyataannya di masa sekarang, aku lah yang menempati kamar ini. Tapi kamu tidak perlu khawatir, waktu a
Callista tampak tidak suka dengan kehadiran Regita. Tapi Regita justru bersikap santai dengan tersenyum dan mengelus pelan pipi Nathan. Sekarang dia yang akan memainkan drama dengan memamerkan kedekatannya dengan Nathan.“Wah...Mommy ikut juga ternyata,” ucap Nathan bersorak gembira.“Mommy tahu kamu pasti akan mencari Mommy. Itu sebabnya Mommy ke sini. Mommy tahu apa yang kamu inginkan, Boy” kata Regita.“Untuk apa kamu ke sini?” tanya Callista mempermasalahkan karena Regita datang tanpa diundang.“Sebenarnya aku ada keperluan dengan Marvin. Aku harap Marvin tidak lupa bahwa hari ini aku ada jadwal periksa kandungan. Jadi aku pikir sebelum mengantarku ke rumah sakit, kita bisa sekalian makan bersama dulu,” jawab Regita dengan santainya.“Tapi kau bisa pergi sendiri ke sana,” bantah Callista.“Kau juga bisa makan siang sendiri tanpa Marvin,” balas Regita tak mau kalah.“Lagi pula aku hamil juga karena perbuatan Marvin. Seperti layaknya ibu hamil, aku butuh didampingi oleh suamiku term
“Apa maksudmu menjadikan Regita sebagai umpan?” kata Leonardo mengulang pertanyaannya.Marvin dan Andri sama-sama gelagapan. Mereka tidak menyangka Leonardo akan tiba-tiba datang dan masuk ke ruangan mereka. Apalagi ternyata Leonardo sempat mendengar pernyataan Marvin.Sekarang mereka berdua salah tingkah. Marvin berpikir keras mencari alasan untuk memberi Leonardo penjelasan. Jelas dia tidak mungkin mengatakan maksud yang sebenarnya.“Sejak kapan anda datang? Mari silahkan duduk dulu,” ujar Andri berusaha membantu sedikit mencairkan suasana. Leonardo duduk pada sofa yang tersedia di ruang kerja itu. Marvin dan Andri juga berpindah tempat ke sana.“Apakah ada sesuatu yang penting sampai kau datang tanpa mengabariku terlebih dahulu?” tanya Marvin. Dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan.“Aku datang untuk membicarakan proyek kerja sama kita dengan PT. Cakrawala Indah. Ada hal urgent yang harus kita putuskan segera,” tutur Leonardo.“Ada masalah apa dengan proyek itu?” tanya Marvin l
Malam itu Regita merasa senang. Ternyata rasa ngidamnya juga bermanfaat untuk membuat hubungannya dengan Marvin menjadi lebih dekat. Mereka pulang ke rumah setelah Regita menghabiskan seporsi sate untuk dirinya sendiri.“Sebenarnya aku khawatir kalau aku sering ngidam makanan tengah malam,” celetuk Regita saat mereka masih dalam perjalanan pulang.“Khawatir kenapa?” tanya Marvin. Dia berpikir mungkin Regita merasa tidak enak jika terus merepotkan Marvin dengan permintaan-permintaannya yang aneh.“Aku takut gendut.”“Apa?”Pernyataan Regita membuat Marvin tak habis pikir. Bukannya khawatir merepotkan Marvin, Regita justru mengkhawatirkan penambahan pada berat badannya. Marvin benar-benar salah prediksi.“Ya kalau aku sering ngidam makan berat tengah malam, itu bisa membuat berat badanku naik ‘kan” ulang Regita menegaskan kekhawatirannya tidak keliru. Marvin hanya menghela napas berat.“Sekalipun tidak karena ngidam, tetap saja berat badanmu akan terus bertambah seiring bertambahnya usi