Hari itu adalah hari yang menentukan. Leonardo dan Seravina juga sudah datang ke rumah Marvin untuk mendengar keputusan Regita. Mereka siap membawa Regita pulang jika perempuan itu menginginkan.Marvin dan Callista juga berada di sana. Ruang tamu rumah Marvin seperti ruang persidangan. Regita pun sudah menyiapkan sebuah jawaban yang dia pikirkan matang-matang. Dia berharap dia tidak salah mengambil keputusan.“Jadi apa keputusanmu, Regita?” tanya Marvin.Sebenarnya Regita kesal pada Marvin. Sejak kemarin pria itu tidak memberikan penjelasan atau pun meminta maaf atas kejadian tidak mengenakkan itu. Sekalipun bukan kesalahan mereka, setidaknya Marvin bisa melakukannya untuk menghibur hati Regita. Tapi pria itu seolah tidak menahan Regita untuk tetap tinggal di sana. Dia memberikan kebebasan penuh pada Regita.“Seravina akan membantumu berkemas jika kau ingin pulang,” ujar Leonardo menawarkan. Sorot mata pria itu berharap Regita akan ikut dengannya. Dia tidak tega membiarkan sang adik h
“Sebelumnya ini adalah kamarku dengan Marvin. Tapi sekarang aku merelakannya untuk kau tempati. Aku tidak masalah mengalah dan menyerahkan kamar ini. Hanya saja kau harus tahu bahwa aku sudah pernah menempatinya lebih dulu sebelum dirimu.”Perkataan Callista membuat Regita merasa kesal. Seolah Callista ingin mengatakan bahwa Regita menempati bekas kamarnya. Meski begitu Regita tetap berusaha menahan diri. Hal yang terpenting baginya sekarang adalah Callista tidak mendengar ucapannya tadi dan tidak mencurigainya. Callista bersikap seolah dia lebih berkuasa atas rumah itu. Terasa menggelikan bagi Regita. Regita tidak pernah suka direndahkan. Dia tidak akan tenang jika tidak memberikan balasan.“Callista, seperti kamu terlalu menghayati kenangan masa lalu. Aku sarankan lebih baik kau membuka mata terhadap kenyataan. Siapa yang hidup terlalu lama dalam masa lalu tidak akan bisa maju. Kenyataannya di masa sekarang, aku lah yang menempati kamar ini. Tapi kamu tidak perlu khawatir, waktu a
Callista tampak tidak suka dengan kehadiran Regita. Tapi Regita justru bersikap santai dengan tersenyum dan mengelus pelan pipi Nathan. Sekarang dia yang akan memainkan drama dengan memamerkan kedekatannya dengan Nathan.“Wah...Mommy ikut juga ternyata,” ucap Nathan bersorak gembira.“Mommy tahu kamu pasti akan mencari Mommy. Itu sebabnya Mommy ke sini. Mommy tahu apa yang kamu inginkan, Boy” kata Regita.“Untuk apa kamu ke sini?” tanya Callista mempermasalahkan karena Regita datang tanpa diundang.“Sebenarnya aku ada keperluan dengan Marvin. Aku harap Marvin tidak lupa bahwa hari ini aku ada jadwal periksa kandungan. Jadi aku pikir sebelum mengantarku ke rumah sakit, kita bisa sekalian makan bersama dulu,” jawab Regita dengan santainya.“Tapi kau bisa pergi sendiri ke sana,” bantah Callista.“Kau juga bisa makan siang sendiri tanpa Marvin,” balas Regita tak mau kalah.“Lagi pula aku hamil juga karena perbuatan Marvin. Seperti layaknya ibu hamil, aku butuh didampingi oleh suamiku term
“Apa maksudmu menjadikan Regita sebagai umpan?” kata Leonardo mengulang pertanyaannya.Marvin dan Andri sama-sama gelagapan. Mereka tidak menyangka Leonardo akan tiba-tiba datang dan masuk ke ruangan mereka. Apalagi ternyata Leonardo sempat mendengar pernyataan Marvin.Sekarang mereka berdua salah tingkah. Marvin berpikir keras mencari alasan untuk memberi Leonardo penjelasan. Jelas dia tidak mungkin mengatakan maksud yang sebenarnya.“Sejak kapan anda datang? Mari silahkan duduk dulu,” ujar Andri berusaha membantu sedikit mencairkan suasana. Leonardo duduk pada sofa yang tersedia di ruang kerja itu. Marvin dan Andri juga berpindah tempat ke sana.“Apakah ada sesuatu yang penting sampai kau datang tanpa mengabariku terlebih dahulu?” tanya Marvin. Dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan.“Aku datang untuk membicarakan proyek kerja sama kita dengan PT. Cakrawala Indah. Ada hal urgent yang harus kita putuskan segera,” tutur Leonardo.“Ada masalah apa dengan proyek itu?” tanya Marvin l
Malam itu Regita merasa senang. Ternyata rasa ngidamnya juga bermanfaat untuk membuat hubungannya dengan Marvin menjadi lebih dekat. Mereka pulang ke rumah setelah Regita menghabiskan seporsi sate untuk dirinya sendiri.“Sebenarnya aku khawatir kalau aku sering ngidam makanan tengah malam,” celetuk Regita saat mereka masih dalam perjalanan pulang.“Khawatir kenapa?” tanya Marvin. Dia berpikir mungkin Regita merasa tidak enak jika terus merepotkan Marvin dengan permintaan-permintaannya yang aneh.“Aku takut gendut.”“Apa?”Pernyataan Regita membuat Marvin tak habis pikir. Bukannya khawatir merepotkan Marvin, Regita justru mengkhawatirkan penambahan pada berat badannya. Marvin benar-benar salah prediksi.“Ya kalau aku sering ngidam makan berat tengah malam, itu bisa membuat berat badanku naik ‘kan” ulang Regita menegaskan kekhawatirannya tidak keliru. Marvin hanya menghela napas berat.“Sekalipun tidak karena ngidam, tetap saja berat badanmu akan terus bertambah seiring bertambahnya usi
“Apa maksudmu mengatakan kau menikahi Regita hanya sebagai umpan untuk menyelamatkanku dari Recky?” tanya Callista. Dia penasaran dengan maksud pernyataan Marvin.“Ini adalah rencanaku. Pernikahanku dengan Regita dan kembalinya kamu ke rumah ini, aku sudah merencanakannya,” kata Marvin.“Tunggu sebentar. Aku benar-benar tidak mengerti,” balas Callista. Marvin pun menceritakan kronologi kejadiannya.Pada suatu hari Marvin datang ke rumah Recky untuk memberi peringatan agar berhenti mengganggu keluarga Marvin. Saat hendak pulang, perhatian Marvin tertuju pada sebuah ruang yang terasing di belakang rumah Recky. Awalnya itu terjadi karena Marvin mendengar suara keras seperti benda pecah.Marvin mengikuti asal suara hingga berujung ke ruangan itu. Dia juga mendengar suara-suara rintihan seorang perempuan. Dia merasa penasaran dan curiga ada sesuatu yang Recky sembunyikan di sanaMarvin berusaha mencari celah untuk mengintip. Samar-samar dia melihat seorang perempuan sedang terikat di dalam
Regita benar-benar sakit hati mendengar pertanyaan Marvin tentang pernikahan mereka yang terpaksa. Regita tidak menyangka jika ternyata Marvin begitu licik hanya menjadikannya bagian dari rencana permainannya dengan Recky. Dia sangat tidak terima diperlakukan seperti itu. Setelah mendengar semua cerita Marvin lewat alat penyadap suara di kamar Callista, perasaan Regita jelas sudah tidak sama seperti sebelumnya. Dia dipenuhi amarah karena merasa dibohongi dan dikhianati. Dia hanya dimanfaatkan oleh Marvin untuk kepentingan pribadi. Regita tidak mau tinggal diam dan terus menjadi tameng dalam hubungan Marvin dan Callista. Dia tidak mau dimanfaatkan lagi. Setelah mengetahui semua kebenaran itu, Regita merasa tidak punya alasan lagi untuk tetap di sana. Mungkin seharusnya dia mengikuti saran Leonardo waktu itu untuk ikut pulang ke rumah. Meski begitu semuanya belum terlambat. Hari itu juga, Regita meminta Leonardo datang menjemputnya. Dia mengemasi barang-barangnya dengan segera. Saat
Regita menceritakan semua rencana busuk Marvin yang tak sengaja dia dengar lewat percakapan pria itu dengan Callista. Jelas saja hal itu langsung membuat Leonardo naik darah. Dia benar-benar tidak terima adiknya dipermainkan. "Kurang ajar si Marvin! Beraninya dia bermain-main dengan kita," umpat Laoenardo. "Mungkin Marvin belum sadar kalau aku sudah tahu semua permainannya. Itu sebabnya dia kebingungan saat aku akan pergi dari rumah itu," kata Regita."Aku sudah memperingatkannya dari awal untuk menjaga adikku. Tapi ternyata dia justru berani bermain api. Aku tidak akan membiarkannya begitu saja setelah apa yang lakukan padamu," ujar Leonardo.Leonardo sangat marah. Dia tidak percaya Marvin berani berbuat seperti itu pada keluarganya. Bagi Leonardo, itu adalah sebuah pengkhianatan besar. Marvin tidak bisa lagi dianggap sebagai teman. Menyakiti Regita sama halnya menyakiti Leonardo juga. Leonardo tidak pernah melepaskan orang yang sudah mengganggu mereka. Leonardo tidak takut untuk