"Jadi, kita masih harus mencari tau siapa pemilik email ini ya?" tanya Radu memastikan, usai mencatat email yang diperlihatkan oleh Gibran. Email tersebut bernamakan twolovehappens. Sebuah nama yang kelewat manis untuk menyerahkan perintah-perintah mengerikan. Radu bergidik ngeri. "Sayangnya, kita nggak bisa tau siapa dalangnya kalau Mas Gibran memang nggak pernah berhubungan sama orang pemilik email ini lewat telepon.""Yang jelas, si twolovehappens itu bisa mikir. Dia sengaja nggak meninggalkan jejak apa pun dengan teleponan. Tapi nih," Noah mendekati sang paman yang terdiam di balik meja kebanggaannya. "Apa Om Heru nggak bisa melacak di mana alamat IP email ini? Temannya Om Heru yang di kepolisian? Bukannya kita bisa minta tolong?""Ck! Kamu pikir, Om nggak melakukan itu? Bahkan Om sama Padre kamu sudah berbicara dengan kepolisian. Padre kamu juga bersedia membayar berapa pun yang mereka mau, dan yah—hasilnya amburadul. Seperti kata kamu, orang ini pintar." Heru mendengus lelah. "S
Noah mengusulkan akhir pekan yang gemerlap menjadi waktu untuk menjalankan kencan terakhirnya bersama Tara. Selepas pertemuan kembali di kantor pagi itu, mereka bermuara pada kesibukan masing-masing. Tak menghubungi satu sama lain, meski diam-diam mendambakan hari yang sama. Seperti hari ini, Noah menyelesaikan syuting seperti biasa. Sutradara dan kru yang mengamati bagaimana kinerja Noah pun terpukau, memuji pemuda itu tanpa henti. Bahkan beberapa aktor pendamping yang namanya sudah lebih dulu ada dalam dunia hiburan, mendadak mengajaknya berteman dan ingin menjadi lebih dekat. Mereka berbondong-bondong meminta saran Noah mengenai ini dan itu, sehingga di mata Radu, Noah terlihat seperti orang paling waras yang ada di muka bumi.Tepat sepekan lagi, perkiraan syuting yang dijalani akan berakhir. Cerita telah mencapai klimaks, semua pemeran hanya perlu menyelesaikan beberapa adegan penting menjelang akhir yang nantinya akan ditutup dengan agenda after party. Berhubung seluruh adegan
Tara sedang membaca blurb sebuah buku, ketika Noah menghampirinya sembari menyodorkan sebuah keranjang yang masih kosong. Pemuda itu menyuruh Tara untuk membeli buku sepuasanya, mau satu atau dua keranjang penuh pun tidak masalah. Untuk kencan terakhir ini, Noah akan membelikan apa pun yang Tara mau.Mulanya hati wanita muda itu melambung secara perlahan, sebab tak pernah diperlakukan seperti itu oleh laki-laki mana pun. Namun teringat bahwa kencan yang dilakoninya memiliki catatan; terakhir, Tara hanya mampu menggelengkan kepala dan mengulum senyum. "Enggak ah, Noah! Aku cuma mau membeli beberapa buku aja buat jadi teman di hotel."Noah hendak menanggapi perkataan Tara dengan celetukan yang biasa dia layangkan, tetapi pemuda itu menahannya. Sudah cukup selama ini tidak tau diri dengan mengejar-ngejar Tara dan membawa janda cantik yang satu itu ke dalam masalah baru. Noah tak mau Tara memandang rendah dirinya lagi. Maka Noah hanya mampu mengekori Tara sambil menenteng keranjang.Seles
"Lepas, Seno! Apa yang kamu lakukan?! Aku bisa saja memanggil security untuk mengusirmu!" Tara berupaya melepaskan diri dari cengkeram mantan suaminya itu. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja dia kedatangan tamu kurang ajar serupa Seno. Dengan lancangnya, Seno merangsek masuk seraya mendorongnya.Tetapi Tara tidak mengalah secepat itu. Tara hendak melayangkan tendangan andalannya, namun dicegah oleh Seno. Pria itu nyaris terlonjak, tapi menguasai diri agar tak terlihat lemah di mata Tara. Seno tau, pasti Tara tidak akan terlalu takut dengannya. Mantan istrinya itu telah berubah dan tak selemah dulu.Tara menjauh, menuju sisi lain ruangan saat Seno melepaskan cengkeramannya. "Kamu gila, Seno! Kamu nggak sadar kalau aku ini ada di sebuah tempat yang bisa memanggil siapa saja, hah? Sebentar lagi bakalan ada temanku, kamu nggak akan bisa melakukan apa-apa, Seno!"Seno mengepalkan tangan, menggeram kesal. Belum apa-apa, tampaknya dia sudah kalah duluan. Pria itu membenci situa
Noah hendak melajukan mobil saat mendapati getaran panjang yang berasal dari ponsel di kursi samping pengemudi. Begitu ditilik, rupanya ponsel milik Tara tertinggal. Panggilan masuk dari Cell berulang selama beberapa kali, sehingga mau tak mau, Noah menjawabnya."Loh? Ini siapa yang jawab? Di mana Tara?" sahut Cell di seberang telepon, namun pemuda itu mendengar gema yang sama dari kejauhan.Keluar dari mobil, Noah bertemu dengan Cell yang masih mondar-mandir di depan mobil milik wanita muda itu. "Lha, Mbak Cell udah di sini ternyata." Noah mematikan sambungan telepon, mendekati Cell yang masih mencerna keberadaan Noah."Kamu ngapain ada di sini? Terus ... kenapa HP-nya Tara ada di kamu?""Ceritanya singkat, tapi aku nggak mau cerita, Mbak." Celetuk Noah. "Mbak Cell sendiri ngapain di sini? Eh, mau mampir ke kamarnya Tara ya? Kasih tau kamarnya nomor berapa dong!""Ih! Buat apa?!"Noah mengibaskan tangannya, lalu memberi tanda bagi Cell untuk menduluinya. Biarpun bingung, Cell menurut
"Kamu masih menemui janda mandul yang satu itu, Noah?" tanya Elisabeth dengan nada meremehkan, yang mana langsung membuat gatal dan panas telinga sang putra. "Ck! Kenapa kamu bisa sesuka itu sama perempuan itu sih? Apa yang menarik dari janda yang satu itu? Bukannya kamu pasti bertemu dengan perempuan lain yang masih gadis dan tentunya lebih cantik dari dia ya?"Noah mengembuskan napas kasar. Paling tak suka dengan situasi semacam ini. "Mau ada perempuan yang lebih cantik dari Tara, atau lebih kaya, masalahnya hatiku jatuh ke Tara, Mah. Gimana dong?"Elisabeth mendelik tak suka. "Masa depan macam apa yang kamu harapkan dari janda mandul seperti dia, hah?!""Masa depan?" Noah berdecak kesal. "Aku nggak bisa menengok masa depan, tapi aku tau kalau cintaku yang sesungguhnya cuma buat Tara, Mah.""Kamu mau kurang ajar sama Madre kamu, Noah?!" Sahut Federick dengan nada lantang. "Kamu mau melawan orang tua kamu sendiri demi perempuan yang masa depannya nggak jelas itu?""Bukan melawan, Pah
Beberapa menit lalu, Tara masih bercakap dengan Rosalie di sofa tunggu lantai teratas Hacer. Namun tak lama setelahnya, dia mendapatkan panggilan masuk dari sang mantan suami dengan nada mengancam yang membuat Tara terpaksa menemui pria itu di depan Hacer. Berjaga-jaga, Rosalie menemani Tara turun, namun mengamati dari kejauhan. Mulanya tidak ada yang aneh, tetapi secara mendadak Seno memperlihatkan layar ponselnya yang sedang menyuguhkan sebuah foto di mana dirinya keluar dari mobil Noah. Bukan itu saja, terdapat judul di atasnya berupa; kencan berlanjut antara Noah Alejandro dan staf, menguak betapa besar kebohongan yang diperbuat oleh pihak agensi.Tara membeku, merasakan terdapat sesuatu yang tidak beres mulai menyergap lehernya dari belakang. Ini tidak benar! Dia merasa harus segera melarikan diri jika tak mau termakan jebakan Seno yang satu ini.Tetapi tanpa aba-aba, muncul beberapa wartawan secara serentak seakan-akan mereka telah bersiap di suatu tempat. Dalam sekejap, pengli
Iya—Tara tidak sedang bermimpi atau bahkan salah dengar. Elisabeth menyambutnya penuh kehangatan, yang mana nyaris membuat Tara pingsan di tempat jika dia tak mencubit dirinya sendiri secara diam-diam. Semua kenyataan yang mengitari hidupnya kali ini bagaikan sebuah permasalahan pelik pada negeri dongeng yang bisa diselesaikan hanya dalam beberapa menit.Entah gerangan macam apa yang merasuki diri Federick dan Elisabeth. Tiba-tiba saja keduanya bersikap ramah dan mengakui Tara sebagai calon menantu mereka. Bukan hanya di depan Tara saja, tetapi di depan awak media yang membabi buta saat berada di Hacer siang tadi."Apa yang Anda lakukan terhadap calon menantu saya?!" Seruan kelewat menggelengar yang berasal dari Federick kala itu menghentakkan Tara hingga dia tak mampu berpijak dengan benar. Bahkan pada detik itu, Tara meragukan seluruh indra yang dimiliki. Namun segalanya berubah saat Elisabeth menariknya penuh kelembutan, membawanya masuk ke lobi sementara Federick berurusan dengan