Sejujurnya Tara tidak mau datang. Membayangkan bahwa dia akan berhadapan dengan orang-orang yang memberikan luka begitu besar pada masa lalu, bisa saja emosinya terpancing dengan taburan garam terpendam yang sedang mereka genggam. Entah apa tujuan utama dari makan malam kali ini, Tara harus bersiap untuk menghadapi keluarga tengik itu.Restoran yang menjadi tujuannya malam ini merupakan salah satu cabang restoran milik suami dari sahabatnya. Tara menggigit bibir bawahnya. Maju-mundur, sebab bisa saja suami dari sahabatnya itu memergokinya dan memberitahu Reina jika dia baru saja bertemu dengan keluarga mantan suaminya.Namun dia sudah berada di perjalanan, dan tidak mungkin mundur bagaikan pengecut di depan sebuah keluarga yang telah menjatuhkannya di masa lalu itu. Tiba di tempat tujuan, bertepatan dengan kedatangan Seno dan dua wanita yang tak mampu mengalihkan pandangan dari mobilnya barang sedetik.Tara keluar dari mobil dengan anggun, mengabaikan tatapan Seno yang membuatnya berg
Perkenalan yang dilayangkan Noah mengundang keterkejutan bukan dari pihak Seno saja, tetapi pada diri Tara pula. Wanita muda itu kepayahan berkata-kata, sehingga dia hanya mampu terdiam dan membiarkan Noah berkata semaunya. Sebab bila dipikir kembali, bisa saja Seno dan keluarganya menjauh setelah mengetahui bahwa dia telah memiliki calon suami."Apa?! Calon suami?!" Juwita berdecih, tampak tak percaya bahwa wanita muda yang tidak disukainya itu memiliki calon suami setampan Noah. Bahkan kalau boleh jujur, Seno tidak ada apa-apanya dibanding Noah. Kenapa dia baru menyadari hal itu sekarang ya?"Ca-calon?" Seno terpsrangah. "Kamu sudah punya calon suami, Tara? Ke-kenapa kamu setega itu, Tara? Kamu sudah melupakanku?"Tara menganga. Jadi, mantan suami bajingannya itu berharap bahwa dia harus berada dalam kubangan lumpur yang sama sampai seterusnya? Tara tidak habis pikir. Mengapa dulu dia bisa mencintai pria seperti Seno? Jangan-jangan ada saraf yang terputus pada otaknya saat itu?"Lha
"Ta-tapi Noah ....""Hm? Iya?"Keduanya masih berpelukan, tepat di belakang mobil Tara. Noah mengharapkan sebuah jawaban yang akan menyenangkan hatinya. Biarpun dia seorang pemain dan berandal, kini dia ingin berubah menjadi lebih baik. Tidak masalah kalau aset berharganya hanya berfungsi pada Tara, sebab hatinya pun tertambat pada janda cantik yang satu itu."A-aku ada kencan sama Julian.""Oh—hah?!"Tara menjauhkan dirinya, mencari ponselnya yang sedari tadi bergetar panjang. Saat ditilik, ternyata terdapat sebuah panggilan masuk dari Julian Wiratmaja. "Sebentar ya, aku jawab dulu."Noah menganga. Pada momentum yang tepat seperti ini, Julian malah menginterupsi dan Tara harus berkencan dengan aktor senior yang satu itu? Noah berbalik, menarik napas perlahan sebelum kembali berhadapan dengan Tara.Nada bicara Tara dimanis-maniskan saat menyahuti Julian. Namun diam-diam, dia mendengarkan percakapan keduanya dan mendapati bahwa tampaknya Julian tidak bisa menghadiri kencan yang telah d
Sesampainya di rumah, Noah langsung menyuruh Tara untuk masuk setelah memastikan semua pagar dan pintu terkunci rapat. Katanya, pemuda itu akan menunggu jemputan Radu di depan gapura perumahan. Tara menurut, sebab dia memang penasaran dengan isi dari tas kain yang diberikan oleh Noah tadi.Di kamar, wanita muda itu mulai membuka isi tas tersebut dan terkesiap dengan isinya. Sebuah gaun malam yang tampak cantik dan menawan. Berwarna ungu tua, yang bagian bawahnya tergradasi oleh kerlap-kerlip warna platina. "I-ini ... ngapain dia kasih ini?"Sebuah notes terjatuh. Tara memungutnya, lantas menemukan satu paragraf singkat dari si pengirim.'Langkah pertama untuk mencoba membalas perasaanku, adalah dengan kencan perdana yang akan kita lakukan besok malam. Pakai ini ya, Cantik!Pahlawan Kesianganmu,Sr. Alejandro.'Butuh beberapa detik bagi Tara agar dapat mencerna serentetan tulisan yang baru dibacanya itu. Dia mengerti dengan jelas, namun yang terjadi pada detik ini lebih mirip mimpi ko
Bukan hanya sekedar bertanya, Noah menyodorkan sebuah cincin bermatakan berlian kecil berwarna ungu. Tara nyaris meragukan penglihatannya sendiri, atau barangkali saja sepasang bola matanya sedang tidak dalam kondisi fit. Tetapi, sosok Noah yang berdiri menjulang di hadapannya dengan senyum merekah itu langsung menyadarkan Tara bahwa semua ini memang terjadi secara nyata.Noah baru saja melamarnya?Apakah hal itu sesuai dengan yang dilakukan oleh Noah padanya saat ini?"Noah ....""Tara, aku tau ini terlalu cepat, tapi aku benar-benar nggak mau kehilangan kamu. Aku juga nggak mau melewatkan kesempatan yang ada. Aku mulai menyadari perasaanku, tapi aku juga nggak mau membuatmu tenggelam dalam sesuatu yang bisa menyia-nyiakan waktumu." Kata Noah bersungguh-sungguh.Kalau terdapat kamera tersembunyi dan semacamnya, tolong keluarlah sekarang juga! Tara tidak tahan! Apakah dia sedang menjadi bahan lelucon bagi satu daerah? Bila iya, mengapa harus dengan cara seperti ini?"Aku nggak akan me
Semalaman, Noah mendapatkan omelan panjang kali lebar dari Radu. Tepat setelahnya, Radu menghubungi Heru dan Rosalie. Sebab apa yang Noah katakan benar-benar mengundang kekalutan yang bisa membuat gempar banyak orang jika tak kunjung diselesaikan dari akarnya—berhubung masih hangat-hangatnya pula.Maka keesokan paginya, Noah dan Tara dipanggil ke ruangan Heru. Dua jam sebelum syuting dimulai, Noah sudah datang lebih dulu ke Hacer. Sedangkan Tara datang setengah jam kemudian, tak mengetahui jika dirinya akan terseret dalam momen tersebut.Tara mengembuskan napas perlahan. Sembari tertunduk, wanita muda itu memainkan jemarinya. Dia seperti seorang remaja yang ketahuan berpacaran di sekolah dan mau diomeli oleh para guru. Entah bagaimana caranya Heru dan Rosalie bisa mendengar tentang lamaran Noah semalam, yang jelas Radu merupakan bukti konkret pertama."Jadi ... apa benar, semalam Noah melamar kamu, Tara?" tanya Rosalie, setelah satu ruangan berada dalam keheningan yang janggal. Wanita
Tak ada kewajiban untuk memberi jawaban bagi mantan suami bajingannya itu. Dia sudah cukup tersiksa dengan permasalahan baru ini, jadi perkara Seno tidak terlalu penting. Selesai dengan pekerjaan yang selalu bisa dituntaskan lebih awal dari staf lain, Tara memutuskan untuk mengunjungi Cell. Dia sudah bertanya mengenai kelenggangan rekan kerjanya itu, dan dia sedang sendirian dalam studio kesayangannya.Ketika pintu lift di depannya terbuka lebar, Tara dikejutkan oleh keberadaan Noah yang sama-sama menatapnya. Mendadak, Tara jadi salah tingkah duluan. Apa yang mereka lalui di ruangan Heru tadi tidak bisa dianggap sepele, sebab Noah seperti mengumumkan kepada dunia bahwa pemuda itu memang mencintainya."A-aku ...."Tara tak mampu melanjutkan perkataannya, sebab pemuda berandal yang semalam baru melamarnya itu berlalu begitu saja. Keluar dari lift, membiarkan Tara mematung seorang diri. Ujung mata Tara mengekori langkah tegap Noah. Dengan roman yang tak bisa dibaca, pemuda itu berbelok m
"Ha? Calon istri?"Noah merangkulkan lengannya pada pundak Tara yang hanya bisa pasrah. Tidak mungkin mengalahkan Noah yang sedang berada dalam mode tidak tau dirinya itu. Tetapi dia tidak mungkin diam terus kan? Masalahnya dia saja belum memberikan jawaban pasti atas lamaran yang pemuda itu suarakan."Noah ... kan aku belum menjawab," Tara menurunkan lengan berandal yang satu itu darinya, kemudian menatap Julian dengan segenggam minta maaf. "Maaf, Jull. Mau mencocokkan jadwal? Boleh! Kapan?""Lho? Kok diterima sih, Tara? Kamu mau kencan sama laki-laki lain, padahal aku sudah melamar kamu?" protes Noah. Julian makin bingung, hanya mampu melongo sembari mengalihkan pandang secara bergantian."Kamu masih memberi aku waktu sampai syutingmu selesai kan, Noah? Jadi, aku belum-belum benar menjadi calon istrimu. Begitu juga dengan kamu! Sekarang, nggak ada salahnya kalau aku mau kencan sama Julian kan? Kami cuma mau menepati janji satu sama lain yang sudah lama diperbuat tapi nggak kunjung d
Beberapa tahun kemudian;"Pancake buatan Mama, enak?""Enak, Ma!""Sedapnyeee~""Enak dong, Sayang!""Sayang?""Eh?"Noah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Akibat salah memanggil, sekarang pria itu mendapatkan tatapan maut dari sang istri lalu tatapan penasaran dari si kembar. Berdeham, Noah menatap kedua anaknya secara bergantian."Lupakan ya? Papa nggak tau Papa bilang apa barusan. Jadi, pancake buatannya Mama enak kan?" Si kembar menggangguk, lantas Noah melemparkan cengirannya pada Tara. "Enak, Ma. Kata Alva dan Vira, enak kok! Iya kan?"Tara menggeleng-gelengkan kepala, tetapi seutas senyum terbit pada wajah cantiknya. Waktu bergulir begitu cepat. Noah dan Tara yang terlihat baru menjadi orang tua, kini telah mendapati si kembar berada pada jenjang Taman Kanak-kanak.Selepas menghabiskan sarapan, si kembar diantar ke TK oleh baby sitter. Dikarenakan Noah dan Tara harus mengurus beberapa hal, maka dari itu hari ini tidak bisa pergi bersama anak-anak mereka. Tara sudah kembali
Tara mengabaikan makan malam yang telah dipersiapkan oleh pembantu barunya. Wanita itu tengah memandang rintik hujan melalui jendela kamar. Seperti tak mempunyai semangat hidup, Tara hanya bergerak saat Alvaro atau Alvira terbangun. Selebihnya, dia akan diam saja. Melamun bagaikan sesosok mayat hidup.Hingga malam harinya, Tara terlelap dengan sendiri selepas menidurkan si kembar. Kala itu pula, Noah memberanikan diri untuk menilik tiga manusia yang sangat disayanginya itu. Melihat Tara tidur dengan mata membengkak, mampu mengiris Noah tanpa tedeng aling-aling. Menyakitkan sekali melihat wanita yang disayanginya menangis karena ulanya sendiri—keteledoran yang bisa berakibat buruk bagi masa depan keluarga kecilnya bila tidak segera diselesaikan secepat mungkin.Setelah seharian berkomunikasi dengan Padre dan seseorang yang menjadi dalang dari kesalahpahaman meresahkan ini, baru detik ini Noah menampakkan dirinya di hadapan sang istri. Kedua anaknya pun tampak menggemaskan. Mereka terti
Dari luar, pasangan Noah dan Tara terlihat harmonis dan baik-baik saja. Tetapi dalam setiap rumah tangga, selalu ada yang namanya huru-hara. Rintangan entah kecil maupun besar, keduanya pasti menyambangi tiap bahtera rumah tangga yang berlayar.Pada tahun pertama rumah tangga pasangan tersebut, mereka mendapatkan rintangan terbaru. Didukung oleh lelahnya fisik setelah seharian menjaga si kembar, kemudian kali itu Noah tidak bisa memberikan sedikit sanggahan."Maaf ya, Sayang? Aku sudah menyuruh Mbak Maryam untuk menemani selama dua puluh empat jam kok! Setelah semua urusan selesai, aku bakalan langsung pulang ke pelukanmu." Tutur Noah dengan berat hati.Dikarenakan perkara bisnis yang tak bisa sembarangan ditinggalkan, Noah harus pergi bersama Federick ke luar kota lagi. Tara tidak bisa bermanja-manja dengan berkata bahwa dia enggan membiarkan Noah pergi. Pada kenyataannya, selama ini Noah tak pernah absen dalam menemaninya. Sekarang, dia tak berhak untuk terlalu mengekang pria muda i
Menjadi orang tua baru dari sepasang anak kembar tidaklah mudah. Baik Noah maupun Tara kekurangan tidur. Bahkan Noah harus mengurus beberapa pekerjaan dari rumah, lantaran dia tidak mau terlalu meninggalkan sang istri. Federick dan Elisabeth sudah menyarankan untuk menyewa baby sitter, tetapi pasangan tersebut menolak dengan alasan ingin memberi perhatian penuh selagi masih kecil. Mereka akan menyewa baby sitter saat si kembar sudah bisa berjalan, membantu Tara dalam kesehariannya."Sayang?" Noah menyembulkan kepala dari daun pintu."Ssstt! Mereka baru tidur, Sayang."Noah mengangguk, lantas berjalan mengendap-ngendap memasuki kamar. Mereka sudah berada di rumah sendiri, tapi keluarga besar betah mondar-mandir untuk menilik Alvaro dan Alvira. Meletakkan ponsel di atas nakas, Noah mendekati Tara yang berada di sisi lain ranjang. Pria muda itu memeluk Tara, yang kemudian dibalas dengan dengusan lelah pula. "Kamu hebat, Sayang. Kamu mau apa? Mau dipijit? Mau aku belikan sesuatu? Maaf ya
Tara tidak bisa ke mana-mana. Kenyataan itu membuatnya hanya mampu bergerak pada satu teritori saja; kediaman utama Alejandro. Sebetulnya dia ingin pulang ke rumah sendiri, tetapi mertuanya menolak dengan alasan tidak dapat membantu atau mengawasi Tara setiap saat.Bersama dua pengawal yang masih setia melindungi, seharusnya tidak masalah. Namun Elisabeth tak mau Tara kesusahan dalam keadaan hamil besar. Tara sendiri memang masih belum terbiasa atas perhatian berlimpah yang didapat dari keluarga mertuanya. Bahkan kehamilan yang dialami sampai detik ini pun setara mimpi indah baginya."Sayang! Ayo sini makan buah!"Pintu kamar menjeblak kencang, memperlihatkan sang suami yang membawa piring berisikan buah-buahan. Kalau dihitung, terdapat sekiranya lima buah yang sudah diiris. Tanpa sadar Tara menahan napas, takjub akan betapa banyak buah-buahan segar yang selalu tersedia di kediaman utama Alejandro ini.Menempatkan diri di samping Tara, Noah langsung menyuapi irisan buah kiwi yang tamp
Selepas kehamilan Tara yang membutuhkan perhatian lebih besar, Cell sering menghabiskan waktu di studionya tanpa mau keluar untuk sekadar ke kafetaria. Entahlah, dia jadi tidak bersemangat. Satu-satunya teman yang kerap mendampingi di segala situasi sedang membutuhkan istirahat tambahan, sehingga Cell mulai kesepian.Benar, dia tidak punya teman lain di Hacer selain Tara. Maka dari itu, saat ini dia tak peduli bila harus dikata sebagai penggila kerja. Mau mencari udara segar pun, dia akan tetap bertemankan kesendirian. Namun siang itu, tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintunya dan menyembulkan sekantung plastik besar makanan."Oh? Tara?""Bukan!""Eh?" Cell mengerjap-ngerjapkan mata. Dahinya berkerut heran, tak menduga akan kedatangan seseorang yang lama tak bersua. "Radu? Ngapain ke sini? Katanya Tara, Noah lagi dinas di luar kota kan? Memangnya kamu nggak ikut Noah?""Enggak dong! Kan aku bukan pembantunya. Dulu aku memang mengikuti dia ke mana-mana karena memang itu tugasku sebaga
Kedatangan Seno yang terlalu berani ke kediaman utama Alejandro malam-malam begini, mengundang gurat keheranan pada wajah Tara. Yang mengherankan, bagaimana bisa Elisabeth dan Rosalie membiarkan cecunguk yang satu itu masuk? Bukan berniat menyalahkan, tetapi dia tau sendiri betapa protektifnya dua wanita itu. Membiarkan Seno masuk pada waktu seperti ini, sepertinya mantan suaminya itu melakukan sesuatu yang berhasil menarik iba dari Elisabeth dan Rosalie.Seno mendongak saat mengetahui kehadirannya. Apalagi, Tara sudah telanjur menggunakan parfum yang luar biasa harum dan kini rasanya menguar memenuhi seisi ruang tamu. Tara jadi malu sendiri. Tau begini, dia akan memakai parfum nanti saat hendak tidur saja.Sebab lihatlah—Seno malah senyam-senyum seperti orang sinting, berpikir jika Tara menyambut kedatangannya dengan tampil cantik dan wangi. Padahal Tara berdandan cantik untuk Noah tadi."Cepat katakan, Seno! Apa yang mau kamu katakan kepada menantu saya ini?" Suara Elisabeth memecah
Demi mengakhiri segala urusan yang—disinyalir masih belum selesai—oleh Seno, Tara memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Seno di salah satu stand foodcourt. Sebenarnya dia luar biasa malas. Berhadap-hadapan dengan Seno, yang ada malah menambah tekanan darah tingginya. Saat itu, salah satu pramusaji datang untuk menawarkan lembar menu. "Bapak dan Ibu, silakan pilih, mau pilih makanan apa?"Seno tersenyum lebar, "Kami kelihatan cocok nggak, Mbak?"Tara mengernyit kebingungan. Maksud dari pertanyaan tersebut apa? Kenapa Seno tidak berkaca dari kejadian sebelumnya sih? Sekarang, Tara menyesal sudah mengizinkan dirinya untuk menuruti ajakan Seno yang tidak jelas itu.Si pramusaji mengangguk lantaran tidak tau yang sebenarnya. "Seharusnya Bapak di sampingnya Ibu ini, soalnya ibunya sedang hamil. Bukannya kalau hamil membutuhkan bantuan dari pasangannya ya, Pak?""Ah, begitu? Oke, kalau be—"Tara bersiap melempar ponsel ke arah Seno. Pria itu urung meneruskan ucapannya, memilih untuk
Bugh!Saking kesalnya, bukan Tara yang didapat, tetapi tendangan susulan dari wanita hamil tersebut. Seno meringkuk kesakitan. Sedari dulu, kemampuan fisik Tara memang tak bisa diremehkan. Namun dalam kondisi hamil seperti ini, tentu saja Tara sudah dirundung kelelahan lebih cepat dari biasanya.Napas wanita muda itu terengah-engah, mundur perlahan dan terjatuh dalam dekapan hangat sang suami. Elisabeth dan Rosalie mendekat, hendak membantu menopang tubuh Tara yang harus beristirahat itu. Malahan, gelombang mual datang membanjiri tenggorokannya. Menepi, Tara memuntahkan sup tahu pedas yang baru dimakannya tadi."Pergilah!" Noah memberi gerakan mengusir yang langsung dijalankan oleh dua pengawal di sisi Seno. "Tara sudah tidak menaruh perasaan sedikit pun terhadapmu, Seno. Pergi! Pergilah selamanya dari hadapan kami! Kalau kamu memang mencintai Tara, ikhlaskan Tara dengan kehidupannya yang sekarang ini. Kalau ketahuan kamu datang untuk mengganggu kami lagi, maka aku tidak akan ragu unt