Indra terkejut melihat lelaki bertubuh besar yang tiba-tiba datang mendekati mereka, lain halnya dengan Dean. Dean malah tersenyum dan menyambut lelaki terlihat mengerikan itu."Bagus. Aku sudah mentransfer ke rekeningmu, karena aku gak banyak bawa uang cash." Dean menyelipkan paket di belakang tubuhnya.Indra memandangi paket yang terlihat mencurigakan baginya, sampai tidak sadar kalau lelaki tadi sudah pergi menjauh."Aku pulang dulu!" Dean beranjak dari kursinya, lalu menyelipkan paket ke dalam jaket yang dia kenakan."Udah mau pulang? Katanya mau ditemani?" Indra mengerinyitkan alisnya, dia menatap penuh curiga kepada sang teman."Aku mau tidur, tubuhku capek dari tadi belum istirahat sama sekali. Mana besok ada kuliah pagi, kan?"Perkataan Dean terdengar seperti alasan bagi Indra, dia bahkan sampai memandangi paket yang berada di dalam jaket lelaki itu. Ingin sekali dia mengambil paksa, untuk melihat apa isi paket tersebut."Aku pergi dulu, kamu jangan lama-lama di sini. Entar di
Haura menatap penuh selidik lelai yang baru datang ini, dia merasa kalau dirinya sedang dipermainkan oleh temannya Dean. Dean saja seperti itu, apalagi temannya!“Kenapa kamu natap aku kayak gitu?” Indra mengerinyitkan alisnya.“Kamu mau permainkan aku, ya?” Haura menuduh dengan sorot mata tidak kalah tajam.Terlihat ekspresi terkejut di wajah Indra. “Ngapain aku permainkan kamu?” tanyanya dengan raut ajah bingung.“Kamu kan temannya Dean, jadi kamu pasti tahu kalau aku marah sama dia, jadi kamu bekerja sama dengan dia buat mainkan aku kayak gini!”Haura tidak mau lagi dipermainkan Dean, sudah cukup lelaki itu mempermainkan dia hanya untuk mendapatkan tubuhnya, jadi sekarang dia tidak mau lagi mau diperlakukan seperti itu. Apalagi Haura sangat yakin, kalau Dean lahyang menyuruh Indra untuk menyampaikan kalau dirinya tidak pulang-pulang, lelaki itu pasti sedang berada di suatu tempat mentertawakan kebodohan dirinya.“Apa ada untungnya buat aku?” tanya Indra dengan raut wajah datar.Hau
Haura segera mengambil tas dan kunci mobilnya, lalu melaju dengan cepat menuju tempat di mana kedua lelaki itu berada.Bima berkata kalau dia membawa Dean ke rumah sakit, tetapi beberapa saat kemudian lelaki itu mengirimkan pesan kalau membawa Dean ke rumahnya. Karena Dean sendiri lah tidak mau di bawa ke rumah sakit."Kenapa dia gak mau dibawa ke rumah sakit?" Haura bermonolog seorang diri saat masih mengemudikan mobilnya.Wanita itu terus membelah jalanan, sambil memikirkan Dean dengan perasaan khawatir dan bertanya-tanya. Kenapa lelaki tersebut bisa ditemukan pingsan di jalan? Apakah Dean melakukan hal yang tidak-tidak atau ada seseorang melakukan hal buruk kepadanya?Berbagai macam hal berkecamuk di dalam pikiran Haura. Dia sangat tidak sabar untuk datang ke alamat yang dikirimkan oleh Bima lewat ponselnya."Mana Dean?" tanya Haura dengan panik.Haura sudah sampai di rumah Bima, lelaki itu duduk di teras sambil menyeruput kopi hangat."Dia ada di dalam, aku suruh istirahat dulu!"
"Kenapa dia?" Dean mengerinyitkan alisnya.Lelaki muda itu merasa bingung kenapa tiba-tiba Haura menjadi berteriak kepadanya. Padahal dia merasa tidak melalukan kesalahan apa pun, tetapi janda cantik tersebut malah terlihat sangat marah.Bima pun menjadi bingung dengan Haura, padahal tadi baik-baik saja. Malah menjadi tiba-tiba menjadi marah, ingin bertanya wanita cantik itu sudah pergi dari rumahnya."Kamu tahu gak dia kenapa?" tanya Dean menatap lekat Bima.Bima terlihat berpikir, lelaki itu lalu menyadari apa yang membuat Haura menjadi marah. "Orang tuanya udah meninggal, jadi wajar dia marah sama kamu," jelas Bima dengan raut wajah serius."Lalu apa hubungannya sama aku?" Wajah Dean mengerut, dia masih tidak mengerti.Bima memukul kepalanya pelan, lalu menghela napas. "Ya, dia marah karena kamu yang masih punya orang tua, tapi malah buat kedua orang tua kamu sendiri khawatir karena hanya takut diomelin di rumah. Sedangkan Haura, kedua orang tuanya udah gak ada, pasti dia kangen sa
"Kenapa kalian dari tadi diam? Buat aku makin curiga aja, pasti ada yang kalian sembunyikan kan?" Elisa berkacak pinggang menatap kedua lelaki yang masih diam saja.Indra menyenggol tangan Dean untuk menjawab pertanyaan Elisa, karena dia tidak mau kalau wanita yang berada di depannya ini akan mengintrogasi mereka berdua."Enggak papa, Ma! Cuma masalah antar cowok aja, jadi Mama gak bisa ikut campur masalah kami!" jawab Dean berusaha santai.Dean sebenarnya gelisah, dia takut kalau sang ibu tidak mempercayai perkataan dirinya. Namun, hanya inilah yang terbesit di dalam pikiran."Kalau ada masalah, harus selesaikan baik-baik, jangan main kasar kayak gini! Nah, coba cerita masalah kalian berdua, biar aku bantu selesaikan supaya gak berantem kayak tadi lagi." Elisa memilih duduk di kursi yang berada di dalam kamar Dean.Tidak lupa, dia mengarahkan kedua lelaki yang masih muda itu untuk duduk di depannya. Yaitu di ranjang kamar milik Dean, supaya dia bisa membantu untuk menyelesaikan masal
"Lah kenapa? Aku baru saja datang tapi udah diusir!" Dean menaik-turunkan alisnya.Dia terheran-heran dengan sikap Haura yang sekarang, bukankah wanita tersebut sudah baikan dengan dirinya. Bahkan Haura tadi terlihat sangat panik, tetapi kenapa sekarang malah mengusirnya.Karyawan yang lain tidak berani ikut campur, mereka malah pura-pura sibuk mengerjakan pekerjaan. Haura tidak ingin menatap Dean, ada rasa iri di dalam hatinya kepada lelaki tersebut."Apa kamu marah karena aku gak mau pulang tadi? Tapi aku udah pulang lo, ini lihat bajuku udah ganti." Dean menarik ujung pakaiannya.Lelaki itu sengaja melakukan hal tersebut untuk memperlihatkan kepada Haura kalau dia tidak berbohong.Haura menoleh, dia melihat kalau pakaian lelaki itu memang berbeda. Namun, wanita cantik tersebut tidak ingin menyapa Dean karena perasaan iri yang tidak bisa dihilangkan.Dia iri, karena Dean kasih memiliki orang tua, sedangkan dirinya tidak. Haura merasa kesepian, apalagi saat dia memiliki masalah tidak
"Haura, apa yang kamu lakuin?!" tanya Dean dengan wajah panik.Haura menatap Dean dengan polos. "Kan kamu tadi bilang kalau aku ambil sendiri, jadi aku ambil aja," jawab Haura dengan wajah tidak bersalah.Dean menutup mulutnya, wajahnya terlihat sangat merah sekali. Sedangkan Haura, dia baru saja tersadar kalau dirinya melakukan kesalahan yang sangat memalukan, karena menyentuh benda yang terasa keras sekaligus kenyal.Haura segera menjauhi Dean, lalu mengipasi wajahnya yang terasa panas karena menahan rasa malu yang sangat luar biasa dia rasakan.'Astaga, kenapa kamu lakuin hal kayak gitu Haura!' rutuk Haura di dalam hati, dengan tangan yang terus mengipasi wajahnya.Haura merutuki dirinya yang bodoh, bisa-bisanya melakukan hal yang sangat memalukan sekali. Dirinya pun berdiri kikuk, tidak memiliki selera lagi untuk mengambil kunci yang masih ada di dalam sana.Dean menutupi wajahnya, karena sentuhan Haura tadi berhasil membangunkan hasrat kelelakiannya. Perasaan ingin disentuh oleh
Entah kenapa Haura selalu merasa berdebar saat Dean menyentuhnya, bahkan di dalam hatinya dia menginginkan lagi sentuhan tersebut. Hanya saja, tentu saja Haura merasa malu untuk mengatakannya.Haura tanpa sadar menyentuh bibirnya yang masih terasa basah akibat kecupan singkat dari Dean."Kalau mau lagi bilang, aku akan berikan." Bisik Dean di telinga Haura.Haura yang terkejut segera mendorong lelaki itu menjauh, dia langsung berbalik arah membelakangi Dean dengan wajah yang memerah.'Kenapa aku kayak jadi anak muda sih? Kok jadi deg-deg'an kayak gini?!' batin Haura sambil tangannya menyentuh dada.Dean terkekeh kecil melihat tingkah Haura yang menurutnya sangat menggemaskan sekali. Dia pun memeluk wanita itu dari belakang dan memberikan kecupan singkat di leher Haura."Geli, Dean!" keluh Haura yang merasa kegelian."Tapi kamu suka, kan?" Dean semakin mengeratkan pelukannya.Haura bergeming, dia memilih diam saja karena tidak mau menanggapi perkataan lelaki tampan itu.Jujur perasaann