Caca memekik histeris, wanita itu kesakitan dia terpeleset saat mengangkat satu kardus di tangan. Saat itu dia melewati ruangan kerja Haura, membuat janda tersebut langsung keluar lantaran mendengar suara dari Caca.
"Kamu kenapa, Ca? Apa ada yang sakit?" tanya Haura yang khawatir."Kakiku, Bu! Kakiku sakit lagi karena jatuh," keluh Caca dengan wajah murung.Caca terlihat mengurut pelan kakinya yang masih diperban, mata wanita muda itu terlihat memerah, seperti sedang menahan air mata yang mau keluar.Haura yang melihat hal tersebut, lantas segera membantu wanita muda itu berdiri dengan perlahan. Dia pun membawa Caca ke dalam ruangannya untuk memberikan pijatan kecil di kaki pekerjanya itu."Aku kan sudah bilang jangan bekerja, tapi kamu malah ngeyel!" ucap Haura dengan nada khawatir.Haura takut kalau karyawannya kenapa-kenapa di tokonya, bisa-bisa dia akan dicap bos yang jahat membiarkan karyawan sakit bekerja."Aku bosMira merasa bingung dengan respon yang Caca berikan kepadanya, padahal rekan kerjanya itu tadi masih marah-marah dan bahkan menunjuk wajahnya. Namun, sekarang malah menjadi tiba-tiba menangis terisak, membuat dia menjadi tidak tahu harus melakukan apa."Ca, aku gak bermaksud buat kamu nangis kayak gini," ucap Mira gelagapan."Bukannya kamu sengaja, ya, buat aku nangis? Soalnya dari tadi kamu nuduh aku terus, padahal kan aku udah bilang kalau bukan aku yang mengatakan hal kayak gitu." Caca mengusap air matanya yang semakin deras mengalir."Aku gak ada niatan kayak gitu, aku cuma mau kamu bilang sama mereka kalau aku gak ada nyuruh-nyuruh kamu!" ucap Mira yang sedikit terdengar emosi."Kamu kenapa nangis, Ca?" Haura bertanya karena kebetulan dia mendengar suara tangisan. "kamu yang buat dia nangis, Mir?" tanya Haura beralih kepada Mira.Sebelum Mira ingin menjawab, Caca segera memotong wanita itu. "Mira nuduh aku, Bu," ucap Caca dengan masi
Haura memijat kepalanya yang terasa nyeri, baru saja dia menyelesaikan satu masalah, tetapi sekarang masalah yang lain malah datang lagi. Membuat kepalanya menjadi berdenyut nyeri."Emang siapa sih yang ganggu suami kamu itu?" tanya Haura sambil memegangi kepalanya."Ya siapa lagi kalau bukan kamu! Kamu kesal banget ya karena aku ngambil suami kamu? Tapi seharusnya kamu ikhlasin ke aku dong, soalnya suami kamu lebih bahagia sama aku karena aku bisa ngasih dia anak!" ungkit Lilis dengan wajah memerah.Mendengar Lilis yang mengungkit perihal anak, membuat perasaan Haura menjadi teriris perih. Namun, dia memilih menarik napas dalam, untuk menetralkan perasaan sakit hati di dalam dada."Aku gak ada ganggu suami kamu, ya! Tapi suami kamu aja yang kegatelan, ngajakin aku balikan untuk jadi istri keduanya!" geram Haura yang sudah merasa sangat kesal."Mana mungkin Niko mau jadikan kamu istri kedua? Soalnya kan lebih muda aku, cantik juga cantika
Mendengar hal itu, membuat jantung Dean menjadi berdetak dengan kencang, pipinya seakan memanas dan tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyuman kecil."Kalau kamu gak mau, enggak papa! Aku bakalan cari cowok lain." Haura membalikan tubuhnya ingin menjauh dari Dean.Padahal Haura sudah memberanikan diri untuk mengatakan hal yang dia pikirkan sejak tadi, tetapi Dean malah tidak menanggapi perkataannya, lelaki itu hanya diam saja."Tunggu!" Dean mencekal tangan Haura. "aku cuma berpikir aja, kok kamu tiba-tiba bicara kalau mau jadi pacar aku?" Dean menaik-turunkan alisnya, dia merasa heran.Walau sebenarnya dia merasa senang, tetapi lelaki itu tetap ingin mengetahui apa yang dipikirkan oleh janda yang terkadang seperti menjaga jarak dengannya."Bukan pacaran beneran, tapi cuma bohongan aja. Kamu mau atau enggak?" Haura berkata sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Dirinya agak bingung mengatakan hal ini, hanya saja Haura tid
Lilis terkejut dengan mata yang melotot, wanita itu tidak menyangka kalau ancaman yang selalu dia berikan tidaklah mempan kepada Niko lagi.Namun, tentu saja dia tidak terima kalau harus berbagi suami dengan mantan majikannya tersebut. Lilis sudah membanggakan diri dengan mengatakan kalau dia lah satu-satunya yang akan menjadi istri dari Niko."Aku enggak mau kalau harus berbagi suami!" ucap Lilis histeris."Terserah aku dong! Untung juga kamu aku nikahin, padahal lebih bagus Haura. Dia gak malu-maluin dan gak pernah teriak di depan wajahku!" hardik Niko."Kalau itu mau kamu, aku gak akan ngelakuin hal kayak gitu lagi, aku janji! Asal, kamu jangan balikan lagi sama Haura!" mohon Lilis sambil memegangi tangan Niko.Namun, Niko malah menepis tangan Lilis dengan kasar. "Lebih baik kamu pulang aja di rumah dan buktikan omonganmu itu, siapa tahu aku berubah pikiran!"Lilis berjalan gontai menuju keluar ruangan Niko, dia tidak menyangk
Dean yang merasa terangsang akan kecupan yang diberikan oleh Haura, dia langsung membalasnya dengan lebih ganas. Bahkan dia memainkan lidahnya di dalam mulut janda tersebut.Haura terkejut, tetapi tidak bisa mendorong Dean untuk menghentikan permainan yang semakin ganas itu. Dengan terpaksa menikmati apa yang telah dia lakukan terlebih dahulu."Cukup! Ngapain kalian ciuman di depan aku kayak gitu!" geram Niko dengan mengepalkan tangannya.Dean langsung tersadar, lalu dia melepaskan rengkuhan tangannya di pinggang Haura. "Kan kamu sendiri yang gak percaya kami pacaran? Jadi, ya, kami buktikan aja kalau kami gak bohong!"Haura hanya menimpali dengan anggukan kepala saja."Udahlah, aku mau pergi aja! Haura, kalau kamu udah bosan sama bocah itu, kamu bisa kembali ke aku lagi." Niko mengerlingkan sebelah matanya, lalu pergi keluar.Perkataan yang Niko katakan membuat Dean menjadi menggerutukan giginya kuat. Dia segera membawa Haura ma
"Kok kamu di sini, sih?" Haura terperangah menatap Dean yang sudah berada di sampingnya.Sedangkan Dean, dia hanya memberikan senyuman yang memperlihatkan barisan gigi putihnya."Ditanya, bukannya jawab malah senyum kayak gitu!" gerutu Haura geram.Janda tersebut menyendokkan makanan dengan kasar, sampai terdengar suara keras saat sendok dan piring itu beradu, pertanda kalau dia sedang kesal."Iya-iya aku jawab. Tadi aku lihat kamu keluar, jadi, ya, aku ikuti aja, pas banget kalau belum makan," sahut Dean."Kalau gitu, pesan aja makanannya. Nanti aku yang bayar!" perintah Haura yang merasa bersalah.Tentu saja dia merasa bersalah, karena dia sudah mengerjakan anak orang secara gratis, tetapi tidak memberikan makan. Bukankah dia adalah bos yang sangat jahat? Haura tidak mau menjadi seperti itu."Em, aku menolak! Masa iya, cowok tampan kayak aku makan dibayarin? Kan gak lucu!" kekeh Dean.Dean memanggil pemilik wa
"Karena satu cewek, kamu harus nyakitin banyak perasaan cewek lainnya. Seharusnya kamu balas sama si Lily itu dong, bukan cewek yang gak bersalah!" geram Indra yang sudah tidak dapat menahan emosinya lagi.Indra kesal karena dengan satu wanita saja, Dean menyakiti perasaan banyak wanita yang tentunya tidak bersalah. Menurutnya Dean bertindak sebagai seorang pengecut, bukan lelaki sejati seperti kebanyakan orang katakan tentang temannya tersebut."Terus? Bukankah mereka sama aja, sama-sama cewek gatal?!" Dean menatap nyalang sang teman."Aku bukan bermaksud buat nyalahin kamu, Dean. Tapi aku gak mau kalau kamu kena karma, makanya aku kayak gini," jelas Indra yang tidak mau Dean salah paham dengannya.Indra tahu, kalau sekarang Dean sudah mabuk, karena tadi lelaki itu sudah meminum beberapa gelas. Jadi dia mulai merendahkan nada bicaranya, takut-takut kalau Dean akan menghadiahkannya bogem mentah seperti kebiasaannya saat sedang emosi."Per
Haura dan Indra melirik ke arah suara berasal, rupanya Dean sudah berada di samping janda itu. "Sejak kapan kalian berduaan?" tanya Dean dengantatapan dingin. Karena minuman beralkohol itu, Dean menjadi tidak bisa berpikir jernih dan mudah marah, makanya sekarang dia meraa cemburu saat melihat Indra dan Haura berduaan. "Haura baru aja datang, tadi dia cariin kamu kok, cuma tadi aku enggak lihat kamu di mana," elak Indra yang takut Dean salah paham dengannya. Haura melirik ke arah Indra, padahal dia tidak menanyakan kepada Indra tentang Dean sedari awal datang, walau pun ingin tentu saja dia merasa malu kalau ketahuan menanyakan hal tersebut. "Aku kayaknya engg—" perkataan Haura terpotong oleh injakan Indra. Setelah menginjak kakinya Haura, Indra mengisyaratkan wanita itu untuk diam, lalu melirik ke satu botol minuman yang terbuka dan satu lagi di tangan Dean.Haura yang mengetahui hal itu, segera mengerti kalau Dean sudah terlalu mabuk. "Iya, tadi aku cariin kamu," gumam Haura li