Jah
Shofia segera membukakan pintu ruang kerja suaminya dan menemukan seorang pria tengah berdiri di sana. Pria itu berwajah teduh dan kebapakan yang telah dinantinya sedari tadi.
"Om Prasodjo, ke mana saja? Mengapa baru tiba di rumah duka?" tanya Shofia sambil mempersilahkan pria itu masuk.
"Maafkan aku, Shofia. Ban mobilku tadi bocor di jalan," jelas Om Prasodjo. Pria itu mengambil duduk di sebuah sofa panjang di ruangan tersebut. Ia nampak kelelahan dan wajahnya begitu kusut.
Rahman dengan cekatan menyiapkan minuman untuk pria itu. Segelas teh hangat dengan aroma cengkeh yang ditempatkan dalam sebuah cangkir keramik mahal. Disuguhkannya minuman hangat dengan uap teh yang masih mengepul tersebut.
"Terima kasih, Man," ujar Om Prasodjo sambil menyesap minuman hangat kesukaannya tersebut.
Rahman hanya tersenyum hormat membalas ucapan terima kasih Om Prasodjo.
"Om, bukannya mobil Om Prasod
NkeShofia menahan air matanya melihat peti mati terbuat dari kayu jati terbaik dengan ukiran mewah itu diletakkan dengan sangat hati-hati dalam liang lahat. Wanita itu sempat menitikkan air matanya, namun tak ingin menunjukkan sehingga terlihat penuh drama. Hanya membiarkan satu dua bulir menetes di balik kacamata hitam merk ternama yang tengah bertengger di wajahnya."Selamat jalan, Sayang. Bawalah jiwaku pergi bersamamu. Ragaku di bumi, tapi hati dan jiwaku ikut terkubur bersama jenazahmu," desis Sofia lirih bersama helaan napas berat yang terhembus dari hidungnya.Sedih dan duka memenuhi hatinya. Membuat Shofia merasa sesak napas dan berkali-kali harus memukul dadanya pernahan untuk menenangkan diri.Langit di Taman Pemakaman San Diego Hills (San Diego Hills Memorial Park) nampak mendung, semendung hati Shofia yang tengah dirundung duka. Upacara pemakaman Armando, suami Shofia, berlangsung sangat khidmat lagi sakral. Dengan dipimpin
Hg"Nyonya, kita sudah sampai," bisik Rahman sambil beberapa kali mengguncang tubuh Shofia yang terlelap di bangku belakang.Wanita itu sempat tertidur sejenak selama perjalanan Karawang-Bekasi. Kelelahan memang terpancar jelas di kantung mata Shofia yang mulai menghitam.Setelah terbangun Shofia segera merapikan penampilannya. Ia pulaskan lipstick warna pink tipis di bibir dan tulang pipinya. Disapukannya pula bedak tipis di kulit wajahnya yang halus bagai pualam itu.Meski berduka dan lelah, Shofia tetap harus tampil segar di hadapan para kolega suaminya. Meski tepuruk, seluruh dunia tak boleh tahu bahwa separuh jiwanya telah pergi bersama Armando ke alam lain. Terkubur dalam liang lahat suami terkasihnya itu di komplek pemakaman San Diego Hills.Setelah mengenakan kacamata hitam dan penutup kepala sekenanya, Shofia melangkah keluar dari mobil SUV yang membawanya. Ia langsung disambut Livia, sekretaris Armando di perusahaa
NsbShofia terus saja menyeret Cleo, putra sulungnya, hingga berada di salah satu kamar saudara-saudaranya. Di sana ia mengumpulkan putra-putrinya untuk berbicara serius."Cleo, jagalah sikapmu. Saat ini Papi sudah meninggal, akan ada banyak perubahan di keluarga kita! Mami minta tolong kamu redam emosimu dan mulai belajarlah jadi lelaki tangguh," ujar Shofia pada Cleo.Cleo bedecap kesal, gejolak jiwa mudanya membuat remaja lima belas tahun itu merasa tak suka harus berdiam diri, jika egonya direndahkan. Ia melepaskan diri dari Shofia dan membanting tubuhnya di salah satu ranjang milik saudarinya."Mami! Mami aku ... belum bisa menghilangkan kesedihanku soal kepergian Papi," isak Laura sambil berlari menubruk tubuh Shofia. Gadis muda itu sesenggukan dalam pelukan ibunya.Masih ada Paris dan Claudia yang terlihat tengah duduk tenang memandang jendela meski raut wajahnya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Keduanya entah sed
Jah"Oh, rupanya di sini Om Bagaskoro! Aku nyariin Om kemana-mana loh! Kok bisa udah merayu Shofia di sini." Sebuah suara yang sangat mereka kenal masuk ke ruangan dengan agak tergesa-gesa. Hyuga!Shofia menjatuhkan pulpen mahal milik Om Bagaskoro ke lantai. Ia sengaja berakting terkejut hingga menjatuhkan benda itu saat melihat kedatangan Hyuga."Ah, pria mesum yang suka menggoda wanita datang. Kau mengganguku saja, Hyuga!" tegas Om Bagaskoro kesal."Om ini apa-apaan. Kakakku baru saja meninggal, masa sudah mau minta pembagian warisan!" sindir Hyuga dengan bibir mengulas seringai yang mengerikan."Jangan bertingkah! Kau juga menginginkannya, Hyuga!" tegas Om Bagaskoro emosi melihat tingkah Hyuga."Ah kebetulan kalian ada di sini. Kalian biasa mengobrol dulu sementara aku akan mempelajari proposal ini," sahut Shofia merasa punya kesempatan untuk mengulur waktu. Wanita itu hendak bangkit dan menying
JahShofia segera membukakan pintu ruang kerja suaminya dan menemukan seorang pria tengah berdiri di sana. Pria itu berwajah teduh dan kebapakan yang telah dinantinya sedari tadi."Om Prasodjo, ke mana saja? Mengapa baru tiba di rumah duka?" tanya Shofia sambil mempersilahkan pria itu masuk."Maafkan aku, Shofia. Ban mobilku tadi bocor di jalan," jelas Om Prasodjo. Pria itu mengambil duduk di sebuah sofa panjang di ruangan tersebut. Ia nampak kelelahan dan wajahnya begitu kusut.Rahman dengan cekatan menyiapkan minuman untuk pria itu. Segelas teh hangat dengan aroma cengkeh yang ditempatkan dalam sebuah cangkir keramik mahal. Disuguhkannya minuman hangat dengan uap teh yang masih mengepul tersebut."Terima kasih, Man," ujar Om Prasodjo sambil menyesap minuman hangat kesukaannya tersebut.Rahman hanya tersenyum hormat membalas ucapan terima kasih Om Prasodjo."Om, bukannya mobil Om Prasod
Jah"Oh, rupanya di sini Om Bagaskoro! Aku nyariin Om kemana-mana loh! Kok bisa udah merayu Shofia di sini." Sebuah suara yang sangat mereka kenal masuk ke ruangan dengan agak tergesa-gesa. Hyuga!Shofia menjatuhkan pulpen mahal milik Om Bagaskoro ke lantai. Ia sengaja berakting terkejut hingga menjatuhkan benda itu saat melihat kedatangan Hyuga."Ah, pria mesum yang suka menggoda wanita datang. Kau mengganguku saja, Hyuga!" tegas Om Bagaskoro kesal."Om ini apa-apaan. Kakakku baru saja meninggal, masa sudah mau minta pembagian warisan!" sindir Hyuga dengan bibir mengulas seringai yang mengerikan."Jangan bertingkah! Kau juga menginginkannya, Hyuga!" tegas Om Bagaskoro emosi melihat tingkah Hyuga."Ah kebetulan kalian ada di sini. Kalian biasa mengobrol dulu sementara aku akan mempelajari proposal ini," sahut Shofia merasa punya kesempatan untuk mengulur waktu. Wanita itu hendak bangkit dan menying
NsbShofia terus saja menyeret Cleo, putra sulungnya, hingga berada di salah satu kamar saudara-saudaranya. Di sana ia mengumpulkan putra-putrinya untuk berbicara serius."Cleo, jagalah sikapmu. Saat ini Papi sudah meninggal, akan ada banyak perubahan di keluarga kita! Mami minta tolong kamu redam emosimu dan mulai belajarlah jadi lelaki tangguh," ujar Shofia pada Cleo.Cleo bedecap kesal, gejolak jiwa mudanya membuat remaja lima belas tahun itu merasa tak suka harus berdiam diri, jika egonya direndahkan. Ia melepaskan diri dari Shofia dan membanting tubuhnya di salah satu ranjang milik saudarinya."Mami! Mami aku ... belum bisa menghilangkan kesedihanku soal kepergian Papi," isak Laura sambil berlari menubruk tubuh Shofia. Gadis muda itu sesenggukan dalam pelukan ibunya.Masih ada Paris dan Claudia yang terlihat tengah duduk tenang memandang jendela meski raut wajahnya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Keduanya entah sed
Hg"Nyonya, kita sudah sampai," bisik Rahman sambil beberapa kali mengguncang tubuh Shofia yang terlelap di bangku belakang.Wanita itu sempat tertidur sejenak selama perjalanan Karawang-Bekasi. Kelelahan memang terpancar jelas di kantung mata Shofia yang mulai menghitam.Setelah terbangun Shofia segera merapikan penampilannya. Ia pulaskan lipstick warna pink tipis di bibir dan tulang pipinya. Disapukannya pula bedak tipis di kulit wajahnya yang halus bagai pualam itu.Meski berduka dan lelah, Shofia tetap harus tampil segar di hadapan para kolega suaminya. Meski tepuruk, seluruh dunia tak boleh tahu bahwa separuh jiwanya telah pergi bersama Armando ke alam lain. Terkubur dalam liang lahat suami terkasihnya itu di komplek pemakaman San Diego Hills.Setelah mengenakan kacamata hitam dan penutup kepala sekenanya, Shofia melangkah keluar dari mobil SUV yang membawanya. Ia langsung disambut Livia, sekretaris Armando di perusahaa
NkeShofia menahan air matanya melihat peti mati terbuat dari kayu jati terbaik dengan ukiran mewah itu diletakkan dengan sangat hati-hati dalam liang lahat. Wanita itu sempat menitikkan air matanya, namun tak ingin menunjukkan sehingga terlihat penuh drama. Hanya membiarkan satu dua bulir menetes di balik kacamata hitam merk ternama yang tengah bertengger di wajahnya."Selamat jalan, Sayang. Bawalah jiwaku pergi bersamamu. Ragaku di bumi, tapi hati dan jiwaku ikut terkubur bersama jenazahmu," desis Sofia lirih bersama helaan napas berat yang terhembus dari hidungnya.Sedih dan duka memenuhi hatinya. Membuat Shofia merasa sesak napas dan berkali-kali harus memukul dadanya pernahan untuk menenangkan diri.Langit di Taman Pemakaman San Diego Hills (San Diego Hills Memorial Park) nampak mendung, semendung hati Shofia yang tengah dirundung duka. Upacara pemakaman Armando, suami Shofia, berlangsung sangat khidmat lagi sakral. Dengan dipimpin