Ledakan dahsyat menimbulkan api yang cukup besar hingga mampu membakar lahan kering di sisi kanan bangunan pendopo desa. Anjunsari menatap khawatir pada putrinya. "Bagaimana nasib kita selanjutnya, Akshita? Ibunda sudah tiada daya lagi," keluh Anjunsari. "Sebaiknya ketua semedi lagi!" usul pemangku desa. Anjunsari merasa sudah habis digdaya dan kemampuannya dalam merubah raga memancing hasrat. Akshita menatap pada pekatnya malam yang ada di depannya. Sepintas terlihat sekelebat bayangan berjubah putih, tetapi dia sedikit ragu. "Apakah pemuda tadi sudah jadi mayat, Bunda?" tanya Akshita. Anjunsari mengedarkan pandangannya mencari sosok Jagat. Dahinya berkerut kala merasakan aura tipis yang mulai bergeliat naik. Namun, aura Cakrapati benar-benar hilang tiada bekas. "Kita tunggu saja!"Setelah beberapa saat angin berhembus lembut membawa harum bunga cendana dan tanah basah. Aroma yang tidak biasa dalam pekatnya hutan heterogen yang ada di pegunungan wilis. Anjunsari menganggukkan
Akshita memutuskan ikut perjalanan Jagat sesuai dengan pesan leluhurnya. Senyum wanita muda itu terkembang kala Jagat menyetujui inginnya meski ada syarat dalam setiap perjalanan. Akshita menyanggupi apapun syarat yang diajukan Jagat,dia tidak memedulikan. Bagi Akshita dia sudah diijinkan ikut sudah senang, ini artinya semua mimpinya tercapai. Sekarang hanya usahanya agar hati pria itu hanya terisi sosoknya saja. Anjunsari menghela napas panjang.Malam terus berjalan dan perlahan sinar rembulan pun mulai meredup. Perlahan tubuh Anjunsari membayang semu. Akshita seketika terpaku begitu juga dengan Jagat saat melihat perubahan pada sosok Anjunsari. "Ada apa dengan tubuhmu, Nisanak" tanya Jagat.Anjunsari mengulas senyum manis, kedua kelopak mata senja itu berkedip berulang lalu menatap sendu pada sepasang muda mudi di depannya. Bibir itu mulai membiru, helai rambutnya pun juga mulai berubah warna."Ibunda!" Akshita memanggil wanita tersebut dengan nada khawatir.Anjunsari makin meleba
"Apa yang terjadi dengan tubuhmu,Tuan" tanya Akshita khawatir.Jagat menggeleng tidak mengerti, dia pun meraih bubuk hasil tumbuk Akshita lalu menyentuhnya berulang. Kedua matanya menyorot tajam. "Apa yang akan kamu lakukan dengan ini?"Akshita mengurai senyum, lalu telapaknya meraih tangan Jagat dan digenggam erat. Kemudian dibawa pada dada pria tersebut. "Balurkan di sini,Tuan!" Pinta Akshita.Jagat termangu, sentuhan lembut Akshita telah membangkitkan sesuatu di bawah sana. Namun, dengan gerak pelan dia berusaha menekan agar tidak semakin bangkit. Akshita mengulum senyum melihat sikap Jagat. Dia tahu apa yang terjadi tetapi bibirnya hanya tersenyum tipis.Jagat mengikuti apa yang diarahkan oleh Akshita. Bubuk basah hasil tumbukan bunga dan daun langka itu sudah dibalurkan pada dada Jagat. "Apakah ini ada manfaatnya, Aks?""Biarkan dulu beberapa waktu di sana hingga kering. Setelahnya baru dialiri sinar permata kemari lalu,Tuan!""Jika seperti itu, kita bermalam di sini dulu hingga
"Akshita Tungga Dewi. Dia ingin jadikan kulit lama itu sebagai penutup tubuhnya, Shaki." "Seberharga itukah kulit lamaku ini, Pangeran," balas Shaki siluman ular yang dulu pernah ditolong oleh Jagat saat terluka di pinggiran sungai Hutan Pandan Alas. Akshita melompat turun dari batang tempat duduknya. Lalu tangannya membelai punggung ular raksasa tersebut. Setelahnya di menunduk dengan membungkukkan badannya sesaat. Bibir tipisnya bergerak menghasilkan suara, "Ijinkan aku gunakan kulit lamamu itu, Nisanak!" Pinta Akshita lembut. Shaki menggeliatkan ekornya dan berhasil menggulung kulit lamanya. Lalu dengan sentakan halus kulit tersebut terbang dan jatuh tepat di depan Akshita "Terima, gunakan dan rawat dengan baik, Nona!""Terima kasih."Akshira pun meraih kulit ular tersebut, lalu dibawanya ke tepian sungai dan merendam sesaat. Setelahnya dilemparkan ke atas diikuti tubuhnya yang melenting lebih cepat ke udara melebihi tingginya kulit tersebut. Jagat seketika terhenyak kaget mel
Jagat memindai seluruh tubuh pria di depannya yang seakan sangat mengenal siapa sosok Akshita sesungguhnya. Sedikit rasa penasaran menelusup di relung kalbu, dia sendiri terjebak di desa perempuan itu tanpa tahu seluk beluknya bahkan saat ini ada luka dalam di tubuhnya akibat bertarung dengan Kalawaja. Luka dari pertempuran tersebut pun masih terasa saat mengeluarkan tenaga dalam. Namun, hal itu berusaha dia tahan agar tidak terditeksi oleh lawan bila harus bertempur. "Haha, kau begitu belia dan rupawan, Kisanak. Pasti apa yang diinginkan oleh warga desa laknat sudah mereka dapat dong. Bagaimana rasanya kelamin laknat itu, Hem?" Pria itu berkata dengan nada sinis dan penuh dendam. "Apa yang harus kau bayar hingga bisa keluar dari desa tersebut?" lanjutnya.Jagat masih diam menatap pada pria tersebut. Baginya semua kalimat tanya itu sangat menyakitkan, apalagi untuk seorang wanita. Namun, Jagat masih terus menahan lisannya agar tidak asal bicara. Dia begitu mengerti akan sakitnya hat
Dua sinar yang melesat menuju ke tubuh Akshita berhasil dihadang oleh Jagat. Pertemuan dua jurus tingkat tinggi menghasilkan ledakan yang dahsyat hingga menciptakan cekungan pada tanah. Jagat menunggu dua sosok yang memiliki aura gelap dam pekat. Pemuda itu yakin jika mereka adalah kawanan Guptapraja. Apa yang ditunggu pun akhirnya muncul seiring hilangnya debu yang beterbangan akibat pertemuan dua jurus tadi. "Haha, akhirnya kau temukan dia juga, Gupta. Bagus!" ujar pria berambut ikal panjang. "Benar, Kakang. Tidak sia-sia aku menunggu mereka di pintu gerbang desa," balas Guptapraja. "Bagus, makin cepat jumpa makin cepat mati!" geram pria itu. Akshita seketika terhenyak kaget melihat kemunculan dua pendekar lainnya yang sudah berdiri di samping Guptapraja. Bibir wanita muda itu bergetar, perlahan dan lirih lesannya mulai bersuara, "Gritapraja dan Ganendra, kalian ...?"Haha! Tawa menggelegar membahana hingga terdengar menyakitkan di telinga Akshita membuat wanita itu menutup ke
Tanpa banyak bicara Guptapraja menyerang langsung ke arah vital Jagat. Pemuda itu masih terlihat santai bahkan terbilang ogah-ogahan dalam menghadapi ketiga pendekar. Saat seberkas sinar melesat menuju ke jantungnya, seketika itu juga telapak tangan Jagat membuka mengeluarkan kujangnya. Kujang pun segera menangkis lajunya sinar tersebut. Pertemuan dua senjata beda jenis membawa dampak ledakan dahsyat hingga menyebabkan tanah sekitarnya bergetar dan terdapat retakan. Akan tetapi, Jagat terlihat begitu santai. Pemuda itu hanya mengerakkan telapak tangannya berputar seakan sedang menggenggam gagang kujang tersebut. "Kembali!" perintah Jagat pada kujangnya yang terbang ke udara usai menangkis sinar merah dari pukulan Griptapraja. Apa yang dilakukan Jagat membuat Gritapraja kesal. Pemuda yang dianggapnya remeh dengan tenaga dalam tingkat lima justru memegang senjata kuno kujang bermata sembilan. "Apa dia yang berjuluk Pendekar Jagat Kelana? Bagaimana pria ayu dan lembek bisa mendapatka
Breet SlashDengan kecepatan tinggi kujang meluncur mengarah pada punggung Ganendra. Suara kain sobek dan benda menggores pun terdengar begitu memilukan. Belum ditambah jerit kesakitan yang lolos dari bibir pria tersebut. Akibat serangan Jagat tubuh Akshita terbebas dari kungkungan Ganendra dan merosot ke bawah. Terlihat begitu memilukan kondisi wanita cantik alami. Namun, berbeda dengan Jagat. Sesaat setelah dia melempar kujangnya, sebuah tombak menancap cukup dalam pada punggungnya. Serangan yang berimbang, Genendra terluka akibat goresan kujang hingga menghasilkan luka yang panjang dan dalam. Tubuh pria tersebut seketika mengejang dengan semburan darah segar dari mulutnya. "Kau, Bangsat!" umpat Ganendra setelah menyemburkan darah. "Tenang, Kang. Aku sudah membalaskan luka mu itu!" ujar Griyaprajan. Ganendra berusaha untuk bangkit dan berjalan mengikis jaraknya dengan Jagat. Lalu tatapannya nyalang dan mulai merapal mantra untuk bangkitkan jurus terbaiknya. Tanpa pikir panjang