"Apa yang terjadi dengan tubuhmu,Tuan" tanya Akshita khawatir.Jagat menggeleng tidak mengerti, dia pun meraih bubuk hasil tumbuk Akshita lalu menyentuhnya berulang. Kedua matanya menyorot tajam. "Apa yang akan kamu lakukan dengan ini?"Akshita mengurai senyum, lalu telapaknya meraih tangan Jagat dan digenggam erat. Kemudian dibawa pada dada pria tersebut. "Balurkan di sini,Tuan!" Pinta Akshita.Jagat termangu, sentuhan lembut Akshita telah membangkitkan sesuatu di bawah sana. Namun, dengan gerak pelan dia berusaha menekan agar tidak semakin bangkit. Akshita mengulum senyum melihat sikap Jagat. Dia tahu apa yang terjadi tetapi bibirnya hanya tersenyum tipis.Jagat mengikuti apa yang diarahkan oleh Akshita. Bubuk basah hasil tumbukan bunga dan daun langka itu sudah dibalurkan pada dada Jagat. "Apakah ini ada manfaatnya, Aks?""Biarkan dulu beberapa waktu di sana hingga kering. Setelahnya baru dialiri sinar permata kemari lalu,Tuan!""Jika seperti itu, kita bermalam di sini dulu hingga
"Akshita Tungga Dewi. Dia ingin jadikan kulit lama itu sebagai penutup tubuhnya, Shaki." "Seberharga itukah kulit lamaku ini, Pangeran," balas Shaki siluman ular yang dulu pernah ditolong oleh Jagat saat terluka di pinggiran sungai Hutan Pandan Alas. Akshita melompat turun dari batang tempat duduknya. Lalu tangannya membelai punggung ular raksasa tersebut. Setelahnya di menunduk dengan membungkukkan badannya sesaat. Bibir tipisnya bergerak menghasilkan suara, "Ijinkan aku gunakan kulit lamamu itu, Nisanak!" Pinta Akshita lembut. Shaki menggeliatkan ekornya dan berhasil menggulung kulit lamanya. Lalu dengan sentakan halus kulit tersebut terbang dan jatuh tepat di depan Akshita "Terima, gunakan dan rawat dengan baik, Nona!""Terima kasih."Akshira pun meraih kulit ular tersebut, lalu dibawanya ke tepian sungai dan merendam sesaat. Setelahnya dilemparkan ke atas diikuti tubuhnya yang melenting lebih cepat ke udara melebihi tingginya kulit tersebut. Jagat seketika terhenyak kaget mel
Jagat memindai seluruh tubuh pria di depannya yang seakan sangat mengenal siapa sosok Akshita sesungguhnya. Sedikit rasa penasaran menelusup di relung kalbu, dia sendiri terjebak di desa perempuan itu tanpa tahu seluk beluknya bahkan saat ini ada luka dalam di tubuhnya akibat bertarung dengan Kalawaja. Luka dari pertempuran tersebut pun masih terasa saat mengeluarkan tenaga dalam. Namun, hal itu berusaha dia tahan agar tidak terditeksi oleh lawan bila harus bertempur. "Haha, kau begitu belia dan rupawan, Kisanak. Pasti apa yang diinginkan oleh warga desa laknat sudah mereka dapat dong. Bagaimana rasanya kelamin laknat itu, Hem?" Pria itu berkata dengan nada sinis dan penuh dendam. "Apa yang harus kau bayar hingga bisa keluar dari desa tersebut?" lanjutnya.Jagat masih diam menatap pada pria tersebut. Baginya semua kalimat tanya itu sangat menyakitkan, apalagi untuk seorang wanita. Namun, Jagat masih terus menahan lisannya agar tidak asal bicara. Dia begitu mengerti akan sakitnya hat
Dua sinar yang melesat menuju ke tubuh Akshita berhasil dihadang oleh Jagat. Pertemuan dua jurus tingkat tinggi menghasilkan ledakan yang dahsyat hingga menciptakan cekungan pada tanah. Jagat menunggu dua sosok yang memiliki aura gelap dam pekat. Pemuda itu yakin jika mereka adalah kawanan Guptapraja. Apa yang ditunggu pun akhirnya muncul seiring hilangnya debu yang beterbangan akibat pertemuan dua jurus tadi. "Haha, akhirnya kau temukan dia juga, Gupta. Bagus!" ujar pria berambut ikal panjang. "Benar, Kakang. Tidak sia-sia aku menunggu mereka di pintu gerbang desa," balas Guptapraja. "Bagus, makin cepat jumpa makin cepat mati!" geram pria itu. Akshita seketika terhenyak kaget melihat kemunculan dua pendekar lainnya yang sudah berdiri di samping Guptapraja. Bibir wanita muda itu bergetar, perlahan dan lirih lesannya mulai bersuara, "Gritapraja dan Ganendra, kalian ...?"Haha! Tawa menggelegar membahana hingga terdengar menyakitkan di telinga Akshita membuat wanita itu menutup ke
Tanpa banyak bicara Guptapraja menyerang langsung ke arah vital Jagat. Pemuda itu masih terlihat santai bahkan terbilang ogah-ogahan dalam menghadapi ketiga pendekar. Saat seberkas sinar melesat menuju ke jantungnya, seketika itu juga telapak tangan Jagat membuka mengeluarkan kujangnya. Kujang pun segera menangkis lajunya sinar tersebut. Pertemuan dua senjata beda jenis membawa dampak ledakan dahsyat hingga menyebabkan tanah sekitarnya bergetar dan terdapat retakan. Akan tetapi, Jagat terlihat begitu santai. Pemuda itu hanya mengerakkan telapak tangannya berputar seakan sedang menggenggam gagang kujang tersebut. "Kembali!" perintah Jagat pada kujangnya yang terbang ke udara usai menangkis sinar merah dari pukulan Griptapraja. Apa yang dilakukan Jagat membuat Gritapraja kesal. Pemuda yang dianggapnya remeh dengan tenaga dalam tingkat lima justru memegang senjata kuno kujang bermata sembilan. "Apa dia yang berjuluk Pendekar Jagat Kelana? Bagaimana pria ayu dan lembek bisa mendapatka
Breet SlashDengan kecepatan tinggi kujang meluncur mengarah pada punggung Ganendra. Suara kain sobek dan benda menggores pun terdengar begitu memilukan. Belum ditambah jerit kesakitan yang lolos dari bibir pria tersebut. Akibat serangan Jagat tubuh Akshita terbebas dari kungkungan Ganendra dan merosot ke bawah. Terlihat begitu memilukan kondisi wanita cantik alami. Namun, berbeda dengan Jagat. Sesaat setelah dia melempar kujangnya, sebuah tombak menancap cukup dalam pada punggungnya. Serangan yang berimbang, Genendra terluka akibat goresan kujang hingga menghasilkan luka yang panjang dan dalam. Tubuh pria tersebut seketika mengejang dengan semburan darah segar dari mulutnya. "Kau, Bangsat!" umpat Ganendra setelah menyemburkan darah. "Tenang, Kang. Aku sudah membalaskan luka mu itu!" ujar Griyaprajan. Ganendra berusaha untuk bangkit dan berjalan mengikis jaraknya dengan Jagat. Lalu tatapannya nyalang dan mulai merapal mantra untuk bangkitkan jurus terbaiknya. Tanpa pikir panjang
Akshita tidak memedulikan ketiga pendekar lawan dari Jagat. Dia hanya peduli pada tubuh lelaki tersebut yang tergeletak diam. Jemari lentik membelai dada Jagat dengan lembut. Sesekali terdengar desah napas panjang. Akshita masih sibuk membelai dada pria yang mulai menggetarkan jantungnya, dia pun juga tidak mengerti mengapa dengan pria itu jantungnya lebih cepat jarak detaknya sedangkan dengan yang lain terasa dingin. Akshita juga tersenyum kala memindai keseluruhan tubuh pemuda ayu tersebut. Secara usia, Jagat jauh lebih muda darinya meskipun darahnya masih perawan. Akshita sendiri merasa heran, pergolakan darahnya selalu membuncah setiap menatap paras ayu milik Jagat. "Siapa sebenarnya jati dirimu hingga para lelembut merubah diri untuk dapatkan cintamu, Tuan? Begitu pula denganku, cukup lama aku bertahan hingga detik ini melindungi mahkota rohku hanya untukmu," papar Akshita. Dengan sedikit bersusah payah akhirnya tubuh Jagat bisa ditarik Akshita ke bawah pohon yang cukup besa
"Bagaimana efek dalam tubuhmu, Tuan?" Akshita tidak menjawab tanya Jagat, dia justru melontarkan pertanyaan. Jagat menghela napas panjang, dia kembali diam untuk melanjutkan makan. Lelaki itu tidak ingin bertanya lagi dan membuka suara. Sikap Jagat ini makin membuat Akshita serba salah. Menurut ilmu yang dia pelajari selama ini harusnya daun yang dihidangkan bisa membawa dampak positif. "Apakah daun tersebut sudah hilang kasiat atau aku yang salah petiknya? Kok jadi aneh wajah dan kulit Jagat," batin Akshita sambil memindai keseluruhan tubuh pemuda di depannya. Jagat terdiam, nyawanya melayang masuk ke alam bawah sadar untuk menemui Ki Cadek. Pria tua itu terlihat sedang duduk sila di lempengan batu hitam. Kedua matanya terpejam, tetapi tangannya bergerak seirama gending jawa. Samar terdengar oleh Jagat suara gamelan mendayu lambat laun mulai rancak hingga melengking dan gubrak. Seperti ada sesuatu yang terjatuh dari ketinggian tertentu. Suaranya saja mampu membuat tubuh Jagat ber
Akshita masih menatap wajah Jagat dengan lembut, kedua tangannya melingkar di leher kekar itu. Napasnya yang harum telah menyapa kulit leher Jagat. Sentuhan yang lama tidak menyapa kini mulai membangkitkan hasrat terpendam. Semilir angin telah mengganggu jiwa Jagat, dia tidak bisa menolak pesona sang dewi. Akshita masih mengumbar senyum manisnya dengan jari jemari berjalan naik turun di sepanjang leher kekasihnya. Jagat mulai bergolak, jakunnya naik turun dengan cepat membuat senyum Akshita makin memabukkan. "Bukan tidak rela, Kang. Tetapi lebih ingin memiliki seutuhnya semua milikmu termasuk jiwamu."Jagat bergerak merapatkan tubuhnya hingga membuat Akshita terduduk di pinggiran kolam. Selendang merah yang membungkus dadanya berkibar bersentuhan dengan angin hingga menampilkan tulang selangka yang indah. Jagat sudah tidak tahan lagi, maka dia menundukkan kepalanya dan melabuhkan kecupan ringan pada tulang selangka itu. Kecupan yang lembut dan penuh kasih belum mampu membangkitkan
Jagat Kelana menatap sosok pria muda di depannya. Bibirnya melengkung sempurna, lalu tangannya terangkat untuk memberi restu pada pria muda itu. Pria muda itu pun membujuk sesaat lalu terangkat menatap langsung pada manik mata Raja muda itu. Dia tersenyum tipis. "Bagaimana pola latihan mereka, Anakmas?"Pria muda itu mulai menjelaskan kemajuan latihan para prajurit yang selama ini dia latih. Semua telah berhasil hingga ke tingkat tengah kelas dua. "Apakah jadi mereka dipilih dan dikirim ke kerajaan sebelah, Ayahanda?""Iya, kerajaan itu belum memiliki prajurit handal satu pun. Siapa nama kamu, Anakmas?"Pria muda itu menatap pada Raja Singgalang, lalu bibirnya tersenyum dengan menyuarakan, " Airlangga Batinara."Jagat tersenyum, "berapa usiamu?""25 tahun masa alam kami."Jagat Kelana tersenyum, dia berdiri dan terbang mendekati sosok pria muda itu. Lalu dia berdiri di depan Airlangga, memeluknya erat. "Sudah sebesar ini baru kamu datang ke sini. Apakah tidak ingin tahu ayahmu?""
Malam yang begitu dingin membuat Jagat segera membawa tubuh istrinya masuk ke dalam. Apa yang dia lakukan pun berlanjut hingga berulang kali. Ternyata tubuh yang memiliki struktur tulang yang rentan itu mampu menampung gairahnya hingga berulang kali. Prameswari merasa begitu bahagia telah membuat suaminya tersenyum puas. Akan tetapi, tubuh itu juga memiliki daya tahan yang rendah. Penyatuan yang dilakukan hingga menjelang pagi membuat tulang Prameswari seakan lepas kontrol. Tubuhnya menjadi lemas. "Tuan, Suamiku, maafkan aku! Rasanya tubuh ini sudah tidak mampu," kata Prameswari dengan tatapan memohon. "Baiklah, kita sudahi dulu. Sekarang tidurlah!" balas Jagat. Setelah berkata itu, kedua mata Prameswari terpejam. Hal ini membuat Jagat khawatir, dia pun segera memeriksa kondisi tubuh istrinya. "Bagaimana bisa seperti ini, Nyai? Aku baru saja merasakan nyaman bersama tubuhmu, kamu terlanjur pingsan. Hadeh!"Jagat segera memakai jubahnya, lalu dia duduk sila di sisi ranjang. Kedua
Malam ini waktunya Jagat bersama Prameswari. Keduanya duduk di teras belakang paviliun. Jagat memilih duduk di tanah beralaskan rumput, sementara Prameswari duduk diam di sisi kanannya. "Duduk dekat sinilah, Istriku!" Prameswari menggeser tubuhnya dengan senyum yang dia sembunyikan. Kepalanya menunduk dalam, dia malu dengan pendekatan suaminya. Berbeda dengan Jagat, dia justru mulai merebahkan kepalanya pada paha Prameswari membuat wanita itu terdiam seketika. "Suami!" pekik Prameswari ringan. Dengan santainya Jagat mencari tempat ternyaman untuk kepalanya, lalu tangannya meraih jemari istrinya itu dan meletakkan pada kepalanya. "Bisa pijat di sini sebentar, Nyai!" Pinta Jagat dengan tatapan penuh harap. Prameswari tidak bisa bersuara, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tangannya pun gemetaran menyentuh kepala suaminya. Perlahan disentuhnya rambut bergelombang pendek milik suaminya. 'Jantungku sepertinya mulai sakit," batin Prameswari merasa hatinya begitu senang be
"Nyai, kok malah melamun," kata Jagat lembut sambil melabuhkan sebuah kecupan hangat pada bibir istrinya. Mendapat sentuhan lembut seketika lamunan Akshita menghilang, lalu dia membalas ciuman Jagat lebih meminta. Keduanya larut dalam ciuman yang dalam. Cukup lama keduanya saling berbagi saliva, bahkan Jagat mulai menekan tubuh Akshita pada sandaran kursi kemudian dia duduk menyilang agar lebih dekat. "Kang!" panggil Akshita dengan nada berat. "Hemm."Jagat tidak melepaskan pelukannya dia justru mengangkat tubuh istrinya dan membawanya ke ayunan yang biasa di gunakan Jagat saat mengingat kenangan bersama Akshita. "Apakah di sini tidak akan mengganggu yang lainnya, Kang? Aku merindukanmu," bisik Akshita yang membuat gairah Jagat memuncak. "Tidak. Dan jangan remehkan kekuatanku saat ini, Nyai."Akshita tersenyum, jari jemarinya mulai bergerak perlahan membuka satu per satu kain penutup tubuh suaminya. Jagat membiarkan semua inginnya Akshita. Dia terlihat begitu menikmati apa pun y
Mendengar niat suaminya, Roro Wening pun menyiapkan segalanya yang biasa dilakukan Jahat sebelum penyatuan. Kali ini selir itu tidak mau ada yang tertinggal. Ini adalah pelajaran yang sudah dia pahami selama hidup bersama Jagat baik sebelum miliki kerajaan ataupun sudah. "Jangan sampai ada yang tertinggal, Asih!" kata Roro Wening sambil menata beberapa benda yang harus dipakai oleh selir utama. "Nggeh, siap."Seorang dayang senior ikut membantu selur agung menyiapkan semua. Mulai dari aroma cendana hingga kain penutup kala penyatuan dimulai. Roro Wening juga memberikan beberapa catatan apa saja yang akan diucapkan sebelum tubuh Prameswari tersentuh. "Semua sudah siap, Kanjeng Ratu.""Jangan sebut nama itu, Asih. Semua belum resmi meskipun Yunda Akshita sudah datang menemaniku semalam.""Jika sudah seperti ini tidak mungkin akan lupa, Kanjeng Ratu. Niat Nyai Akshita sudah jelas bahkan putranya sendiri ditugaskan untuk menjaga kedamaian kerajaan ini lho," papar Asih--dayang senior.
Sinar mentari masuk di sela jendela kamar Roro Wening, hangatnya mampu membangunkan selir cantik dan seksi itu. Melihat istrinya mulai bangkit dari ranjang Jagat segera mendekat dan membantu istrinya itu. Perlakuan Jagat yang hangat membuat hati Roro Wening terharu. "Duduk sini dulu, tunggu kusiapkan air untuk kamu mandi!" kata Jagat. Roro Wening pun mengikuti apa yang dikatakan oleh Jagat. Kemudian pria itu berdiri menuju ke balik pembatas anyaman bambu. Terdengar suara gemericik air yang dialirkan oleh Jagat. Setelah semua persiapan mandi istri selesai, Jagat keluar dari dalam lalu melangkah mengikis jarak dengan istrinya. Kemudian dengan lengannya diangkat tubuh istrinya ala bridal. "Turunkan aku, Suamiku!""Jangan banyak bergerak biar ndak jatuh!"Mendengar hal itu membuat Roro Wening mempererat pegangannya pada leher Jagat. Pria itu tersenyum melihat sikap istrinya, lalu dimasukkan perlahan tubuh Roro Wening ke dalam bak mandi. Tangan Jagat mulai bergerak membasuh punggung i
Udara dingin membuat tubuh Roro Wening menggigil parah. Bahkan muncul ruam merah hingga membuat salah satu dayang berlarian di sepanjang lorong peraduan raja. Dayang itu mendengar suara sang Raja berbicara dengan seorang wanita, bahkan suaranya begitu membuat bulu kuduk berdiri. Sebagai wanita dewasa dayang itu pasti paham suara apa yang dia dengar. Namun, dia lebih memilih tetap diam berdiri di depan pintu hingga suara itu menghilang. Cukup lama dayang itu berdiri di sana hingga pintu kamar Raja terbuka menampilkan sosok wanita yang begitu cantik dengan wajah bercahaya. "Masuklah!" Usia berkata wanita itu pergi sambil menarik selendang merahnya hingga membuat tubuhnya terbang. Peristiwa yang langka membuat wanita itu terpana dan takjub. Sungguh kejadian itu teramat langka. Suara Raja yang memanggilnya pun tidak mampu membuatnya lepas meninggalkan pemandangan itu. "Dayang, ada apa hingga larut malam kamu tidak istirahat?" Suara Jagat sudah begitu dekat dengan telinga dayang membu
Hari terus berlalu, kasim yang dipergoki oleh Roro Wening akhirnya dia mengaku mengapa perbuatan itu dilakukan. Dia juga mengaku semua dilakukan hanya untuk mengukur waktu. "Baik, jika semua ini atas perintah Raja sendiri maka mana buktinya?" tanya Nyai Ratu Zavia. Pemuda itu diam dengan kepala menunduk dalam. Dia memang diperintah oleh Raja Jagat tanpa ada surat tertulis. Hal ini membuat bibirnya bungkam, tetapi dalam hati menyalahkan tugas rahasia yang telah terungkap. "Jika untuk mengukur waktu, lalu semua itu atas tujuan apa?""Sebenarnya Raja Jagat Kelana sudah pulang, Ibu Ratu. Tetapi hal ini masih dalam mimpi semua penghuni kerajaan, maka dari itu saya tidak berani ungkap hanya bisa mengulur waktu sesuai perintah."Roro Wening yang melihat cara bercerita pemuda di depannya merasakan aura yang begitu kuat menyebar di ruang pendopo agung. Aura ini begitu familiar. "Baik, apakah dengan begini kamu lah yang akan menikahi selir Pitaloka, begitu?"Pemuda itu masih diam, kedua tan