Share

BAB 3 : Hari Yang Berantakan

Berpikir jika tamparan itu akan berakhir di pipinya, tapi ternyata tidak. Seseorang tiba-tiba muncul dan menahan serangan Dafa pada Ellina, bahkan dengan sengaja memberikan sebuah pukulan tepat mengenai rahang Dafa.

“Cowok bajingan!”

“Udah, Ga.” Ellina menahan Arga yang hendak kembali menghajar Dafa. “Aku nggak kenap-kenapa.”

Di saat bersamaan, Dafa memilih untuk segera pergi dari sana. Ia muak dengan semua keluarga ini. Orang tua Ellina, Ellina dan sekarang Arga.

Seperginya Dafa, Arga melempar tas nya di sofa. Menatap Ellian dengan raut kesal. Iya, rasanya benar-benar kesal karena gadis yang ada dihadapannya ini keras kepala.

“Udah ku peringatkan padamu kan, El … tapi ternyata kamu beneran masih lanjut sama Dafa?”

Ellina membuang muka dari tatapan kesal Arga yang merupakan sepupunya. Anak dari Om, adik dari papanya yang seumuran dengannya. Hanya saja sikap dia terlalu dewasa menurutnya. Iya, cowok yang satu ini sama saja dengan orang tuanya. Memberikan segudang aturan, bahkan Arga melarangnya untuk berhubungan dengan Dafa secara langsung.

“Nggak usah ikut campur, yang menjalani kan aku bukan kamu.”

Arga tertawa seolah dengan sengaja meledek Ellina. “Iya, kamu yang menjalani. Bagaimana rasanya dan bagaimana perasaanmu saat ini ketika dia yang menurutnu baik, barusan hendak bersikap kasar padamu?”

Mendengar suara ribut-ribut, Nadya dan Marion yang tadinya berpikir jika Ellina benar-benar sudah memilih pergi bersama Dafa, malah saat kembali justru masih melihat anak gadis mereka itu. Kali ini bukan bersama Dafa, tapi justru ada Arga.

Arga berjalan menghampiri Nadya dan Marion. Kemudian menyalami pasangan suami istri itu.

“Kamu … masih di sini?” tanya Marion pada Ellina.

Sebenarnya berat bertanya begitu, tapi melihat kegigihan hati dia ketika tadi seolah benar-benar memilih Dafa, tentu saja agak kaget saat melihat dia masih di sini.

Tak menjawab pertanyaan Marion, Ellina justru memilih untuk berlalu pergi dari sana dengan sedikit berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Tatapan aneh Marion dan Nadya masih mengiringi langkah gadis itu, hingga dia benar-benar menghilang dari pandangan. Marion berjalan menuju meja, mengecek lembaran surat tadi masih tergeletak di sana. Kosong dan belum ada tanda tangan.

“Ellina kenapa, Ar?” tanya Nadya pada Arga.

Arga menghempaskan bokongnya di kursi, berpikir jika di sini lebih mendapatkan ketenangan, tapi ternyata sama saja dengan keadaan di rumahnya.

“Om sama Tante barusan ketemu sama Dafa?”

Marion duduk di kursi yang bersebelahan dengan Arga. “Ya, Ellina tiba-tiba datang dengan membawa dia yang berstatus pacarnya. Rasanya kaget, karena ini terlalu tiba-tiba dan … sepertinya keduanya menjalin hubungan diam-diam di luaran sana tanpa kami ketahui.”

Mengangguk, mengiyakan tebakan Marion tentang hal itu. Ia satu kampus dengan Ellina, tentu saja meskipun tak berniat ingin tahu, tetap akan sering bertemu. Pun dengan kabar kedekata Dafa dan Ellina.

“Ya, kisaran lima bulan inilah, Om.”

Marion menghembuskan napasnya panjang ketika mendengar durasi waktu yang dikatakan Arga.

“Dan kamu sama sekali nggak memberikan kabar itu pada Om?”

“Sengaja sih sebenarnya. Mau lihat dulu, mampu nggak Ellina bertahan pada sosok Dafa yang sejenis cowok …” Arga menghentikan kata-katanya. “Tahu sendiri lah, Om. Orang ganteng, terkenal di kampus … sikapnya agak kurang mengenakkan.”

“Udah kelihatan dari wajahnya, seperti apa aslinya dia.”

“Mungkin setelah ini Ellina akan sadar jika Dafa bukanlah sebaik yang dia kira. Barusan nyaris dia nampar Ellina, untungnya aku keburu datang dan kejadian itu bisa terelakkan.”

Nadya sampai kaget mendengar perkataan Arga. Padahal keduany pikir jika Ellina dan Dafa tadi beneran pergi meninggalkan rumah ini, tapi ternyata mereka terlibat cek cok.

“Syukurlah. Setidaknya Ellina masih memilih untuk tetap di sini, bukan ikut pergi bersama Dafa.”

“Om sama Tante udah bahas masalah perjodohan itu sama Ellina?”

“Sudah kan dari beberapa waktu yang lalu, tapi ternyata dia malah berpikir apa yang kami katakan hanya candaan. Makanya mungkin dia nekad menjalin hubungan sama Dafa.”

Arga mengangguk. “Syukurlah. Karena terlalu mendadak itu sangat tidak mengenakkan.”

“Tapi kamu kok tumben ke sini di hari kuliah dan jam segini?” tanya Nadya pada Arga yang biasanya akan datang di jam malam. Ini tiba-tiba muncul di sore hari. Biasanya dia juga datang di hari libur kuliah, tapi sekarang sepertinya dia baru balik dari kampus.

Arga beranjak dari posisi duduknya. “Aku malam ini nginep di sini ya Om, Tante,” ujarnya langsung berlalu pergi dari sana meniggalkan Nadya dan Marion, menuju kamarnya. Ya, ia memang suka sekali menginap di sini. Bahkan punya kamar sendiri, saking seringnya.

Marion menatap Nadya terheran-heran dengan sikap Arga yang tak biasa. Ya, anak itu biasanya terlihat bersemangat, tapi sekarang agak lain. Seperti sedang memikirkan sebuah masalah yang menumpuk di pemikiran dia.

“Apa ada masalah lagi sama orang tuanya?”

“Mungkin juga,” jawab Marion. “Mau bertanya langsung sama Hendry juga aku merasa agak kurang enak. Jadi, kalau memang ada masalah kita tunggu kabar saja.”

Hendry adalah adik dari Marion yang memiliki seorang istri bernama Amanda dan putranya Arga. Satu tahun belakangan keluarga mereka sedang tak baik-baik saja, hingga membuat Arga yang merupakan seorang anak sering berada di antara percekcokan tak sehat itu. Makanya dia sering datang ke kediaman keluarga Marion bahkan menginap.

Ellina memilih untuk mengurung diri di dalam kamarnya, bahkan hingga malam datang. Rasanya malas sekali untuk keluar, apalagi bertemu dengan kedua orang tuanya. Seolah dirinya begitu terlihat bersalah dihadapan mereka.

Selesai mandi, ia kuatkan hati untuk menelepon Dafa. Ya, ia butuh kejelasan tentang dirinya saat ini di hati Dafa. Kejadian tadi sore membuatnya memikirkan banyak hal buruk tentang hubungannya dengan Dafa.

“Ck, kok malah nggak dijawab,” decaknya memberengut ketika panggilan telepon darinya malah tak diajwab oleh Dafa. Kembali mengulangi beberapa kali dan hasil yang sama tetap ia dapatkan. Dafa mengabaikannya.

“Kok gue kesal, ya,” umpatnya melempar benda pipih itu sembarangan.

Beranjak dari posisi duduk, tapi tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk ke laman chatnya. Bergegas mengecek, saat terlihat nama Dafa yang tertera. Kemudian segera membaca pesan itu.

“Aku lagi sibuk, jangan menghubungi ku lagi. Satu hal yang harus kamu ingat, El. Semenjak tadi sore kamu merendahkanku, hubungan kita sudah berakhir. Kita putus!”

Benda itu seketika lepas dari genggamananya begitu saja, ketika membaca isi pesan dari Dafa. Rasanya nyesek, perih sekali rasa hatinya diputuskan hany lewat chat.

Berusaha menahan agar tak sedih dan menangis, tapi rasanya kok susah sekali untuk ditahan. Ia merasa tak bersalah, kenapa Dafa malah menuduhnya seperti itu.

Tiba-tiba tangisnya terhenti dan buru-buru menghapus air matanya saat mendengar suara ketukan di depan pintu kamarnya. Takut dan sangat merasa malu jika yang datang adalah mama atau papanya. Mereka pasti akan menertawakannya saat ini, apalagi kalau Arga yang muncul. Bisa-bisa diirnya ditertawakan habis-habisan oleh sepupunya yang satu itu.

Beranjak dari sana dan berjalan menutupi pintu, tentunya memasang ekspressi dan raut wajah yang terlihat baik-baik saja. Saat pintu terbuka, terlihat seorang wanita patuh baya yang tengah berdiri di sana. Menghela napasnya lega, ketika yang ia pikirkan ternyata bukan.

“Apa, Bik?”

“Non habis nangis, ya?” tanya Bik Ani seolah bisa menebak dengan jelas kedua mata Ellina yang tampak memerah.

“Jangan menebak seenaknya. Bibik ada perlu apa?” tanyanya langsung mengelak.

“Kata Nyonya Non diminta segera turun untuk makan malam.”

Menyenderkan kepalanya di pintu, dengan raut malas. Bukan hanya malas, tapi kepalanya terasa sakit dan senut-senut karena memikirkan permasalahannya.

“Aku nggak lapar, Bik.”

“Tapi, Non … di bawah juga ada orang tuanya Den Zian, loh. Kan nggak enak kalau Non nggak turun.”

“Om Darwin sama Tante Eva pasti paham juga, Bik. Bilang aja kalau aku lagi nggak enak badan, lagi bikin tugas, udah tidur atau apa kek. Intinya sekarang aku lagi malas untuk turun,” terangnya langsung kembali menutup pintu kamarnya dengan cepat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status