Aku langsung masuk ke hotel tersebut, permisi ke meja resepsionis. Aku sudah tahu nomor kamar ayah. Diantar salah satu karyawan hotel, aku naik ke atas, kamar ayah ada di lantai dua."Tadi kami sudah memberitahu pada bapak mobilnya dicuri orang rodanya," kata karyawan tersebut."Apa Kata ayah?" "Dia hanya melihat sebentar, lalu masuk kamar, setelah itu gak pernah keluar lagu. Manajer hotel sudah mengadu kepada polisi, rekaman cctv sudah dibawa sebagai barang bukti, Tapi mungkin bapak itu shok, beliau mengurung diri di kamar," kata karyawan itu lagi.Kami tiba di depan kamar ayah, aku coba ketuk sekaligus memencet tombol panggilan di hp. "Ayah, ini aku Butet," panggilku kemudian.Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Karyawan hotel itu pun pergi, aku masuk kamar hotel."Mobil kita hilang rodanya, Yah?" kataku kemudian."Iya, pagi ini baru ketahuan," "Kok ayah tenang saja?""Biar saja, nanti juga dikembalikan," kata ayah."Oh, iya, Yah," aku langsung paham, ternyata ayah berzikir, ka
"Mungkin mereka mau olah TKP," kata Manajer tersebut sambil berjalan.Saat sampai di parkiran, ada empat orang pria berpakaian polisi. Ada yang aneh, dua orang polisi itu menurunkan ban dari mobil patroli polisi tersebut. Itu ban mobil kami."Mana Bapak yang punya mobil," tanya seorang polisi tersebut.Ayah lalu tunjuk tangan seraya bilang "saya" "Banya sudah ditemukan, tapi pelaku berhasil lolos, jad ini bannya, Pak," kata polisi itu seraya menunjuk dua ban. Kemudian polisi itu menyuruh dua anggotanya memasangkan kembali ban tersebut."Maaf, Pak, kerja polisi kok aneh sekarang?" tanya Manajer tersebut."Bukan aneh, Pak, tapi kami melakukan pendekatan berbeda, ban mobil sudah ketemu, kasusnya ditutup," jawabku polisi itu.*Begini, Pak, tadinya saya mengadu ke kantor, janjinya anggota polisi akan datang olah TKP, ini kok kembalikan ban?" tanya Manajer itu seraya menggaruk kepala."Kami menyederhanakan kasus, Pak, jika ban sudah ketemu dan dipasang, yah, kasus selesai, kami banyak kas
Sampai di parkiran, ada beberapa ibu-ibu dan anak-anak. Johan menyalami tamu tersebut."Bapak pemilik mobil yang rodanya hilang?" tanya seorang ibu pada Johan."Bukan, tapi saya yang bertanggungjawab," jawabnya."Kami hanya mau bertemu pemiliknya," kata ibu ibu lagi."Pemiliknya lagi istirahat, lagi pula saya yang bertanggungjawab, yang mengadu ke polisi juga saya, jika ada keperluan apa-apa bicara' sama saya," kata Johan."Yang punya ilmu Mulak Muli juga bapak?' tanya Ibu itu."Oh, ilmu jurusan apa itu, baru dengar? Saya S-2," jawab Johan."Oh, berarti bukan bapak yang kami cari, tolong pertemukan kami dengan yang punya mobil," kata ibu itu lagi."Itu mobil ayahku, Bu," kataku akhirnya."Oh, tolong, Nak, ayahmu di mana?" tanya ibu tersebut."Lagi tidur, sebentar kutelepon," kataku kemudian."Seharusnya berurusan dengan Saya ibu-ibu, karena ini tanggung jawab saya, kejadiannya di hotel saya, dan Saya juga yang mengadukan ke polisi," kata Johan.Ayah' akhirnya datang juga setelah ku
Johan benar-benar melayani dengan baik, para tamu diberikan minuman ringan. Seorang pria lalu berdiri. "Saya mewakili tiga teman saya memikirkan terima kasih yang tak terhingga pada bapak," katanya memulai pembicaraan. "Baiklah, tidak perlu banyak basa-basi, siapa yang suruh kalian?" kata ayah. "Itu teman kami yang tidak datang itu, sebenarnya dia yang memberikan pekerjaan untuk kami," "Pekerjaan apa?" "Itulah, Pak, mencuri ban mobil, kami berani karena teman kami ini dekat dengan polisi, Dia semacam mata-mata polisi, kami seringkali mendapatkan kerjaan darinya, katanya job ini dari temannya, kami dibayar satu juta per orang," "Iya, Pak, kami hanya bekerja, kami bukan penjahat, ini hanyalah pekerjaan, setahuku bapak telat bayar utang, makanya diteror," kata seorang pria yang lain. "Mana teman kalian itu?" tanyaku kemudian. "Tadi dia mau ikut, tapi katanya dia dipanggil bos," "Berarti teman kalian itu kuncinya," Ayah mendekatiku, lalu berbisik. "Bagaimana, Tet?" "Sepertiny
"Ada apa?" tanya ayah begitu aku selesai bertelepon. Sementara Johan masih saja menyimak."Maaf, Pak," kataku seraya melihat Johan. Tak enak juga membahas ini di dekat pria kepo ini."Maaf ya, sudah banyak kejadian di hotel ini, yang grebek kamar, yang tewas dalam kamar pun sudah, perkelahian sudah sering, tapi biasanya saya selalu masa bodo, tapi ini benar-benar membuat saya penasaran," kata Johan saat aku melihatnya. "Bagaimana, Yah?" tanyaku ke ayah yang dibalas dengan anggukan kepala. Itu tandanya aku boleh cerita."Saya akan menceritakan kejadian yang sebenarnya, Pak A San," kataku kemudian."Baik, terima kasih, mari kita cari tempat santai, sepertinya ini cerita panjang, oh ya, panggilan saja saya koko, begitu orang biasa panggil saya,""Terima kasih koko," Kami lalu di bawa Johan masuk ke kantornya. Terus dihidangkan minuman botolan dan camilan."Begini, Koko, sebenarnya kami terlibat masalah besar, saya akan cerita supaya Koko tidak banyak kepo lagi, ada teman menyadap sist
Pagi itu aku langsung berangkat ke hotel tempat ayah menginap. Begitu aku sampai ayah ternyata sudah menunggu di depan hotel. Kami lanjut sarapan pagi di warung yang tak berapa jauh sari hotel tersebut."Abang Ucok dah mau sampe, Yah," laporku pada ayah begitu melihat pesan' dari Bang Ucok."Ke mari?" "Iya, Yah," "Ayo kita segera ke hotel," kata ayah kemudian."Oke, Yah,"Ketika kami sampai, Johan Manajer hotel itu baru turun dari mobil di depan hotel. Pria bermata sipit tersebut lalu menyapa kami dengan ramah."Mari, Pak, kita sarapan bersama," kata pria tersebut."Terima kasih, baru saja selesai sarapan," jawab ayah."Ngopi saja, Pak, ada yang ingin saya bicarakan," kata pria itu lagi."Oh, okeh," Kami lalu ke lobby hotel, Johan memesan kopi, aku justru penasaran, apa pula yang mau dibicarakan pria ini."Begini, Pak, saya sangat tertarik dengan ilmu yang bapak kuasai, saya sampai baca-baca buku semalaman ini, tanya sana-sini, ternyata memang ada ilmu seperti itu, pencuri sakit'
Sersan Hasan lalu bercerita, dia mencari tahu tentang Fajar, bertanya ke beberapa koleganya. Sampai akhirnya dia dapat informasi, Fajar sudah di kamar mayat rumah sakit. Masih menunggu identifikasi dari keluarga korban."Karena apa?" tanyaku."Kabarnya korban begal, lama ketahuan karena dompet dan motor dibawa begal," kata Sersan Hasan.HP -ku bunyi, ada telepon dari istrinya Fajar. "Suamiku sudah pergi, Bu, tolong aku, ibu sepertinya tahu sesuatu, suamiku tidak mungkin korban begal, dia sudah tak bisa dihubungi mulai dari siang, masa malam baru jadi korban begal," katanya dari seberang telepon."Bagaimana saya bisa menolong, Bu?""Sepertinya kalian tahu sesuatu, teman-teman suamiku juga kompak bilang suamiku korban begal," kata wanita itu lagi."Maaf ya, Bu, kami akan berusaha, tapi tidak bisa janji," kataku kemudian.Mereka sudah keterlaluan, ini harus diselesaikan dengan gaya mereka juga."Ayah, Bang Ucok, kita selesaikan ini, ayo kita menemui Kapolres," kataku kemudian."Bagaim
"Kalian tidak bisa ikut, hanya wartawan yang boleh masuk," kata pria beruban tersebut saat waktunya telah tiba."Tapi, Pak, kami harus mengawasi," kata ayah."Tidak bisa, Pak, apalagi Kapolres sudah kenal kalian gara-gara insiden kemarin," jawab Pria itu lagi."Bagaimana kami bisa menonton, apa tunggu berita dulu?" tanyaku kemudian."Oh, ikuti siaran langsung dari akun resmi Polres, ada di Ig, ini dia," kata pria itu lagi seraya menunjukkan HP -nya.Aku mencari akun Ig tersebut, lalu mengikutinya. Bang Ucok juga bersiap, di lehernya tergantung tanda pengenal buatan. "Semangat, Bang Ucok," kataku kemudian."Pasti,""Buktikan Bang Ucok bisa,""Yes,"Mereka pun pergi masuk ke aula, tempat di mana konferensi pers dilaksanakan, aku dan ayah menonton siaran langsungnya lewat HP. Belum mulai acaranya, belum ada siaran langsung di akun tersebut."Tet, kenapa Bang Ucokmu tiba-tiba mellow begitu?" tanya Ayah."Entahlah, Yah, kurasa Bang Ucok tersinggung kubilang kedatangannya gak berguna," k