"Ada apa?" tanya ayah begitu aku selesai bertelepon. Sementara Johan masih saja menyimak."Maaf, Pak," kataku seraya melihat Johan. Tak enak juga membahas ini di dekat pria kepo ini."Maaf ya, sudah banyak kejadian di hotel ini, yang grebek kamar, yang tewas dalam kamar pun sudah, perkelahian sudah sering, tapi biasanya saya selalu masa bodo, tapi ini benar-benar membuat saya penasaran," kata Johan saat aku melihatnya. "Bagaimana, Yah?" tanyaku ke ayah yang dibalas dengan anggukan kepala. Itu tandanya aku boleh cerita."Saya akan menceritakan kejadian yang sebenarnya, Pak A San," kataku kemudian."Baik, terima kasih, mari kita cari tempat santai, sepertinya ini cerita panjang, oh ya, panggilan saja saya koko, begitu orang biasa panggil saya,""Terima kasih koko," Kami lalu di bawa Johan masuk ke kantornya. Terus dihidangkan minuman botolan dan camilan."Begini, Koko, sebenarnya kami terlibat masalah besar, saya akan cerita supaya Koko tidak banyak kepo lagi, ada teman menyadap sist
Pagi itu aku langsung berangkat ke hotel tempat ayah menginap. Begitu aku sampai ayah ternyata sudah menunggu di depan hotel. Kami lanjut sarapan pagi di warung yang tak berapa jauh sari hotel tersebut."Abang Ucok dah mau sampe, Yah," laporku pada ayah begitu melihat pesan' dari Bang Ucok."Ke mari?" "Iya, Yah," "Ayo kita segera ke hotel," kata ayah kemudian."Oke, Yah,"Ketika kami sampai, Johan Manajer hotel itu baru turun dari mobil di depan hotel. Pria bermata sipit tersebut lalu menyapa kami dengan ramah."Mari, Pak, kita sarapan bersama," kata pria tersebut."Terima kasih, baru saja selesai sarapan," jawab ayah."Ngopi saja, Pak, ada yang ingin saya bicarakan," kata pria itu lagi."Oh, okeh," Kami lalu ke lobby hotel, Johan memesan kopi, aku justru penasaran, apa pula yang mau dibicarakan pria ini."Begini, Pak, saya sangat tertarik dengan ilmu yang bapak kuasai, saya sampai baca-baca buku semalaman ini, tanya sana-sini, ternyata memang ada ilmu seperti itu, pencuri sakit'
Sersan Hasan lalu bercerita, dia mencari tahu tentang Fajar, bertanya ke beberapa koleganya. Sampai akhirnya dia dapat informasi, Fajar sudah di kamar mayat rumah sakit. Masih menunggu identifikasi dari keluarga korban."Karena apa?" tanyaku."Kabarnya korban begal, lama ketahuan karena dompet dan motor dibawa begal," kata Sersan Hasan.HP -ku bunyi, ada telepon dari istrinya Fajar. "Suamiku sudah pergi, Bu, tolong aku, ibu sepertinya tahu sesuatu, suamiku tidak mungkin korban begal, dia sudah tak bisa dihubungi mulai dari siang, masa malam baru jadi korban begal," katanya dari seberang telepon."Bagaimana saya bisa menolong, Bu?""Sepertinya kalian tahu sesuatu, teman-teman suamiku juga kompak bilang suamiku korban begal," kata wanita itu lagi."Maaf ya, Bu, kami akan berusaha, tapi tidak bisa janji," kataku kemudian.Mereka sudah keterlaluan, ini harus diselesaikan dengan gaya mereka juga."Ayah, Bang Ucok, kita selesaikan ini, ayo kita menemui Kapolres," kataku kemudian."Bagaim
"Kalian tidak bisa ikut, hanya wartawan yang boleh masuk," kata pria beruban tersebut saat waktunya telah tiba."Tapi, Pak, kami harus mengawasi," kata ayah."Tidak bisa, Pak, apalagi Kapolres sudah kenal kalian gara-gara insiden kemarin," jawab Pria itu lagi."Bagaimana kami bisa menonton, apa tunggu berita dulu?" tanyaku kemudian."Oh, ikuti siaran langsung dari akun resmi Polres, ada di Ig, ini dia," kata pria itu lagi seraya menunjukkan HP -nya.Aku mencari akun Ig tersebut, lalu mengikutinya. Bang Ucok juga bersiap, di lehernya tergantung tanda pengenal buatan. "Semangat, Bang Ucok," kataku kemudian."Pasti,""Buktikan Bang Ucok bisa,""Yes,"Mereka pun pergi masuk ke aula, tempat di mana konferensi pers dilaksanakan, aku dan ayah menonton siaran langsungnya lewat HP. Belum mulai acaranya, belum ada siaran langsung di akun tersebut."Tet, kenapa Bang Ucokmu tiba-tiba mellow begitu?" tanya Ayah."Entahlah, Yah, kurasa Bang Ucok tersinggung kubilang kedatangannya gak berguna," k
Kami kembali ke hotel tempat ayah menginap. Sampai di sana langsung disambut Manajer hotel tersebut."Sudah kuduga, kalian bukan orang sembarangan," kata Johan."Hehehehe,""Aku mau ngajak makan siang ini," kata Johan lagi."Boleh-boleh," aku langsung menjawab."Belum berubah juga kau, Tet, cepat kali mulutmu itul nyahut kalau soal makanan," kata Bang Ucok."Hmmm,"Johan membawa kami makan di sebuah restoran Padang. Aku mulai merasa yang dikatakan ayah ada benarnya, Pria ini terlalu perhatian sekali. Mungkin anda udang di balik batu."Lihat ini, kabupaten ini gempar, dan kalian adalah pahlawannya," kata Johan seraya menunjukkan isi hp-nya. Dengan cepat video konferensi pers itu sudah menyebar di media sosial. "Saya sangat bangga pahlawan itu menginap di hotel saya, hehehehe," kata Johan lagi."Terima kasih,""Silakan pesan apa saja, saya yang bayar," kata pria bermata sipit tersebut."Saya sampai cari tahu siapa kalian, ternyata ibunya mantan wakil bupati, yang mundur karena tidak ma
Ayah mengemudi dengan kecepatan sedang, perjalanan mulai memasuki wilayah pegunungan, kiri kanan hutan. Daerah ini memang satu-satunya hutan lindung di kabupaten ini. Tiba-tiba mobil berhenti mendadak, aku yang sudah tertidur sampai terbangun. "Ada apa, Yah?' tanyaku.Ayah tak menjawab, hanya menunjuk mobil yang di depan. Ternyata ada mobil yang berhenti mendadak di depan kami. Mobil Innova hitam."Cok, bersiap-siap, hati-hati," kata Ayah. "Mundur' Yah, lari," kataku kemudian."Terlalu berbahaya, jalanan curam," jawab ayah. Daerah ini memang jalan kiri jurang kanan tebing, sehingga sulit untuk mundurkan mobil di sini.Aku jadi deg-degan. Pintu mobil yang di depan terbuka, turun empat pria bertubuh besar, lalu seseorang terakhir turun seorang pria berkulit putih.Lalu pria berkulit putih lalu mendekati mobil kami. "Ada apa ya," tanya ayah.Aku berinisiatif merekam mereka dengan hp. "Hei, jangan midio-midio!" seru seseorang."Ini siaran langsung," kataku kemudian.Mungkin menden
"Dengar ini, Ucok, Butet, adil itu sesuatu yang sangat sulit, tapi ayah selalu berusaha adil, seharusnya usaha itu sudah harus dihargai, tolong jangan pernah bilang ayah tidak adil, tak pernah ada niat ayah untuk tidak adil, kadang memang begitulah, Karena kalian itu berbeda, beda karakter, beda jenis kelamin, tentu beda perlakuan." ayah bicara sambil menyetir."Iya, Yah," kataku kemudian."Kalian itu punya karakter yang berbeda, tentu beda perlakuan, tapi percayalah, ayah juga mamak tetap adil, setidaknya berusaha adil, adil ini yang sulit, sampai dalam Al-Qur'an pun digambarkan Tuhan, betapa sulit untuk adil ini," kata ayah lagi."Iya, Yah, iya,"Kami sampai di desa saat hari menjelang sore, saat kami sudah tiba, mamak sudah menunggu bersama Cantik."Babam, Tatak," seru Cantik. Babam adalah panggilannya untuk Bang Ucok, aku dipanggilnya Tatak.Aku langsung berlari dan menggendong Cantik, kami masuk rumah."Kalian bikin heboh satu kabupaten, mulai tadi pagi sembilan orang sudah yang
PoV NiaSaat Butet dan ayahnya pergi ke kota, aku jadi tak tenang. Kami sudah sering dapat masalah, akan tetapi kali ini aku gelisah, satu karena aku tidak ada di sana, hanya Butet dan ayahnya.Coba kutelepon Ucok, mengatakan kekhawatiranku, Anakku itu justru menawarkan diri akan membantu, dia akan datang dari Jakarta. Aku sedikit lega, kombinasi tiga orang itu tidak usah diragukan lagi. Kepintaran Butet dan ilmu warisan Ucok pasti bisa mengatasi. Aku coba tetap tenang.Akan tetapi keesokan harinya, bupati meneleponku, dia justru marah-marah padaku. Katanya aku mengundurkan diri tidak mengapa, tapi jangan buat gaduh lagi di kabupaten ini. Seorang perwira polisi juga menelepon. Dia suruh aku kendalikan suami dan anak. Beberapa anggota dewan juga menelepon, semua kujawab dengan "aku tidak tahu apa-apa,"Menjelang sore itu, Suami dan anak-anak akhirnya pulang juga, langsung kuberondong dengan berbagai pertanyaan. Tepat dugaanku, kepintaran Butet dan ilmu Ucok bisa mengatasi hal tersebut.