Beranda / CEO / Jadul Tapi Mantul / Ucok, Anak Yang Diabaikan?

Share

Ucok, Anak Yang Diabaikan?

Penulis: Bintang Kejora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Dengar ini, Ucok, Butet, adil itu sesuatu yang sangat sulit, tapi ayah selalu berusaha adil, seharusnya usaha itu sudah harus dihargai, tolong jangan pernah bilang ayah tidak adil, tak pernah ada niat ayah untuk tidak adil, kadang memang begitulah, Karena kalian itu berbeda, beda karakter, beda jenis kelamin, tentu beda perlakuan." ayah bicara sambil menyetir.

"Iya, Yah," kataku kemudian.

"Kalian itu punya karakter yang berbeda, tentu beda perlakuan, tapi percayalah, ayah juga mamak tetap adil, setidaknya berusaha adil, adil ini yang sulit, sampai dalam Al-Qur'an pun digambarkan Tuhan, betapa sulit untuk adil ini," kata ayah lagi.

"Iya, Yah, iya,"

Kami sampai di desa saat hari menjelang sore, saat kami sudah tiba, mamak sudah menunggu bersama Cantik.

"Babam, Tatak," seru Cantik. Babam adalah panggilannya untuk Bang Ucok, aku dipanggilnya Tatak.

Aku langsung berlari dan menggendong Cantik, kami masuk rumah.

"Kalian bikin heboh satu kabupaten, mulai tadi pagi sembilan orang sudah yang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (12)
goodnovel comment avatar
carsun18106
coba ni yg sekarang gmn, apa ucok msh mau nyemplung lg ke comberan buat ngangkat kain? kita liat aja.. blm lg masalah cewek yg lg deket sama ucok, ngapain sih pake deket2 cewek segala, yah pemikiran ucok yg kyk gini nih, yg bikin orangtua resah
goodnovel comment avatar
sekai
kalo dah soal tolong gadis cantik, bang ucok itu kek buta mata buta hati. sering bersimpangan pemikiran sama keluarga sendiri. makanya dlm hal ini bang ucok berasa sendirian. berasa d abaikan. pdhl ayah mamak sama butet perhatian, lho. suka ksh nasehat. jd bang ucok mah suka beda sendiri.
goodnovel comment avatar
sekai
sebenarnya bang ucok bukan d abaikan krn g bs selesaikan mslh. selama ini yg paling kerasa dr bang ucok itu, tiap ada mslh ttg gadis cantik, bang ucok g prnh sepaham sama ayah mamak dan butet. bang ucok keras kepala g prnh mo denger nasehat orang tua dan saran orang lain.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Jadul Tapi Mantul    Ucok Bawa Sial?

    PoV NiaSaat Butet dan ayahnya pergi ke kota, aku jadi tak tenang. Kami sudah sering dapat masalah, akan tetapi kali ini aku gelisah, satu karena aku tidak ada di sana, hanya Butet dan ayahnya.Coba kutelepon Ucok, mengatakan kekhawatiranku, Anakku itu justru menawarkan diri akan membantu, dia akan datang dari Jakarta. Aku sedikit lega, kombinasi tiga orang itu tidak usah diragukan lagi. Kepintaran Butet dan ilmu warisan Ucok pasti bisa mengatasi. Aku coba tetap tenang.Akan tetapi keesokan harinya, bupati meneleponku, dia justru marah-marah padaku. Katanya aku mengundurkan diri tidak mengapa, tapi jangan buat gaduh lagi di kabupaten ini. Seorang perwira polisi juga menelepon. Dia suruh aku kendalikan suami dan anak. Beberapa anggota dewan juga menelepon, semua kujawab dengan "aku tidak tahu apa-apa,"Menjelang sore itu, Suami dan anak-anak akhirnya pulang juga, langsung kuberondong dengan berbagai pertanyaan. Tepat dugaanku, kepintaran Butet dan ilmu Ucok bisa mengatasi hal tersebut.

  • Jadul Tapi Mantul    The Art Of War

    Ada banyak polisi yang datang, ada yang berpangkat melati dua di pundaknya, itu setara Kapolres, aku jadi makin khawatir, Kulihat Sandy juga sudah ketakutan."Silakan masuk, Pak," kata Bang Parlin. Hanya tiga orang polisi yang masuk, selebihnya berjaga di luar. Aku coba bersikap ramah, kuambil minuman kemasan dari kulkas."Minum dulu, Pak," tawarku kemudian."Terima kasih, Bu," kata salah satu polisi' tersebut.Ucok, Butet dan Sandy duduk di lantai, aku dan Bang Parlin duduk di kursi berhadapan dengan polisi tersebut."Kenalkan dulu, saya pejabat Kapolres yang baru," kata pria tersebut seraya menyalami Bang Parlindungan."Oh, Ya, Pak, saya Parlin, ini istri Saya Nia," kata Bang Parlin."Ada gerangan apa ya, Pak, Kapolres berkunjung ke rumah kami ini?" tanyaku kemudian."Begini, Bu, Ibu pasti sudah dengar atau baca berita tentang gonjang-ganjing di kabupaten ini," katanya."Iya, Pak,""Jadi begini, Bu, setelah saya amati video konferensi pers tersebut, Saya melihat kemampuan suprana

  • Jadul Tapi Mantul    Selamat Jadi Orang Dewasa

    Bang Sandy sudah mantap masuk polisi , mungkin memang kemampuan Bang Shandy dibutuhkan kepolisian. Akan tetapi aku tetap tidak setuju dengan Bang Ucok, dia sudah kuliah hampir dua tahun. "Mamak kok dukung Bang Ucok?" tanyaku pada mamak. Saat itu aku lagi membantu mamak masak. "Bukan karena setuju, Tet, hanya ingin dukung saja, selama ini abangmu sudah merasa tak didukung." kata mamak."Mamak tidak setuju, tapi tetap mendukung?" "Apapun keputusan Ucok, untuk saat ini mamak dukung,""Dia dalam tahap mencari jati diri, Tet, labil, besok lusa dia bisa berubah lagi,""Tapi didukung terus?""Iya, Tet, dia butuh dukungan,"Bang Ucok sudah harus berangkat ke Jakarta, aku juga harus berangkat ke kota. Kami melakukan perjalanan lagi. Rencananya aku akan diantar ke kota, dari kota Bang Ucok naik bus ke Medan, terus naik pesawat dari Medan ke Jakarta. "Bang Ucok, kalau jadi polisi, jangan tilang aku ya," kataku coba bercanda."Nggak bisa, siapapun yang bersalah harus dihukum, biarpun saudara

  • Jadul Tapi Mantul    Ustadz Lupa Daratan

    "Bagaimana, Butet?" tanyanya lagi. "Begini ya, Pak, saya bukan ustazah, tidak punya kemampuan mengajari orang dalam agama, jika memang serius ingin mendalami agama Islam, belajar sama ustadz yang jelas," kataku coba menjelaskannya."Saya sudah belajar lewat google," "Saran saya, Pak, belajarnya sama ustadz yang jelas, awas salah pilih ustadz," kataku lagi."Oke Tet, kalau begitu minta rekomendasi ustadz yang bisa lewat online, karena untuk masuk pondok, sudah tak ada waktu, saya punya tanggung jawab,""Oh, baik, Pak, saya tanya dulu ustadz teman saya," kataku kemudian.Yang pertama kuingat justru ustadz Rizal, dia pasti punya waktu secara online, karena kata Bang Ucok kerjanya cuma antar jemput istrinya. Akan tetapi aku tidak punya nomornya. Setahuku dulu dia tidak pakai HP, sekarang sudah pasti pakai hp. Kuhubungi Bang Ucok lewat pesan WA."Bang,""Ya,""Bagi dulu nomor ustadz Rizal?""Untuk apa, gak boleh ganggu suami orang,""Ada perlu lo, Bang,""Tidak boleh, Tet, jangan lagi, k

  • Jadul Tapi Mantul    Iri Yang Menyiksa

    Ustadz itu terdiam, sampai tiba di kampus dia tak bicara lagi. Aku juga sudah kesal karena dia sepertinya keenakan menikmati kekayaan mertuanya, padahal dia bisa di sini karena usulanku. Dia bisa menikah juga karena usulku.Menjelang sore hari aku pulang dari kampus dengan menumpang ojek online, ini gara-gara Ustadz Rizal, padahal aku punya kendaraan biarpun motor Supra. Sampai di rumah sudah ada Bang Bambang menunggu di depan rumah. Pria ini teman pertamaku di kota ini, kini dia sudah punya usaha dan rumah sendiri."Bang, sehat!" Sapaku seraya menyalami Bang Bambang."Alhamdulillah sehat," jawab Bang Bambang."Ada apa ini, Bang, mana kakak itu," tanyaku kemudian."Di rumah, aku datang mau minta tolong, Cok," kata Bang Bambang."Minta tolong apa, Bang?""Ini, Cok, aku punya adik ipar, kejiwaannya terganggu, kan kamu punya kepandaian, pandai ngaji, bisa minta tolong, rukiah dulu adik ipar ku itu, kasihan dia, padahal dulunya dia pintar sekolah, selalu juara satu, tiba-tiba dia jadi

  • Jadul Tapi Mantul    Mobil Baru

    Dilema....Selama ini aku selalu menolong tanpa pamrih, tanpa mengharapkan balasan, belajar dari ayah yang sudah banyak menolong orang tanpa mengharapkan balasan. Aku sudah melihat banyak kebaikan ayah. Sejak akur masih kecil, sudah terbiasa melihat kebaikan tanpa batas.Akan tetapi bagaimana kalau itu nazar orang? Aku tahu nazar itu wajib ditunaikan, yang aku tidak tahu bolehkah menolak nazar orang? Ah, benar-benar dilema. Jika aku terima, apakah prinsip hidupku yang selama ini kupegang teguh akan berubah? "Aku terima juga karena nazar, Cok," kata Ustadz Rizal. Aku sudah salah paham, kukira selama ini ustadz itu memanfaatkan keluarga dosen, ternyata dia terima karena Nazar."Maaf, Pak, maaf, Anna, aku berpikir dulu," kataku kemudian."Itulah yang membuat saya salut dengan kalian, di luaran sana banyak orang mengemis, menjilat demi dapatlah hadiah, kalian diberikan pun masih berpikir, saya paham, ustadz ini pun butuh waktu dua Minggu baru mau dia terima, silakan berpikir dulu,"

  • Jadul Tapi Mantul    Diam Tak Selamanya Jadi Emas

    Video provokasi itu terus saja bermunculan, coba tak kupedulikan tapi makin hari makin bertambah. Terakhir aku sudah tak sabar, karena sampai bawa-bawa orang tua. "Inilah hasil didikan mantan wakil bupati," begitu caption dari video yang menampilkan diriku lagi. Ini sudah tak bisa dibiarkan. Aku coba telepon Sandy."Sandy, lihat dulu ada yang coba menjelekkanku, tolong cari tahu siapa?" kataku lewan pesan, seraya kukirim foto screenshot -nya."Maaf , Cok, aku sudah berhenti, maaf, aku trauma, kini fokus latihan mau ikut seleksi penerimaan anggota polri," kata Sandy."Oh,""Iya, Cok, maaf ya, aku untuk sementara tak pegang peralatan, ini hikmah dari peristiwa itu juga, dulu satu jam saja tak lihat laptop sudah uring-uringan, kini Alhamdulillah bisa, setelah tiga hari di Bukit merah," kata Sandy lagi."Iya, aku mengerti," kataku kemudian.Aku mulai merasa yang dikatakan Butet itu ada benarnya, begini cara penguasa membungkam pengkritik, tak mampu dipukul ya dirangkul. Hasilnya Sandy

  • Jadul Tapi Mantul    Sayang Bohongan?

    "Maaf, Ustadz, jika perkataanku waktu itu membuatmu berubah pikiran," kataku kemudian."Gak apa-apa, Cok, aku justru senang, ada yang mengingatkan, itulah gunanya sahabat saling mengingatkan jika salah jalan, jujur, Cok, aku juga manusia biasa, Anna itu anak tunggal, hartanya banyak, tentu dia pewarisnya, imanku sempat tergoda, Cok, tapi kembali' ke mist awal, hanya untuk mengobati Anna," kataku Ustadz Rizal."Iya, Ustadz, aku permisi dulu kalau gitu," kataku kemudian.Aku pulang dengan perasaan campur aduk, antara rasa bersalah dan takjub pada ustadz ini, Anna gadis muda dan cantik, anak tunggal dosen yang sekaligus pengusaha. Tapi ustadz ini tak tergoda sama sekali, bahkan tak menyentuhnya. Akan tetapi apakah itu berdosa, adalah istri yang halal tapi tak disentuh? Atau mungkin ... Ah, pikiranku jadi ke mana-mana. Sehabis shalat Isa, aku coba hubungi Mama lagi, lewat panggilan video, ternyata Butet ada di sana, mungkin dia baru sampai."Bang, si Cantik kangen," kata Butet seraya men

Bab terbaru

  • Jadul Tapi Mantul    The End

    PoV Nia Sangat sedih melepas Butet untuk mengarungi rumah tangga barunya. Rasanya baru kemarin dia kugendong. Dia teman diskusi yang sangat asyik. Selama ini dia memang sudah tinggal jauh dari kami, akan tetapi tetap berat juga untuk melepasnya. Bang Parlin juga terlihat sangat sedih, pesta ini justru jadi ajang tangis bagi suamiku. Dia justru sering menangis. Tamu yang datang sangat beragam, mulai dari pekerja kami, sampai toke sawit, sampai bupati pun datang. Akan tetapi aku sedikit kecewa, menantuku tidak datang dengan alasan tak bisa meninggalkan warungnya. Karena Menantu tidak datang, otomatis cucu kamI juga tidak datang. Padahal ini hari bersejarah. Aku ingin berfoto seluruh keluarga. Akan tetapi menantu dan satu-satunya cucu tidak datang. Aku sudah coba hubungi menantu, akan tetapi jawaban dia adalah tidak bisa meninggalkan warungnya. Katanya jika ditinggalkan, terpaksa ditutup dan pelanggan akan lari. Sementara warung itu belum bisa diserahkan kepada karyawan. Resep

  • Jadul Tapi Mantul    Selamat Menempuh Hidup Baru, Butet

    Aku bangun pagi seiring azan subuh berkumandang dari mesjid desa. Lalu mandi dan pergi ke mesjid untuk salat subuh berjamaah, kami sekeluarga pergi ke mesjid. Cantik juga ikut, kami mau sekalian membicarakan proses akad nikah di masjid tersebut. Penghulunya juga masih Abang angkatku, yang dulu pernah jadi guru mengaji di rumah kami. Setelah membicarakan semua, kami pulang ke rumah. Mulai ada kesibukan di rumah. Para Bapak-bapak memasak rendang, para ibu-ibu memasak nasi. Jam delapan pagi sudah bisa makan. Satu kampung makan di rumah kami. Kebanyakan bawa baskom masing-masing. Ibunya Bang Sandi datang, begitu datang dia langsung salaman. "Kok lama kali datangnya?" tanya mamak."Itu tadi, Bu, ngantar Sandy mau pulang," jawab Ibu tersebut."Kok cepat kali dia pulang?" tanya mamak lagi."Katanya mau tugas,"Ternyata Bang Sandy memang di sini, ingin aku bertanya pada ibunya, akan tetapi aku tahan, tak ingin merusak suasana hati yang beberapa jam lagi akan menikah. Bang Sandy bohong soal

  • Jadul Tapi Mantul    Sedihnya Melepas Butet

    Pertanyaan Bang Sandy ini sepertinya tidak masuk akal, mengajak tinggal di Brunei, pekerjaan membobol bank. "Bagaimana, Tet, kita akan bahagia bersama," kaya Bang Sandy lagi."Hei, Bang Sandy, kamu masih waras gak? masa ajak aku jadi penjahat, kerja membobol bank, emangnya kamu pikir aku penjahat ya," kataku kemudian."Itu hanya perumpamaan, Tet, intinya aku bisa lebih baik dari si Cina itu," "Hei, Bang, kamu sudah rasis, gak boleh manggil orang dengan sukunya,""Bukan maksud rasis ya, Tet, hanya kesal, ayolah, Tet, kita akan hidup makmur di Brunei, Kamu tahu gak, pemerintah Brunei pernah mengajak aku pindah ke sana, sebagai tenaga ahli bidang IT," kata Bang Sandy lagi."Wah,""Iya, Butet, aku bisa lebih baik dari si sipit itu, percayalah," Lama-lama omongan Bang Sandy makin melantur saja, padahal biasanya dia orang yang santun, jarang bicara, ini sudah rasis segala. "Kok kamu jadi rasis sih, ini bukan Bang Sandy yang kukenal,""Cinta, Tet," Oh, seperti kata ayah, cinta bisa mem

  • Jadul Tapi Mantul    Gadis Mahal

    Sekitar jam 10.00 malam, Ayah akhirnya pulang ke rumah. Ini kesempatanku untuk bertanya apakah Ayah setuju. Bang Ucok, mamak dan bahkan Cantik tidak setuju aku pergi kuliah di Amerika. Tinggal Ayah yang belum kutanyakan."Papa, Kak Butet mau pergi ke Amerika," belum sempat aku bertanya Cantik sudah mengadu duluan. "Amerika," Ayah melihatku."Iya, jauhhh,""Hahaha," ayah malah tertawa, mungkin ayah mengira ini lelucon."Ayah, Cantik benar, aku mau pergi ke Amerika," kataku kemudian."Waw, mau ngapain?""Kuliah pascasarjana, Yah," "Jauh sekali ke Amerika?""Aku dapat beasiswa, Yah," Ayah' terdiam, dia melihat mamak, lalu kembali melihatku."Boleh, Yah?" tanyaku lagi."Kamu sudah dewasa, Butet sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk," kata Ayah."Ayah dukung apapun keputusanmu, tapi Ayah berikan sedikit gambaran, Amerika itu jauh, jika sekiranya ayah meninggal kamu gak akan bisa kejar, terus adikmu suka' kangen kakaknya, kamu satu bulan tidak pulang saja Cantik sudah sering be

  • Jadul Tapi Mantul    Amerika?

    Aku justru makin bingung, Ini kesempatan langka, beasiswa di Amerika. Akan tetapi aku dan Pak Johan sudah membuat semacam kesepakatan. Tiga tahun lagi kami akan menikah, itu 2 tahun yang lalu. Apakah kesepakatan itu sudah janji? "Bagaimana, Butet? kok malah bengong?" kata Pak Dosen."Saya berpikir dulu, Pak," jawabku akhirnya."Butet, ini kesempatan langka, Jangan disia-siakan, aku yakin kamu bisa berkarir di luar negeri," kata Pak Dosen."Cita-cita saya bukan seperti itu, Pak, cita-cita saya buka kantor pengacara publik, yang memberikan layanan hukum' gratis untuk masyarakat miskin," kataku kemudian."Jika memang itu cita-citamu, cocok juga, tapi ambil S-2 ini juga, paling dua tahun," kata Pak Dosen."Saya pikirkan dulu, Pak," kataku kemudian."Kupikir tadi kamu akan sujud sukur sambil menamgis karena dapat beasiswa penuh," kata seorang pengacara yang lain."Iya, gak nyangka kamu masih berpikir, padahal ini kesempatan emas, dari propinsi ini hanya dua orang, kamu salah' satunya," ka

  • Jadul Tapi Mantul    Butet Bingung

    Bertanya ke Bang Ucok ternyata jawabannya sangat logika, ini sesuatu yang berubah pada diri Bang Ucok. Setelah dia menikah bicaranya sekarang sudah banyak yang secara logika. Atau karena dia sekarang sudah sarjana psikologi. "Memangnya siapa yang orang Cina siapa yang orang Padang?" Tanya Bang Ucok lagi."Adalah,""Biar kutebak, kalau Cina itu yang pemilik hotel itu ya?" "Iya, Bang,""Yang orang Padang siapa?" "Coba tebak?" tanyaku kemudian.Heran juga Bang Ucok tidak ingat kepada Bang Sandy, Padahal kami dulu sering memecahkan kasus bersama. Bahkan kudengar Bang Sandi setelah jadi polisi pernah pergi ke tempat Bang Ucok. Kenapa dia tidak ingat?"Umar ya?" "Bukan?""Jadi siapa?""Ah, payah Bang Ucok."Aku memutuskan panggilan telepon karena Bang Ucok tidak ingat kepada Sandy. Aku makin bingung entah memilih siapa. Cari jawaban Bang Ucok juga mengambang, masalah umur dia pilih pada Sandy, di masalah profesi dia pilih Pak Johan. Sedangkan masalah suku dia tidak memberikan pilihan.

  • Jadul Tapi Mantul    Di Antara Dua Cinta

    PoV ButetSidang meja hijau berjalan lancar, cerita orang tentang seramnya sidang itu tak berlaku padaku. Bahkan dosen memujiku. Semua berjalan mulus, aku akan jadi wisudawan termuda di perguruan tinggi tersebut. Setelah selesai sidang, kegiatanku kini lebih lapang, aku bisa pulang ke desa setiap Minggu. Tinggal menunggu jadwal wisuda, tidak lama lagi aku akan jadi seorang sarjana hukum, seperti cita-citaku selama ini.Hari itu aku terkejut dengan kedatangan Pak Johan, dia datang bersama Ibunya ke tempat kos-ku. Ini tidak biasa, biarpun kami sudah berjanji akan menikah nanti, kami tidak pacaran, tidak bertemu rutin selayaknya pasangan kekasih."Ada apa ya, Pak?" tanyaku seraya mempersilahkan duduk.Ibunya Johan sudah jauh berubah penampilannya, dulu beliau selalu memakai pakaian ketat, kini beliau memakai pakaian Muslim, jilbabnya juga panjang."Butet, kamu datang mau menanyakan sesuatu," kata Ibunya Johan."Iya, Bu,""Jadi begini, kamu sebentar lagi kan akan diwisuda, jadi kamu akan

  • Jadul Tapi Mantul    Makin Tua Makin Tampan

    Keesokan harinya Pak Dullah datang lagi, kali ini dia minta Bang Parlin yang jadi saksi pernikahan anaknya dan Agus. Mereka gerak cepat, katanya akad nikah akan dilaksanakan jam sepuluh pagi. Nikah duluan dan suratnya diurus belakangan. Karena kebetulan Butet masih di rumah, aku ikut Bang Parlin ke rumah Pak Dullah. Agus sudah datang, anak Pak Dullah juga sudah didandani ala kadarnya. Petugas pencatat nikah yang juga guru di pesantren kami yang menikahkan. Acara berjalan lancar, diakhiri doa bersama yang dipinpin Bang Parlin. Lalu makan bersama.Agus lalu salim ke semua orang, saat salim ke Bang Parlin dia menangis. "Terimakasih kasih, Pak, aku ada permintaan satu lagi," kata Agus."Apa lagi, Gus?""Aku ingin pekerjaan tetap, Pak, aku sudah punya istri sekarang," katanya.Selama ini dia kami pekerjakan memang tidak tetap, hanya jika panen saja. "Baiklah, ngurusi sapi bisa?" tanya Bang Parlin."Bisa, Pak, bisa," jawabnya kemudian.Padahal mertuanya juga punya kebun sawit, biarpun ti

  • Jadul Tapi Mantul    Romeo dan Juliet

    Aku dan Bang Parlin langsung saja ke rumah Pak Dollah. Ketika kami tiba sudah ramai orang di situ. Kami segera masuk, di dalam rumah ada putrinya Pak Dollah dipegangi oleh dua orang. "Dia mau gantung diri, untung cepat' ketahuan," kata seorang ibu-ibu sambil menunjuk tali yang sudah terikat di kamar gadis tersebut."Mungkin sudah saatnya gunakan ilmu, Bang, luluhkan dia," kataku pada Bang Parlin. Yang sebenarnya adalah aku lelah, ingin istirahat selalu saja ada masalah. Mungkin jika Bang Parlin menggunakan ilmunya meluluhkan gadis itu, masalah akan selesai.Gadis itu terus meronta-ronta, dia dipegangi dua orang perempuan. Ayahnya tampak sudah gelisah. "Aku harus bagaimana lagi, Pak Kades?" kata Pak Dollah. "Bagaimana lagi mau kubilang, sudah ada penyelesaian mudah, nikahkan mereka, tapi bapak tidak mau, sekarang mau bagaimana lagi, satu di penjara, satu bunuh diri, begitu lah kisah cinta mereka," kata Bang Parlin."Aku lakukan ini demi anakku juga""Mirip Romeo dan Juliet, Agus j

DMCA.com Protection Status