Sudah lima hari Yeni dirawat di rumah sakit dan kini saatnya ia diperbolehkan pulang. Saat melihat kejadian canggung antara Gavin dan Alya kapan hari, Yeni sama sekali tidak mempermasalahkannya. Yeni beranggapan kalau hubungan antara Gavin dan Alya memang sudah sangat dekat layaknya adik dan kakak. Seperti saat ini, Yeni melihat Alya ikut sibuk membantunya saat akan pulang.
Gavin sedang sibuk mengurus administrasi di rumah sakit dan Alya yang menemani Yeni di mobil. Alya tampak kesenangan saat menggendong putri Gavin dan Yeni. Alya terus tersenyum sambil menatap makhluk kecil yang sedang meringkuk dalam gendongannya.
“Dia lucu banget, sih,” gumam Alya. Ia sudah berulang kali mengucapkan kata itu dan tentu saja membuat Yeni tersenyum mendengarnya.
“Makanya, Al. Buruan nikah, terus bikin sendiri,” seloroh Yeni.
Alya hanya meringis dan mengunci tatapan ke makhluk mungil dalam pelukannya.
‘Kira-kira si Dedek mengizinka
Yeni tampak terkejut sekaligus kebingungan saat melihat mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di depan sebuah rumah yang tidak ia kenal.“Ini rumah siapa, Mas? Mengapa juga mobilnya berhenti di sini, tidak di apartemen?” tanya Yeni.Gavin tersenyum kemudian sudah melepas seat belt. Dia masih belum menjawab pertanyaan Yeni malah sibuk membantunya keluar dari mobil.“Mas ... kok gak dijawab sih pertanyaanku?” protes Yeni saat melihat Gavin yang masih diam tidak menjawab.Gavin tersenyum kemudian menghentikan aktivitasnya. Ia sudah menatap istrinya yang sedang menggendong putri mereka berdiri di depan mobil.“Ini rumah kita, rumah baru kita hadiah dari Alya untuk si Kecil,” jawab Gavin kemudian.Sontak Yeni membelalakkan matanya terkejut dengan jawaban Gavin.“Alya memberinya untuk kita? Tapi ... ini ‘kan salah satu perumahan elit dengan harga fantastis di kota ini. Apa Alya tidak merug
Gavin mengerjapkan mata berulang kemudian membukanya perlahan saat mendengar isakan tangis Yeni. Ini hampir tengah malam dan Gavin baru saja memejamkan mata namun kini dia harus kembali terjaga. Acara tasyakuran dan selamatan si Kecil seharian tadi membuat Gavin sangat kelelahan. Gavin menggeliatkan tubuh kemudian melihat istrinya sedang duduk di atas kasur sambil menggendong si Kecil dan terus menangis.Sontak Gavin bangun, menyibak selimut dan mendekat ke Yeni.“Ada apa, Sayang?” tanya Gavin dengan suara seraknya khas bangun tidur.Yeni tidak menjawab namun terus menangis. Gavin makin kebingungan melihatnya kemudian dia melirik ke arah si Kecil yang terdiam di pangkuan Yeni. Gavin makin terkejut saat melihat bayi kecil itu sudah membiru badannya.“Sayang, apa yang terjadi?” tanya Gavin sambil menyambar putri kecilnya.Yeni terus menggeleng dan masih dengan isakan tangis tanpa menjawab pertanyaan Gavin. Gavin panik, ia suda
Gavin terkejut mendengar ucapan Yeni barusan. Ini seperti petir menyambar pohon di siang bolong. Tanpa hujan dan tanpa angin, tiba-tiba Yeni meminta bercerai darinya.“Sayang ... kau tidak sungguh-sungguh mengatakannya, ‘kan?” lirih Gavin bertutur.Ia sangat berharap kalau kata-kata yang baru keluar dari mulut Yeni tadi adalah sebuah gurauan saja. Namun, sepertinya Gavin salah duga karena tidak tampak sedikit pun nada bergurau di ucapan Yeni.“Aku sungguh-sungguh. Aku ingin cerai darimu,” tandas Yeni.Gavin menghela napas panjang. Padahal baru saja kemarin Yeni bersikap manis dan baik kepadanya kenapa hari ini dia sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Apa seperti ini ibu yang sedang mengalami baby blues.Gavin terdiam kemudian mengulurkan tangan membelai rambut Yeni, merapikan anak rambutnya lalu menyelipkan ke belakang telinga dengan lembut. Kini tangannya sudah beralih membelai pipi Yeni yang tampak lembab kar
Pagi yang sendu menyambut Alya dengan mendung yang bergelayut. Alya baru saja memarkir mobilnya di rumah sakit. Hari ini sebelum berangkat ngantor Alya sengaja mampir ke tempat Putri dirawat. Sudah hampir lima hari Gavin tidak masuk kerja karena harus menjaga putrinya. Kondisi Yeni sama dengan sebelumnya, dia tidak peduli dengan Gavin apalagi dengan keadaan buah hatinya. Ini sangat miris, tetapi Gavin menerimanya dengan lapang dada.Usai kejadian beberapa hari semakin membuat Alya yakin untuk memperhatikan kakak angkatnya. Secara tidak sadar Gavin sudah menyesali pilihannya untuk menerima perjodohan dengan Yeni. Mungkin ini tidak patut ditiru, tetapi Alya cukup senang saat Gavin menuturkan penyesalannya. Dengan begitu ada sedikit celah untuk masuk ke hati Gavin dan mendapatkannya.Alya membuka pintu kamar rawat inap perlahan, ia melihat Gavin sedang menggendong Putri sambil mendendangkan sebuah lagu. Alya tersenyum dan tampak senang melihat pemandangan yang mengharukan
Sisa hujan tadi pagi masih terlihat di pelataran rumah Gavin dengan genangan-genangan di beberapa bagian. Sepertinya hujan pagi ini merata menyiram bumi di mana saja. Gavin sudah memarkir dengan rapi mobilnya di garasi. Siang ini dia memang menyempatkan pulang ke rumah saat babysitter putrinya datang ke rumah sakit. Gavin berjalan keluar mobil dan langsung masuk ke dalam rumah. Bu Aminah langsung menyambut Gavin yang datang dengan sebuah senyuman teduhnya. “Gimana keadaan Putri, Vin?” tanya Bu Aminah kemudian. Gavin tersenyum kemudian sudah mendekat ke Bu Aminah. “Alhamdulillah, Bu. Besok Putri boleh pulang,” jelas Gavin. Sontak raut kegembiraan langsung terpancar dari wajah tua Bu Aminah. Ia senang akhirnya bisa melihat cucunya lagi. “Yeni mana, Bu?” tanya Gavin kini sambil sibuk celinggukan. “Tadi di kamar, tapi gak tahu lagi,” ucap Bu Aminah. “Ya sudah, biar Gavin lihat di kamar. Oh ya, Ibu sudah makan?” kembali Gavin bertanya.
Hujan baru saja mengguyur kota malam ini, memberi kesejukan dan sedikit angin segar pada daun-daun yang kering. Memang sudah memasuki musim hujan di awal bulan ini maka tak jarang bila hujan akan semakin sering turun.Alya terdiam duduk di sofa penunggu sambil melirik sosok pria yang sedang menunduk di sampingnya. Gavin baru saja reda menghentikan tangisnya. Alya tidak tahu apa yang sedang terjadi, yang pasti pria bermata sipit di sebelahnya ini sedang terpuruk. Alya hanya diam menurut saat kakak angkatnya itu memintanya memeluk erat tanpa banyak bicara.“Aku akan masuk kerja mulai besok, Al,” tiba-tiba Gavin bersuara.Ia sudah mengangkat kepala dan menatap Alya dengan sendu. Alya hanya menghela napas sambil mengangguk.“Apa tidak masalah, Mas? Kalau memang masih diperlukan Mas boleh ambil cuti, kok,” urai Alya.Secepat kilat Gavin menggelengkan kepala.“Gak, Al. Aku lebih baik masuk kerja saja dan tidak larut s
Hari yang baru mulai dijalani Gavin kali ini. Ia bangun sebelum subuh, mandi, sholat dan kini sudah bersiap. Ia tersenyum sambil menatap dirinya di depan cermin. Berulang ia mengatur dasinya yang entah mengapa terlihat tidak rapi sedari tadi. Mungkin terlalu lama cuti sehingga membuat tangannya kaku memakai dasi.Gavin melirik tempat tidur di sampingnya. Tidak ada Yeni yang biasanya masih terlelap di sana. Istrinya memang masih dirawat inap di rumah sakit dan sepertinya Gavin sedikit tidak ambil pusing dengan keadaannya. Hatinya masih sakit saat pembicaraan terakhir ia dengan istrinya kapan hari lalu. Ia sudah pernah membaca kondisi seorang ibu yang mengalami baby blues, tetapi tidak parah seperti Yeni ini. Entah mengapa Gavin merasa Yeni tidak seperti yang dia kenal dulu. Padahal seharusnya dengan kehadiran Putri semakin mempererat rasa cinta kasih di antara Gavin dan Yeni, ini malah sebaliknya.Sebuah helaian napas panjang sudah keluar dari bibir tipis Gavin. Kini su
Pagi ini Alya sangat bersemangat memimpin meeting dan memulai lagi aktivitasnya. Apalagi kali ini ada Gavin yang kembali aktif bekerja. Para rekan kerja ikut senang menyambut kehadiran Gavin di tengah mereka. Tak urung banyak pula yang menanyakan tentang keadaan buah hati Gavin dan juga Yeni. Tentu saja untuk berbasa basi, Gavin sudah menjelaskan dengan baik.Alya menyudahi meetingnya hampir mendekati jam makan siang. Hari ini memang banyak sekali yang dibahas apalagi dengan adanya pembangunan perumahan baru di luar kota semakin menambah jadwal kesibukan mereka.“Al, kamu besok jadi ikut ke luar kota sama aku, ‘kan?” tanya Rendy mengejar begitu meeting baru saja usai.Alya yang keluar ruangan lebih dulu sudah menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Rendy yang kebetulan juga sedang berjalan bersisian dengan Gavin.“Eng ... lihat besok, Ren. Aku tanya Rini dulu apa jadwalku,” jawab Alya kemudian.Rendy hanya mengangg
Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude
Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen
Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se
Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.
“CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,
Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m
Sinar mentari pagi sudah menerobos masuk tanpa sopan menembus tirai kamar tempat Gavin terpulas. Matanya langsung mengerjap begitu sinar mentari yang hangat ini menyentuh tubuhnya. Dilihat ke samping kasur, sudah tidak ada Alya di sana. Gavin mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Gavin menyimpulkan kalau istri keduanya itu pasti sedang mandi.Gavin mengulum senyum sambil menyibak selimut dan memakai boxernya dengan sembarang. Gavin berjalan berjingkat menuju kamar mandi. Dia ingin meminta bonus tambahan kali ini ke sang Istri. Gavin selalu kecanduan jika sudah melakukan dengan Alya. Tubuh dan pesona Alya seakan terus menghipnotis dirinya dan tak bisa lepas begitu saja.CEKLEKTepat dugaan Gavin, Alya tidak mengunci pintu kamar mandi. Gavin mengulum senyum saat melihat siluet tubuh istrinya sedang berdiri di bawah shower tertutup tirai mandi. Seketika onderdil penting miliknya langsung berdiri menjulang siap menerjang kembali. Pelan Gavin berjalan mendeka
Alya tersenyum sambil menatap pria tampan di sampingnya yang sekarang sibuk mengendarai kendaraan mengurai kemacetan sore ini. Mobil Gavin sudah melaju cepat, tetapi sama sekali tidak mengarah ke rumah Bu Aminah ataupun apartemen mereka berdua. Gavin sudah mengarahkannya ke rumah mereka di tepi pantai yang terletak di luar kota.“Kita ke rumah pantai lagi, Mas?” Alya bertanya. Gavin mengangguk sambil tersenyum.“Iya, aku tidak ingin kamu cemas, Al. Lebih baik kamu beristirahat beberapa hari di sana sampai keadaan di kantor kondusif. Lagipula kerjaan di kantor bisa dihandle Rini dan Rendy,” urai Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum sambil manggut-manggut.“Terus Mas Gavin sendiri ke mana? Aku akan ditinggal sendiri di sana? Sama juga bohong dong, Mas,” dumel Alya sambil memajukan seluruh bibirnya ke depan. Gavin tersenyum. Gemas memperhatikan ulah istri mudanya itu.“Jangan khawatir, Babe. Aku temani, kok. Aku akan
Gavin sibuk memainkan kakinya. Dia gelisah karena operasi Putri belum juga usai. Sudah hampir pukul dua siang dan belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Sesekali Gavin menoleh ke arah Yeni yang tampak duduk terdiam sambil menyandarkan kepalanya ke dinding. Gavin tahu kalau Yeni juga sama gelisahnya dengan dia kali ini.Gavin berdiri hendak mendekat ke arah Yeni kemudian tiba-tiba lampu di atas pintu padam dan tak lama pintu terbuka. Gavin menghela napas lega saat melihat beberapa suster sudah mendorong ranjang tidur rumah sakit tersebut. Gavin dan Yeni bergegas mengikuti.“Bagaimana keadaannya, Sus? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Gavin penasaran. Suster hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar Gavin tenang.“Kita tunggu ya, Pak. Nanti setelah diobservasi baru tahu keadaan adek,” jawab suster itu diplomatis. Gavin mengangguk kemudian dia tiba-tiba menghentikan langkah tidak mengikuti dua suster dan Yeni yang mengiringi Putri tadi. Ponselnya sudah berdering nyaring dan Gavin te