Pukul enam sore Gavin sudah pulang dan kali ini dia langsung ke rumah sakit. Alya sengaja tidak ikut. Dia tidak mau melihat adegan mesra Gavin dan Yeni seperti tadi pagi. Cukup sekali saja dia menyaksikan keintiman mereka berdua jangan diulang lagi.
Gavin baru saja memarkir mobil dan melihat mobil istrinya baru saja datang. Yeni tidak tahu kalau sedang diperhatikan Gavin sejak tadi. Yeni turun bergegas sambil sibuk merapikan riasannya. Sesekali ia tersenyum sambil menatap wajahnya di kaca mobil. Gavin belum turun dan terus mengamati istrinya itu.
“Dari mana dia? Apa dia juga pergi saat aku berangkat kerja tadi dan bergegas kembali ke sini saat aku pulang?” gumam Gavin.
Kemudian dia menghela napas panjang sambil berulang menggelengkan kepala.
“Tidak. Aku tidak boleh mencurigainya. Mungkin dia sengaja pulang untuk mandi dan berganti baju. Bukankah dia tadi baru datang langsung ke sini tanpa berganti baju,” lagi monolog Gavin menambah
Gavin menggeliatkan tubuhnya sambil mengerjapkan mata perlahan. Suara alarm di ponsel membuat ia ingin membuka mata dengan cepat, tetapi rasa kantuk masih bergelayut di matanya. Sebuah kecupan sudah mendarat di bibir Gavin. Gavin tersenyum dalam tidurnya. Perlahan dia menggumamkan sebuah nama.“Alya ... .”Tentu saja gadis yang dipanggil Alya itu terkekeh mendengarnya. Alya memang masih berada di rumah sakit. Semalam ia dan Gavin bergantian menjaga Putri untuk memastikan keadaan Putri stabil. Pagi sudah menjelang dan Alya ingin pulang lebih dulu sebelum Yeni datang dan membangunkan Gavin seperti kemarin pagi.Gavin perlahan membuka mata kemudian langsung tersenyum saat dia tidak salah sebut nama lagi. Ia langsung bangkit dan duduk bersebelahan dengan Alya. Gavin langsung memeluk Alya dan mengecup keningnya berulang.“Ikh ... Mas Gavin. Bangun tidur langsung main cium mulu,” protes Alya.Gavin hanya tersenyum. Kemudian mengac
Gavin baru saja tiba di kantor saat jam makan siang. Usai mengurusi kepulangan Putri tadi, dia memang langsung berangkat ke kantor. Yeni sampai Gavin berangkat kerja tadi belum juga pulang. Gavin pikir dia langsung berangkat kerja. Saat Gavin menghubunginya, ponselnya juga tidak aktif begitu juga dengan ponsel bibinya Yeni.Gavin menghela napas panjang sambil menyeret kaki memasuki ruangannya. Ada Donny yang sedang berkemas hendak meninggalkan kantor untuk makan siang.“Selamat siang, Pak. Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Donny dengan ramah.Gavin hanya tersenyum sambil mengibaskan tangannya ke udara.“Gak ada, Don. Kamu istirahat saja nanti kalau sudah, ke ruangan saya,” pinta Gavin. Donny menganggukkan kepala kemudian berpamitan hendak keluar makan siang.Gavin langsung menghempaskan pantatnya ke kursi kerja. Ia tidak menyalakan laptop malah duduk termenung sambil mengurut keningnya. Ia bingung dengan kelakuan istrinya
Pukul lima sore, Gavin tiba di rumah. Ia memarkir mobil di garasi dengan rapi dan melihat ada mobil Yeni yang sudah terparkir di sebelah mobilnya. Istrinya sudah pulang dan Gavin sedikit lega. Ia ingin segera menanyakan kemana Yeni pergi.Gavin bergegas masuk ke dalam rumah, ruang tamu sepi begitu juga ruang tengah. Gavin memutuskan masuk ke kamar dan dia melihat Yeni sedang bercengkrama bersama Putri, buah hati mereka di atas kasur. Gavin tersenyum melihat dua orang terkasihnya tampak bahagia seperti itu.“Wah!! Papa sudah pulang, selamat datang Papa,” ucap Yeni sambil menggendong Putri.Tangan Putri sengaja digerak-gerakkan seakan sedang menyapa Gavin. Gavin tersenyum melihatnya. Ia memang paling suka kalau Yeni berinteraksi dengan buah hati mereka.“Kamu baru datang, Sayang?” tanya Gavin ke Yeni kemudian.Yeni mengangguk, tidak menjawab. Ia sibuk mengajak Putri bicara dan bayi mungil itu seakan menjawab semua ucapan ibuny
Alya terdiam, menunduk dengan lesu usai menerima panggilan telepon dari Gavin. Padahal kemarin Gavin bilang akan datang di acara launching perumahan baru ini. Gavin juga antusias untuk datang bahkan dia akan membidik langsung para tamu yang datang untuk membeli perumahan mereka. Namun, nyatanya Gavin berhalangan hadir karena Putri sakit lagi. Sementara Yeni juga harus masuk kerja.Alya mendengus kesal sambil menendang kerikil yang berserakan di depannya. Ia sangat jengkel jika semua yang direncanakan tiba-tiba tidak berjalan dengan lancar sesuai keinginannya. Rendy yang mengamati Alya sedari tadi hanya menggelengkan kepala. Ia sudah mendekat ke Alya.“Kenapa, Al? Gavin gak bisa datang?” tebak Rendy.Alya hanya diam dan mengangguk dengan pelan. Rendy menghela napas kemudian mengelus punggung Alya dengan lembut. Sepertinya Rendy sedang berusaha menenangkan Alya.“Sabar, Al. Mungkin Putri lebih memerlukan Gavin daripada kita yang di sini. L
Usai acara inti launching perumahan, Rendy, Alya beserta para karyawan lainnya mengadakan gathering. Mereka sudah menyewa sebuah villa yang lengkap dengan area outbond. Rendy sengaja mengunakan jasa EO untuk mengadakan acara gathering kantornya kali ini. Semua karyawan bersuka cita, menikmati jalannya acara demi acara. Mungkin hanya Alya saja yang tidak menikmati acara kali ini.Mereka baru saja usai menjalani beberapa rangkaian acara dan kini tengah menikmati makan malam bersama. Rendy yang dari tadi menemani Alya sudah berusaha semaksimal mungkin menghibur Alya. Entah mengapa Alya selalu cemberut setiap melakukan aktivitas tanpa Gavin di sisinya.“Makan, Al! Jangan dilihatin nasinya nanti nangis, loh,” ledek Rendy menggoda.Alya hanya melirik sekilas ke arah Rendy kemudian melihat ke nasinya yang tampak menggoda selera namun sama sekali tidak membuat Alya napsu makan.“Al, kayaknya kita kekurangan kamar. Aku lupa tidak menyiapkan kamar
Alya menguap lebar sambil menggeliatkan tubuhnya mencoba lepas dari pelukan pria bermata sipit yang semalaman terus memeluknya. Alya tersenyum saat melihat Gavin masih terlelap dalam tidurnya. Matanya tinggal segaris dengan bulu mata lentik yang berbaris rapi di antaranya. Hidungnya tinggi menjulang dengan alis tebal yang melintang. Lalu rambut halus tumbuh subur di atas bibir dan dagu menambah maskulin penampilannya. Sungguh sempurna ciptaan Tuhan kali ini.Alya mengecup sekilas bibir Gavin, mencoba membangunkan pria tampan itu. Tidak ada gerakan, tetapi sebuah senyuman refleks terukir di wajahnya. Alya meringis melihat reaksi Gavin kali ini. Sepertinya ini yang akan dia lihat sepanjang pagi jika sudah resmi menjadi istri Gavin. Alya tidak sabar menunggu saat itu.Perlahan ia bangun dari kasur kemudian berjalan ke kamar mandi. Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi dan jam delapan nanti ada acara gathering bersama karyawannya. Saat Alya keluar dari kamar mandi,
Hampir malam saat mobil Gavin sampai di kotanya, mobil Alya sengaja disuruh membawa Donny untuk diletakkan di kantor langsung.“Kamu mau aku antar ke rumah langsung atau ke rumahku dulu? Ada ibu di sana,” ucap Gavin memberi penawaran.Alya terdiam kemudian menatap pria tampan bermata sipit di sebelahnya ini penuh kasih.“Kalau ke apartemenku gimana, Mas?” jawab Alya kemudian.Gavin menoleh sekilas ke arah Alya seraya mengernyitkan alis.“Gak kejauhan berangkat ngantornya? Lagian aku gak bisa jemput besok,” cetus Gavin lagi.“Gak papa, aku naik taxi online saja,” kata Alya kemudian.Gavin hanya menganggukkan kepala sambil mulai memutar mobilnya mengarah ke apartemen Alya. Tak berapa lama mobil Gavin sudah berhenti di depan apartemen. Alya sudah membuka seat belt bersiap turun, begitu juga Gavin.“Kok Mas ikut turun?” tanya Alya penasaran.“Gak papa. Aku ant
Hampir tengah malam saat mobil Gavin tiba di rumahnya. Ia melirik ke sebelah dan mobil istrinya belum ada di sana. Yeni belum datang. Gavin menghela napas panjang kemudian turun dari mobil. Ia berjalan masuk menuju rumah dan melihat Bu Aminah duduk menunggu di ruang tamu.“Ibu belum tidur?” tanya Gavin begitu melihat ibu angkatnya sedang duduk menunggu.Bu Aminah menggeleng sambil tersenyum.“Belum. Ibu gak bisa tidur, Vin. Oh ya, apa adikmu juga sudah pulang?” kata Bu Aminah kemudian.Gavin hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Bu Aminah.“Kenapa tidak diajak ke sini tadi? Kamu gak bilang kalau ibu ada di sini, Vin?” lagi Bu Aminah berkata.“Sudah, Bu. Alya bilang lelah. Bahkan dia memilih pulang ke apartemennya. Kebetulan searah dengan kami saat pulang tadi,” jelas Gavin.Bu Aminah hanya manggut-manggut mendengarnya. Gavin sudah beranjak hendak masuk ke kamar, tetapi Bu Aminah