Pagi ini Alya bangun sangat pagi dan tampak sibuk menyiapkan sarapan untuk suaminya. Setelah semalam bertempur, mereka sangat kelelahan dan membutuhkan asupan makanan. Nasi goreng spesial dengan aneka buah potong, telur mata sapi dan ayam goreng sudah terhidang di meja makan. Alya memang sudah pandai memasak sekarang, ia tidak mau kalah dari Yeni apalagi setelah dia resmi menjadi istri kedua Gavin.Gavin baru saja keluar dari kamar, dia sudah rapi. Bajunya wangi, rambutnya juga tersisir rapi. Dia berpenampilan sangat berbeda dari biasanya. Alya mengulum senyum saat melihat sang Suami sudah bersiap.“Ganteng banget, mau ke mana?” celetuk Alya menyapa Gavin.Gavin tersenyum sambil mengecup kening Alya sekilas.“Kan mau ketemu pacar seharian masak gak boleh ganteng.” Alya langsung terkekeh mendengarnya.“Aku bersiap-siap dulu ya, Mas. Terus kita sarapan dan berangkat kerja,” ucap Alya yang langsung disambut anggukan
Gavin diam saat Rendy mengatakan hal itu. Dia sudah tahu kalau istrinya berselingkuh, tetapi mengapa kini Rendy juga harus tahu. Apa Yeni sudah benar-benar kelewatan dan ingin memproklamasikan perselingkuhannya itu.“Aku punya customer, namanya Irwan Ganesha dan pria itu membeli rumah untuk Yeni. Pak Irwan meminta aku membuat sertifikat rumah atas nama tunangannya dan saat dia memberikan data tunangannya aku terkejut. Itu adalah nama Yeni beserta kartu identitasnya,” jelas Rendy kemudian.Gavin masih bergeming di tempatnya. Dia hanya diam dan mendengarkan penjelasan Rendy kali ini. Mungkin semua penjelasan Rendy akan dijadikan bukti juga dalam persidangan cerainya nanti.“Pak Iwan bilang akan segera menikah dengannya akhir tahun ini. Apa kamu sudah tahu tentang itu semua, Vin?” lanjut Rendy.Gavin diam kemudian menggelengkan kepala. Dia memang tidak tahu tentang rencana pernikahan Yeni dengan selingkuhannya itu. Dia hanya tahu istr
Yeni duduk terdiam sambil sibuk berulang meremas jemari tangannya. Pertengkarannya semalam dengan Gavin dan keputusan Gavin untuk menceraikannya adalah mimpi buruk baginya. Ini memang murni kesalahannya, tetapi seharusnya Gavin memberi dia kesempatan untuk berubah. Apa Gavin sudah lupa dengan tujuan mereka menikah dulu? Mengapa Gavin begitu mudah mengucap kata cerai?Pagi ini setelah Gavin berangkat kerja, sengaja Yeni bertandang ke rumah Bu Aminah—mertuanya. Hanya itu satu-satunya cara Yeni agar Gavin menggagalkan perceraian mereka. Yeni bahkan minta izin tidak masuk hari ini hanya untuk bertemu dengan ibu mertuanya.Bu Aminah yang baru datang dari pasar tampak terkejut melihat kehadiran Yeni di rumahnya. Bagaimanapun Bu Aminah juga sudah menyayangi Yeni seperti anaknya sendiri.“Kamu tidak kerja, Yen? Kok pagi-pagi sudah ke sini?” tanya Bu Aminah mengawali pembicaraan mereka.“Agak siang, Bu. Saya tugas luar dan ketemu klien jam
Pukul lima sore, Yeni sudah berada di rumah. Usai dari rumah Bu Aminah tadi, Yeni memang sempat ngantor sebentar untuk mengurusi semua tentang pengunduran dirinya. Tidak mungkin Yeni langsung keluar begitu saja tanpa mempertanggungjawabkan semua tugasnya.Kini dia sudah di rumah, begitu datang tadi Yeni langsung memasak di dapur. Kali ini Yeni memasak rendang daging kesukaan Gavin. Yeni berharap perubahan sikapnya ini membuat Gavin berubah pikiran dan menarik gugatan cerainya.Usai memasak, Yeni langsung mandi kemudian bermain bersama Putri. Kondisi buah hatinya itu belakangan ini semakin membaik sehingga Yeni tidak perlu keluar masuk membawanya ke rumah sakit seperti waktu itu.Pukul delapan malam saat Yeni melihat jam di dinding ruang tamu. Biasanya jam tujuh Gavin sudah sampai rumah, tetapi kali ini pukul delapan saja, Gavin belum datang.“Bi, apa Bapak selalu pulang malam akhir-akhir ini?” tanya Yeni ke bibi ART. Memang Yeni jarang di ruma
Pagi sekali Alya bangun dan dia sudah sibuk di dapur menyiapkan berbagai menu sarapan pagi untuk Gavin. Memang kini Alya sudah mahir bekerja di dapur. Kali ini dia sengaja menyiapkan sarapan pagi ala westren. Roti bakar, scramble eggs, salad sayur juga buah potong dan susu hangat. Gavin yang baru selesai mandi keluar kamar mengulum senyum sambil menatap hidangan yang tersaji di atas meja.“Wihh ... kita sarapan apa, Babe?” tanya Gavin sambil melirik ke berbagai hidangan yang ada di atas meja. Alya tidak menjawab namun, sudah tersenyum manis.Gavin segera duduk di kursi makan dan menarik Alya untuk mendekat ke arahnya. Gadis manis yang berstatus istrinya itu sudah duduk manis di pangkuan Gavin kini.“Temani sarapan, ya?” cicit Gavin sambil mengerling nakal. Alya kembali tertawa sambil menggelengkan kepala.“Genit banget sih, Mas,” protes Alya. Gavin hanya tersenyum dan sudah asyik menikmati sarapan dengan Alya di pangkuannya.Usai sarapan, tak lama mobil Alya dan Gavin sudah tampak ber
Alya diam sambil menatap Yeni tak berkedip. Memang seharusnya sebagai istri Yeni akan curiga dan menanyakan hal tersebut apalagi akhir-akhir ini Gavin semakin sering menghabiskan waktu dengan Alya daripada di rumah.“Memangnya kenapa? Kamu mencurigai Mas Gavin sekarang?” kata Alya bertanya dengan santainya.Yeni mendengus kesal sambil menatap tajam ke arah Alya. Alya balas menatapnya seakan tidak mau kalah dengan Yeni. Kemudian Yeni sudah menghela napas panjang dan membuangnya dengan perlahan.“Aku menyesal sudah berselingkuh dari Mas Gavin, Al. Aku akan semakin menyesal kalau tahu ternyata dia sudah memiliki wanita idaman lain. Ini memang salahku, tetapi aku sangat berharap kalau Mas Gavin tidak seperti itu,” urai Yeni.Alya hanya diam dan menatap Yeni dengan kesal.‘Makanya jangan disia-siain, nyesel kan jadinya. Gak kebayang gimana reaksi Yeni saat tahu akulah wanita idaman lain suaminya. Aku tunggu saja sampai kapan Mas Gavin menutupi semua ini,’ batin Alya.“Al ... kamu beneran g
Pukul lima sore, Alya sudah pulang lebih dulu. Kemarin Bu Aminah sudah menelepon dan berpesan agar pulang lebih sore. Hari ini jika sesuai rencana keluarga Rahman, pria yang dijodohkan dengan Alya akan melakukan lamaran. Alya sudah pasrah menerima apa pun yang diinginkan ibunya saat itu. Gara-gara ini juga akhirnya membuat Gavin mempercepat pernikahannya dengan Alya. Alya senang akhirnya dia sudah resmi menjadi istri Gavin, tetapi tetap saja mereka berdua harus berhadapan dengan Bu Aminah dan menjelaskan penolakan lamaran Rahman nantinya.“Syukurlah kamu sudah pulang, Al. Ayo, cepetan mandi. Sebentar lagi keluarga Rahman datang. Kamu pasti tidak mau terlihat belum siap saat mereka datang nanti,” pinta Bu Aminah.Alya hanya menganggukkan kepala, padahal Alya baru saja menjejakkan kakinya di ruang tamu. Tetapi ibunya sudah meminta untuk bergegas. Dengan lesu, Alya berjalan menuju kamarnya. Dia benar-benar gelisah dan mencoba menebak apa yang akan dilakukan Ga
“Bu ... aku pingin ngomong,” sahut Gavin kemudian.Bu Aminah terkejut dan menghentikan mondar mandirnya. Dia menoleh ke arah Gavin. Gavin tampak tersenyum dan berjalan mendekat ke arah Bu Aminah. Bu Aminah tampak bingung dengan Gavin kali ini. Tidak biasanya dia melihat Gavin bertampang aneh seperti ini. Wajahnya tampak tersenyum bahagia padahal beberapa hari lalu Yeni, istrinya datang ke rumah dan menceritakan tentang rencana perceraian mereka.Namun, kali ini tidak terlihat sama sekali raut sedih di wajah Gavin. Pria itu tampak ceria dan semringah. Bu Aminah terdiam saat Gavin sudah berdiri tepat di depannya.“Bu, aku ingin bicara penting dengan ibu,” lanjut Gavin bersuara.Bu Aminah termenung menatap Gavin, tampak sekali wajah kebingungan di raut tuanya itu.“Ada apa sebenarnya, Vin?” tanya Bu Aminah kemudian. Gavin diam tersenyum lagi kemudian sudah mengajak Bu Aminah untuk duduk mendekat ke arah Alya. Untung
Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude
Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen
Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se
Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.
“CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,
Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m
Sinar mentari pagi sudah menerobos masuk tanpa sopan menembus tirai kamar tempat Gavin terpulas. Matanya langsung mengerjap begitu sinar mentari yang hangat ini menyentuh tubuhnya. Dilihat ke samping kasur, sudah tidak ada Alya di sana. Gavin mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Gavin menyimpulkan kalau istri keduanya itu pasti sedang mandi.Gavin mengulum senyum sambil menyibak selimut dan memakai boxernya dengan sembarang. Gavin berjalan berjingkat menuju kamar mandi. Dia ingin meminta bonus tambahan kali ini ke sang Istri. Gavin selalu kecanduan jika sudah melakukan dengan Alya. Tubuh dan pesona Alya seakan terus menghipnotis dirinya dan tak bisa lepas begitu saja.CEKLEKTepat dugaan Gavin, Alya tidak mengunci pintu kamar mandi. Gavin mengulum senyum saat melihat siluet tubuh istrinya sedang berdiri di bawah shower tertutup tirai mandi. Seketika onderdil penting miliknya langsung berdiri menjulang siap menerjang kembali. Pelan Gavin berjalan mendeka
Alya tersenyum sambil menatap pria tampan di sampingnya yang sekarang sibuk mengendarai kendaraan mengurai kemacetan sore ini. Mobil Gavin sudah melaju cepat, tetapi sama sekali tidak mengarah ke rumah Bu Aminah ataupun apartemen mereka berdua. Gavin sudah mengarahkannya ke rumah mereka di tepi pantai yang terletak di luar kota.“Kita ke rumah pantai lagi, Mas?” Alya bertanya. Gavin mengangguk sambil tersenyum.“Iya, aku tidak ingin kamu cemas, Al. Lebih baik kamu beristirahat beberapa hari di sana sampai keadaan di kantor kondusif. Lagipula kerjaan di kantor bisa dihandle Rini dan Rendy,” urai Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum sambil manggut-manggut.“Terus Mas Gavin sendiri ke mana? Aku akan ditinggal sendiri di sana? Sama juga bohong dong, Mas,” dumel Alya sambil memajukan seluruh bibirnya ke depan. Gavin tersenyum. Gemas memperhatikan ulah istri mudanya itu.“Jangan khawatir, Babe. Aku temani, kok. Aku akan
Gavin sibuk memainkan kakinya. Dia gelisah karena operasi Putri belum juga usai. Sudah hampir pukul dua siang dan belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Sesekali Gavin menoleh ke arah Yeni yang tampak duduk terdiam sambil menyandarkan kepalanya ke dinding. Gavin tahu kalau Yeni juga sama gelisahnya dengan dia kali ini.Gavin berdiri hendak mendekat ke arah Yeni kemudian tiba-tiba lampu di atas pintu padam dan tak lama pintu terbuka. Gavin menghela napas lega saat melihat beberapa suster sudah mendorong ranjang tidur rumah sakit tersebut. Gavin dan Yeni bergegas mengikuti.“Bagaimana keadaannya, Sus? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Gavin penasaran. Suster hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar Gavin tenang.“Kita tunggu ya, Pak. Nanti setelah diobservasi baru tahu keadaan adek,” jawab suster itu diplomatis. Gavin mengangguk kemudian dia tiba-tiba menghentikan langkah tidak mengikuti dua suster dan Yeni yang mengiringi Putri tadi. Ponselnya sudah berdering nyaring dan Gavin te