“Mereka benar-benar pasangan yang serasi, ya,” ucap Agnes menatap ke arah Joel dan Gisella yang sedang menyapa tuan rumah di sana. Aeline beggerak menjauh dari kerumunan sambil mengambil satu gelas sampanye. Dia memilih di sudut ruangan yang cukup sepi. “Dia datang ke sini dengan tunangannya. Bahkan memakai dasi senada, padahal tadi Aerline menyarankan warna dasi lain pada Joel. Kalau dia memang akan datang bersama tunangannya, lalu kenapa harus berbohong padaku?” batin Aerline. Ini adalah balasan yang harus diterima Aerline. Cepat atau lambat, dia akan mengalami hal ini dan menyadari posisinya. Bagaimana pun, Aerline hanya wanita simpanan Joel yang tidak akan pernah terlihat sampai kapanpun juga. Aerline meneguk sampanye dalam diam, merasakan cairan itu mengalir melewati tenggorokannya seperti pengingat pahit akan kenyataan. Pandangannya tak bisa lepas dari Joel dan Gisella, yang tampak sempurna dalam balutan pakaian senada. Joel sedang berbincang dengan para tamu, sementara Gisel
Tok! tok! tok!“Ya, sebentar,” jawab Freyya berjalan membuka pintu apartemennya. Dia cukup terkejut melihat siapa yang berdiri di depan pintu.“Lin?” panggil Freyya.Aerline berjalan mendekati Freyya dan memeluk sahabatnya dengan perasaan sakit bukan main. Walau dia sadar, hal ini pasti terjadi, tetapi entah kenapa rasanya jauh lebih sakit dari yang dibayangkan.Freyya yang mengetahui apa yang terjadi, hanya diam dan mengelus punggung Aerline dengan lembut di sana.“Kita masuk, ya,” ucap Fretta membuat Aerline menganggukkan kepalanya.Freyya menutup pintu perlahan setelah Aerline masuk ke apartemennya. Ruangan itu hangat, namun suasana yang dibawa Aerline terasa berat, seolah setiap langkahnya meninggalkan jejak kesedihan. Freyya memandu Aerline menuju sofa di ruang tengah. “Duduklah dulu,” ujar Freyya lembut, sambil menuangkan segelas air untuk Aerline. Dia meletakkannya di meja dan duduk di sebelah sahabatnya.Aerline menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi matanya
“Kamu yakin akan masuk kerja?” tanya Freyya saat Aerline sudah bersiap dengan setelan kerjanya. Dia memakai pakaian milik Freyya yang memang seukuran dengannya.“Ya, aku akan masuk kerja. Gimana pun, aku tidak bisa terus menerus menghindar. Aku harus menghadapinya,” ujar Aerline. “Baiklah, kalau memang sudah merasa lebih baik,” ujar Freyya. “Ya, seharian kemarin aku sudah menenangkan diri. Dan kurasa, aku akan bisa dan sanggup menghadapinya sekarang,” ujar Aerline. “Apa rencanamu selanjutnya? Apa kamu akan kembali tinggal bersamanya?” tanya Freyya. “Tidak. Aku sudah pernah memutuskan kalau aku hanya tinggal di sana selama tiga hari. Lalu pindah ke sini,” ucap Aerline. “Ya, lebih baik begitu. Setidaknya, menjaga jaraklah, supaya Joel bisa lebih melihatmu,” ujar Freyya membuat Aerline terdiam. “Sarapan dulu sebelum berangkat. Aku sudah membuatkan roti panggang isi,” ujar Freyya. Mereka pun berjalan menuju mini bar dan duduk berhadapan. Aerline melihat piring berisi roti panggang
Aerline membuka laptopnya, jemarinya dengan cekatan mengetikkan beberapa dokumen yang perlu disiapkan untuk meeting Joel bersama Manager. Tatapannya fokus, sesekali dia memeriksa ulang setiap detail untuk memastikan semuanya sempurna. Setelah selesai, dia menekan tombol *print* dan mendengar suara lembut printer yang mulai bekerja.Tumpukan kertas hasil cetakan segera ia ambil, lalu ia beranjak dari kursinya. Langkah Aerline terarah menuju ruang fotokopi, sebuah ruangan kecil yang terletak di sisi kosong dekat gudang kantor. Suasana di sana terasa sepi, hanya terdengar bunyi halus pendingin ruangan dan deru mesin penghancur kertas yang baru saja digunakan oleh seseorang.Aerline menyalakan mesin fotokopi dan mulai menggandakan dokumen-dokumen yang tadi diprint. Sambil menunggu, pikirannya sedikit melayang ke kejadian saat Joel bersama Gisella yang tampak serasi. Hal itu, seakan membuat Aerline sadar, kalau Joel lebih cocok dengannya dibanding dengan Aerline. “Apa kamu akan terus men
“Hei, Lin. Ada apa denganmu? kedua matamu sembab, apa kamu habis menangis?” tanya Agnes. “Aku baik-baik saja,” jawab Aerline di sana. “Aku hanya merasa sedih saja.” “Apa kamu ada masalah? katakanlah, jangan memendamnya sendiri,” ucap Agnes. “Bukan hal besar. Hanya merasa kecewa karena orang yang sangat kupercaya membohongiku,” ucap Aerline.Agnes menatap Aerline dengan penuh perhatian. Ia bisa melihat dengan jelas bahwa ada sesuatu yang mengganggu temannya. Meski Aerline mencoba tersenyum, matanya yang sembab dan wajah yang tampak lelah mengkhianati perasaan yang sebenarnya."Lin, kamu tahu kan aku selalu ada buat kamu? Kalau kamu mau cerita, aku siap mendengarkan," ujar Agnes lembut, mencoba membuat Aerline merasa nyaman.Aerline menghela napas panjang, pandangannya menerawang ke arah jendela. "Bukan hal besar, Agnes. Aku hanya... kecewa," ucapnya dengan nada datar, meskipun rasa sakit di hatinya terdengar jelas dalam suaranya.Agnes mengerutkan alis. "K
“Saya, batalkan pembeliannya,” ujar Gisella yang bergegas pergi dari sana meninggalkan Kyle. Pelayan di sana dibuat terkejut dan hanya bisa melihat kepergian Gisella. “Nona Gisella, tunggu! Apa anda sangat handal menghindar? Bahkan tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di malam itu,” ujar Kyle masih mengejar Gisella. “Apa yang harus aku pertanggungjawabankan? Itu terjadi, karena kita sama-sama mabuk,” ujar Gisella masih terus berjalan cepat, berharap Kyle pergi. Kyle menghentikan langkahnya dan menatap punggung Gisella dengan tatapan tajam. “Kamu pikir itu alasan yang cukup? Mengabaikan semuanya hanya karena kita mabuk?”Gisella menghentikan langkahnya, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Kyle. “Lalu apa yang kamu mau dariku, Tuan Kyle? Penyesalan? Permintaan maaf? Atau... tanggung jawab seperti yang kamu katakan?” tanya Gisella dengan kesal. Kyle mendekat, nadanya berubah lebih lembut. “Aku hanya ingin kita bicara, Nona. Bukan seperti ini, terus menghindar
“Baru pulang?” tanya Freyya yang ternyata sedang sibuk di dapur saat Aerline sampai di apartemen. “Ya. Apa yang sedang kamu lakukan, Frey?” tanya Aerline berjalan perlahan mendekati dapur. “Aku sedang menghancurkan dapur. Apa kamu tidak lihat kalau aku sedang memasak!” ucap Freyya dengan mendengus. Aerline terkekeh di sana. “Sensi amat, Bu… ““Pergilah mandi, aku akan siapkan makan malam untuk kita berdua,” ujar Freyya. “Oke.”Aerline tersenyum kecil mendengar jawaban Freyya yang ketus tapi hangat. Freyya selalu seperti itu, penuh kehebohan tapi diam-diam peduli. Langkah Aerline melambat sejenak saat melihat kekacauan di dapur, tepung yang tumpah, beberapa alat masak berserakan, dan aroma masakan yang entah berhasil atau gagal tercium samar-samar.“Jangan terlalu lama mandinya, nanti makan malamnya dingin!” seru Freyya dari dapur sambil mengaduk sesuatu di wajan.Aerline hanya mengangguk sambil melangkah ke kamar mandi. Setelah hari yang panjang dan emosional, suara dan kehadiran
“Apa yang kamu lakukan di rumahku?” tanya Joel merasa kesal karena kehadiran Bailee di sana. Ibu tiri Joel itu berjalan masuk dengan langkah angkuh memasuki rumah Joel. “Apa seperti itu, kamu menyapa ibumu?” tanya Bailee. Joel menatap Bailee dengan sinis. “Kalau tidak ada hal penting. Keluar!” usir Joel tanpa belas kasih. “Kamu selalu saja bersikap dingin padaku, Joel. Padahal dulu kita sangat dekat,” ujarnya dengan seringai. “Keluar!” usir Joel. “Ada jadwal untuk bertemu wedding organizer dan persiapan foto pra wedding dengan Gisella. Luangkanlah waktumu,” ujar Bailee. “Aku sibuk!”“Sibuk berkencan maksudmu?” ujar Bailee tersenyum meremehkan Joel. Bailee mengayunkan kakinya dengan santai, duduk di sofa ruang tamu Joel seolah rumah itu miliknya. Wajahnya tidak menunjukkan rasa terganggu oleh sikap dingin putra tirinya.“Kamu memang keras kepala seperti ayahmu,” kata Bailee dengan nada menyindir. “Tapi ingat, Joel, pernikahanmu dengan Gisella ini bukan hanya untukmu. Ini tenta
“Apa kamu butuh sesuatu?” tanya Lyman saat sampai di apartemen Aerline. “Tidak, Bang. Aku mau istirahat, makasih ya sudah anterin aku pulang,” ujar Aerline dengan nada lemah. Lyman tersenyum dan mengusap kepala Aerline dengan lembut. “Kamu gadis yang tangguh,” ucapnya membuat Aerline tersenyum manis di sana. “Istirahatlah, kalau butuh sesuatu langsung hubungi Abang,” ujarnya membuat Aerline menjawab dengan anggukan kepalanya. “Lin, menurut Abang, tindakanmu sudah tepat untuk menjauh dari Joel demi berhenti menyakiti dirimu sendiri. "It's another level of pain, but you will find peace eventually." ucap Lyman dengan lembut dan Aerline hanya tersenyum manis di sana. “Makasih, Abang. Aku merasa memiliki keluarga di sini berkat Abang,” ujar Aerline tersenyum di sana. “Ya, sama-sama,” jawab Lyman. “Lin!” teriak seorang wanita yang muncul di lorong apartemen membuat mereka berdua menoleh ke sumber suara dan itu a
Aerline sedang menatap keluar jendela kamarnya di ruang rawat. Leon harus pergi ke kantor dan bekerja setelah libur akhir tahun dan Lyman sedang keluar sebentar. Wanita itu masih tidak mau membuka pesan dari Joel, dia masih ingin menahan diri tanpa ingin mendengar alasan apa pun dari pria itu. Jujur saja, Aerline takut luluh dan kembali memberi kesempatan lagi pada Joel. Karena bagaimana pun, hatinya selalu lemah saat berhadapan dengan Joel. “Khem... “ Aerlie merasa tenggorokannya sakit dan kehausan. Dia mengambil botol minumnya yang ternyata kosong. Dia melihat ke arah dispenser yang ada di dekat televisi dan cukup jauh dari posisinya. Wanita itu pun menurunkan kedua kakinya ke bawah brankar dan turun perlahan. “Ugh!” dia meringis saat kepalanya terasa berputar. Ya, selama di rumah sakit, Aerline tidak bisa tidur sama sekali. Membuat darahnya semakin rendah dan kepalanya terasa sangat berat. Wanita itu berjalan per
“Lin?” Lyman masuk ke dalam ruang rawat Aerline. “Bang?” jawab Aerline melihat ke arah Lyman. Lyman berjalan mendekati Aerline yang duduk terbaring di atas ranjang rumah sakit. “Kenapa malam itu tidak tunggu Abang sih?” tanya Lyman terlihat begitu khawatir. “Aku baik-baik saja, Bang,” ujar Aerline di sana. “Kamu itu,” ucap Lyman sampai tidak bisa berkata apa-apa. “Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Abang sangat mencemaskanmu, Lin. Semalaman Abang keliling cari kamu,” ucap Lyman. “Maaf, Bang.” “Kalau terjadi sesuatu padamu, bagaimana Abang jelasin ke Kaivan? Kamu berharga untuk keluargamu, Lin. Jangan merasa sendiri, Abang di sini untuk jaga kamu,” ucap Lyman mengusap kepala Aerline dengan lembut.Aerline menunduk, merasa hangat mendengar kata-kata Lyman. Dia tidak menyangka Lyman begitu peduli padanya, bahkan rela mencari dirinya sepanjang malam."Maafkan aku, Bang. Aku nggak bermaksud bikin abang khawat
“Um... “ Aerline perlahan membuka matanya dan melihat sekeliling ruangan. Dia meringis kecil sambil memegang kepalanya yang terasa berat. Dia menoleh ke arah punggung tangannya yang dipasang infusan di sana. “Apa aku ada di rumah sakit?” gumamnya berusaha mengingat apa yang terjadi. “Kamu sudah siuman, Lin?” pertanyaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara dan melihat sosok Leon di sana dan terlihat pria itu baru saja terbangun dari tidurnya. “Leon?” tanya Aerline. “Aku melihatmu pingsan dan tergeletak di pinggir jalan. Jadi, aku bawa kamu ke rumah sakit, menurut dokter kamu terkena usus buntu dan harus segera di operasi,” jawab Leon. “Operasi?” Aerline mengernyitkan dahinya. “Ponselmu mati, jadi aku tidak punya pilihan lain selain menandatangani surat persetujuannya. Aku sangat khawatir padamu,” ucap Leon. Aerline tersenyum di sana. “Terima kasih, Leon. Berkatmu, aku bisa selamat,” ujarnya
“Apa semuanya sudah sesuai?” tanya Aerline pada pelayan di restoran yang sudah dia booking jauh-jauh hari untuk acara ulang tahun Joel. Dia ingin memberikan kejutan spesial untuk Joel. “Semua sudah disiapkan dengan sangat baik, Nona. Kami hanya tinggal menunggu kode dari anda,” ucap pelayan itu. “Baiklah, terima kasih.” Aerline tersenyum lebar di sana. “Kalau begitu, saya permisi,” pamit pelayan tersebut. Aerline merapikan gaun cantik yang dikenakannya. Dia sengaja memakai gaun warna violet, karena menurut Joel, dia selalu cantik kalau memakai warna itu. Wanita itu duduk di kursi sambil melihat jam tangannya. “Masih ada 20 menitan lagi sampai Joel datang. Astaga, aku deg-degan sekali. Semoga saja, acaranya berjalan dengan lancar,” gumam Aerline tersenyum lebar. Dia sengaja membooking area rooftop sebuah restoran untuk merayakan ulang tahun Joel. Dia juga sudah menyiapkan beberapa kejutan kecil, di mana mereka akan memotong kue
“Jangan lupa dengan wine yang akan jadi pelengkap makan malam kita,” ucap Joel.“Aku akan mengambilkan wine kualitas terbaik, sebentar.” Tambah pria itu berlalu pergi dari sana meninggalkan Aerline yang masih menikmati makanannya.Joel kembali beberapa saat kemudian dengan sebotol wine berlabel premium di tangannya. “Ini dia, wine terbaik untuk melengkapi makan malam kita,” ucapnya sambil tersenyum.Aerline menatap botol itu dengan kagum. “Kamu benar-benar mempersiapkan semuanya dengan sempurna, Joel. Aku terkesan.”Joel hanya tersenyum kecil sambil membuka botol wine tersebut dengan anggun. Ia menuangkan wine ke dua gelas, lalu menyerahkan salah satunya kepada Aerline. “Untuk malam yang tidak akan pernah kita lupakan.”Aerline menerima gelas itu sambil menatap Joel dengan lembut. “Untuk malam ini, dan untuk kita,” ujarnya sambil mengangkat gelasnya untuk bersulang.Mereka berdua menyeruput wine itu dengan perlahan, menikmati rasa anggur yang lembut dan kaya. Angin pantai yang sepoi-s
“Wah, apakah ini vila yang kamu maksud?” tanya Aerline saat dia menuruni mobil dan melihat suasana vila di bibir pantai. “Ya, ini adalah vila pribadi. Aku sengaja membookingnya. Jadi, tidak akan ada orang lain lagi selain kita berdua di sini,” ucap Joel memeluk Aerline dari belakang. Wanita itu tersenyum hangat dan memegang tangan Joel yang melingkar di perutnya."Tempat ini indah sekali, Joel," ucap Aerline, memandang hamparan pantai dengan pasir putih yang berkilauan diterpa sinar matahari. Suara ombak yang tenang dan angin laut yang sejuk memberikan suasana damai yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Joel menunduk sedikit, menyandarkan dagunya di bahu Aerline. "Aku ingin kamu merasa tenang dan melupakan semua beban yang ada," ucapnya lembut.Aerline menolehkan wajahnya sedikit, menatap Joel dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Joel. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Ini lebih dari cukup."Joel melepaskan pelukan itu perlahan, mengambil tangan Aerline dan membawanya ma
“Kamu masih marah padaku?” tanya Joel mendekati Aerline yang masih kerja di meja kerjanya. Hari sudah malam, semua rekan kerjanya sudah pulang lebih dulu. Sedangkan Aerline harus lembur karena sempat tidak masuk, membuat pekerjaannya cukup menumpuk. Wanita itu menengadahkan kepalanya dan menatap Joel di depannya. "Aku tidak marah padamu, Joel,” jawab Aerline. “Aku paham posisimu, dan aku coba mengerti.” “Tapi kamu terus menghindariku seharian ini, apa kamu akan terus bersikap begitu? Padahal aku sangat merindukanmu,” ujar Joel yang duduk dihadapan Aerline sambil memegang tangan wanita itu. “Akhir-akhir ini, hubungan kita semakin renggang dan jauh, aku sangat merindukanmu.” Joel tersenyum di sana.Aerline menarik tangannya perlahan dari genggaman Joel, lalu menghela napas dalam-dalam. Ia menatap Joel dengan sorot mata yang bercampur antara lelah dan keraguan.“Joel, aku tidak menghindarimu,” ucapnya pelan, suaranya terdengar
“Aerline… “Semua rekan kerjanya kembali menyambut kedatangannya di kantor setelah tidak masuk kerja selama tiga hari. “Kamu baik-baik saja, Lin?” tanya Lita. “Kamu sakit apa sebenarnya? Kami khawatir banget, tau.” Kali ini Agnes yang berbicara. “Sakit asam lambung,” jawab Aerline tidak mengatakan yang sebenarnya kalau dia sakit Gerd. Aerline berusaha tersenyum pada rekan-rekannya yang tampak benar-benar khawatir. “Maaf ya, bikin kalian khawatir. Aku sudah lebih baik sekarang,” katanya sambil menepuk bahu Lita dengan lembut.“Kamu harus lebih jaga kesehatan, Lin,” ujar Maya dengan nada penuh perhatian.“Iya, jangan terlalu memaksakan diri di kantor,” tambah Agnes, menatap Aerline dengan pandangan serius.Aerline mengangguk kecil. “Aku akan lebih hati-hati. Terima kasih sudah peduli,” jawabnya tulus. Meski mencoba terdengar ringan, hatinya sedikit berat karena tahu mereka tidak mengetahui sepenuhnya apa yang ia alami belakangan ini.“Ngomong-ngomong, Leon nyariin kamu tadi pagi,”