“Baru pulang?” tanya Freyya yang ternyata sedang sibuk di dapur saat Aerline sampai di apartemen. “Ya. Apa yang sedang kamu lakukan, Frey?” tanya Aerline berjalan perlahan mendekati dapur. “Aku sedang menghancurkan dapur. Apa kamu tidak lihat kalau aku sedang memasak!” ucap Freyya dengan mendengus. Aerline terkekeh di sana. “Sensi amat, Bu… ““Pergilah mandi, aku akan siapkan makan malam untuk kita berdua,” ujar Freyya. “Oke.”Aerline tersenyum kecil mendengar jawaban Freyya yang ketus tapi hangat. Freyya selalu seperti itu, penuh kehebohan tapi diam-diam peduli. Langkah Aerline melambat sejenak saat melihat kekacauan di dapur, tepung yang tumpah, beberapa alat masak berserakan, dan aroma masakan yang entah berhasil atau gagal tercium samar-samar.“Jangan terlalu lama mandinya, nanti makan malamnya dingin!” seru Freyya dari dapur sambil mengaduk sesuatu di wajan.Aerline hanya mengangguk sambil melangkah ke kamar mandi. Setelah hari yang panjang dan emosional, suara dan kehadiran
“Apa yang kamu lakukan di rumahku?” tanya Joel merasa kesal karena kehadiran Bailee di sana. Ibu tiri Joel itu berjalan masuk dengan langkah angkuh memasuki rumah Joel. “Apa seperti itu, kamu menyapa ibumu?” tanya Bailee. Joel menatap Bailee dengan sinis. “Kalau tidak ada hal penting. Keluar!” usir Joel tanpa belas kasih. “Kamu selalu saja bersikap dingin padaku, Joel. Padahal dulu kita sangat dekat,” ujarnya dengan seringai. “Keluar!” usir Joel. “Ada jadwal untuk bertemu wedding organizer dan persiapan foto pra wedding dengan Gisella. Luangkanlah waktumu,” ujar Bailee. “Aku sibuk!”“Sibuk berkencan maksudmu?” ujar Bailee tersenyum meremehkan Joel. Bailee mengayunkan kakinya dengan santai, duduk di sofa ruang tamu Joel seolah rumah itu miliknya. Wajahnya tidak menunjukkan rasa terganggu oleh sikap dingin putra tirinya.“Kamu memang keras kepala seperti ayahmu,” kata Bailee dengan nada menyindir. “Tapi ingat, Joel, pernikahanmu dengan Gisella ini bukan hanya untukmu. Ini tenta
“Jadi, aku sebrengsek itu di matamu?” Aerline terkejut saat mendengar bisikan seseorang di belakangnya. Dia langsung membalikkan badannya dan melihat Joel berdiri di belakangnya. “Joel? Apa yang kamu lakukan di sini? Pergilah, nanti ada yang lihat. Kita lagi ada di kantor,” ujar Aerline melihat kanan dan kiri dengan khawatir. “Kenapa begitu gelisah? Memangnya kenapa kalau ketahuan?” goda Joel. “Apa kamu akan memakiku lagi?” Aerline merasa tubuhnya membeku, otaknya berputar cepat mencoba mencari alasan atau cara untuk keluar dari situasi ini. "Joel, aku nggak bermaksud... Maksudku, voice note itu... Aku... Aku mabuk waktu itu!" katanya terbata-bata, wajahnya memerah.Joel menyeringai kecil, tangannya dimasukkan ke saku celananya dengan santai. "Oh, jadi kalau mabuk, semua hal yang kamu sembunyikan keluar begitu saja, ya?" tanyanya dengan nada yang menggoda namun matanya tajam mengamati reaksi Aerline.Aerline menelan ludah, hatinya semakin kalut.
“Sebenarnya apa yang tadi dimaksud Leon, ya. Dia tidak melihat dan mendengar apa pun, kan?” batin Aerline merasa terusik dengan apa yang dikatakan Leon tadi. “Sudahlah, mungkin hanya salah paham. Sebaiknya aku kembali fokus bekerja,” gumamnya mulai fokus menatap layar laptop di depannya. Aerline berusaha mengalihkan pikirannya dari ucapan Leon yang menggantung dan penuh tanda tanya. Namun, rasa penasaran tetap membayang di benaknya, membuatnya sulit benar-benar fokus. Dia mengetik beberapa baris dokumen di laptopnya, tapi pikirannya terus berputar pada kemungkinan-kemungkinan yang dimaksud Leon.“Apa dia mendengar sesuatu waktu aku bicara dengan Joel tadi? Atau… apa mungkin dia benar-benar tahu?” Aerline bergumam pelan, menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Dia merasa bahwa Leon bukan tipe orang yang bicara sembarangan. Jika dia mengatakan sesuatu, pasti ada alasan di baliknya.Namun, Aerline menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. "Fokus, Aerl
“Mau makan di rumah atau makan di luar?” tanya Joel. “Karena masih sore, kita maka di rumah aja,” ujar Aerline. “Okey. Kalau gitu, kita belanja bahannya dulu. Kebetulan, aku belum belanja bahan masakan,” ucap Joel. “Okay.”Joel menyetir mobilnya menuju salah satu swalayan untuk membeli bahan masakan. Di swalayan, mereka berdua berjalan santai menyusuri lorong-lorong penuh dengan barang kebutuhan. Aerline melihat deretan bahan masakan di kanan kirinya, sementara Joel mendorong keranjang belanja.“Apa yang mau dimasak nanti?” tanya Joel sambil menatap beberapa sayuran segar yang tersusun rapi di rak.“Mungkin pasta dengan saus creamy atau sup ayam, gimana menurutmu?” Aerline bertanya balik sambil memilih tomat yang masih segar.“Pasta sounds good. Tapi tambahin salad biar lebih seimbang,” usul Joel sambil mengambil sekantong lettuce dan wortel.Aerline tersenyum, “Oke, setuju. Jangan lupa beli keju parmesan sama susu untuk sausnya.”Mereka melanjutkan belanja dengan suasana santai,
Aerline membuka matanya saat cahaya matahari menerobos masuk ke celah jendela kamar. Wanita itu menyadari kalau dia sedang tidur dalam dekapan hangat Joel. Aerline tidak sangka, semalam mereka tidak melakukan apa pun selain tidur bersama. Joel terlihat berusaha menahan dirinya. Padahal awalnya, Aerline berpikir, Joel hanya ingin melakukan hubungan intim dengannya. Tetapi ternyata diluar dugaan, pria itu tidak melakukan apapun, selain tidur dengan memeluk Aerline. Aerline menghela napas pelan, mencoba memahami perasaannya sendiri. Ia merasa canggung, namun sekaligus terenyuh dengan sikap Joel semalam. Pria itu benar-benar telah berubah, setidaknya untuk kali ini, dia membuktikan bahwa tindakannya sejalan dengan ucapannya.Aerline menggerakkan tubuhnya perlahan, berusaha tidak membangunkan Joel. Namun, gerakan kecilnya membuat pria itu menggeliat pelan. Mata Joel perlahan terbuka, dan senyuman lembut langsung menghiasi wajahnya saat ia melihat Aerline.“Pagi, Sayang,” bisik Joel denga
“Joel, kita sudah di kantor,” ujar Aerline memperingati pria yang saat ini berjalan di sampingnya sambil menggenggam tangan Aerline menuju lift. “Memangnya kenapa? Aku masih ingin bermesraan denganmu,” ucap Joel dengan santai. Bukan Aerline tidak mau. Dia juga mau, bahkan dia ingin seluruh dunia tau tentang hubungan mereka. Tapi situasinya berbeda, Aerline adalah wanita Selingkuhan Joel. Bagaimanapun, akan terjadi huru-hara kalau sampai hubungan mereka tersebar. “Aku tidak mau ada yang lihat,” protes Aerline. “Tidak ada siapapun di sini. Jadi tenang saja,” ucap Joel tersenyum merekah. Aerline hanya bisa menghela napas panjang sambil melirik ke sekeliling, memastikan tidak ada orang yang melintas. Namun, tangannya tetap digenggam erat oleh Joel, seolah pria itu sengaja memperlihatkan betapa ia tidak peduli dengan risiko yang mungkin mereka hadapi."Joel, aku serius. Kalau sampai ada yang melihat, aku yang akan menanggung akibatnya," bisik Aerline dengan nada setengah memohon.Joel
Tok! Tok! Tok! Aerline yang sedikit termenung karena perkataan Leon tadi terkejut dengan suara itu. Dia mengangkat kepalanya dan cukup terkejut saat melihat Gisella di sana. “Ah, ada yang bisa saya bantu?” tanya Aerline segera berucap. “Dimana, Joel?” tanya Gisella tanpa basa-basi. “Pak Joel-”“Ada apa kamu datang kemari?” tanya Joel di saat itu, dia muncul dan membuat mereka berdua menoleh ke arah Joel. “Aku ingin bicara denganmu, Joel,” ujar Gisella. “Masuk ke ruanganku,” ujar Joel berlalu pergi dan Gisella mengikutinya. Saat mereka masuk ke dalam ruangan, kaca jendela mereka diburamkan hingga Aerline tidak bisa melihat ke dalam ruangan. Aerline mengalihkan pandangannya dan malah bertemu dengan tatapan Leon yang juga sedang berada di ruangan itu dan menyaksikan hal itu. Aerline yang tidak Ingin dikasihani pun segera memalingkan wajahnya. Dan berusaha fokus dengan pekerjaannya. Di dalam ruangan, Gisella duduk di sofa dan berhadapan dengan Joel. “Kebetulan, ada yang ingin a
“Bagaimana kondisinya, Bang Richard?” tanya Aerline langsung menghampiri Richard yang baru saja keluar ruang operasi. “Perluru di tubuhnya sudah berhasil dikeluarkan dan pendarahan yang terjadipun sudah berhasil di tangani. Tetapi, karena terlalu banyak kehilangan darah, kondisinya masih belum stabil dan masih kritis. Kami akan membawa pasien ke ruang ICU,” jelas Richard di sana.Aerline menelan ludah dengan berat, mencoba menahan emosinya yang hampir meledak. “K-kritiskah?” tanyanya dengan suara bergetar, matanya yang merah menatap penuh harap pada Richard.Richard mengangguk perlahan. “Iya, tetapi kita sudah melewati tahap paling genting di ruang operasi. Sekarang tinggal bagaimana tubuh Joel merespons perawatan berikutnya di ICU.” Kaivan yang berada di samping Aerline, meremas bahu adiknya dengan lembut untuk memberinya kekuatan. “Kamu dengar sendiri, Lin? Operasinya berhasil. Itu langkah besar,” ucapnya mencoba menenangkan Aerline.Namun, Aerline masih sulit m
“Joel, bertahanlah, kumohon... “ Aerline terus memegang tangan Joel yang saat ini berada di atas brankar rumah sakit. Para perawat berjalan cepat sambil mendorong brankar yang ditempati Joel, tangan Aerline yang penuh dengan darah, tidak kunjung terlepas dari tangan Joel. “Kumohon bertahanlah, Joel. Jangan tinggalkan aku,” isaknya.Aerline tak bisa menghentikan tangisnya, suara isakan yang keluar dari tenggorokannya begitu dalam dan penuh penderitaan. Semua yang ada di sekelilingnya seolah menghilang, hanya ada Joel, dan ia ingin sekali menyelamatkannya, meski ia tahu ini adalah hal yang di luar kekuatannya.Mereka sampai di ruang gawat darurat, dan para dokter segera bergerak cepat, memindahkan Joel ke meja perawatan. Aerline dipaksa untuk mundur, namun tangannya tetap terulur, berharap ada sesuatu yang bisa menghubungkannya dengan Joel, yang kini terbaring lemah.Seorang dokter mendekat, mencoba menenangkan Aerline. “Coba tenang, Nona. Kami akan melakuk
“Pak, apa ini masih lama?” tanya Aerline begitu gelisah sambil melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Ya, sejak kemarin dia terus merasa bimbang, sampai akhirnya dia memutuskan untuk menemui Joel dan bicara kembali. Ini adalah kesempatan terakhir dari Aerline untuk perasaannya sendiri. Kalau, sekarang situasi kembali seperti sebelumnya, dia memutuskan untuk menyerah walau sebenarnya hatinya masih begitu keras kepala dan ingin terus bersama Joel. “Sepertinya ada perbaikan jalan di depan sana,” ucap sopir taksi. Aerline menyesal karena tidak memakai ojeg online. “Kalau begitu saya turun di sini saja, Pak,” ucap Aerline. “Saya tahu jalan alternatif, Bu. Kalau buru-buru, saya akan coba ambil jalan itu,” ucapnya. “Boleh, Pak, terima kasih.”Aerline membuka tasnya dan mengeluarkan ponsel, mengetikkan pesan singkat kepada Lyman untuk memberi tahu bahwa dia akan segera menuju bandara. Rasanya berat sekali, tetapi dia tahu ini a
“Kok cepet banget udah balik?” tanya Lyman saat Joel sudah kembali ke apartemen temannya itu. Di sana juga ada Richard yang sedang duduk dan bermain kartu dengan Lyman. Mereka sama-sama memperhatikan Joel yang menghela napas panjang sambil duduk di sofa. “Kalian udah bicara? Kaivan sudah kasih izin, loh,” ucap Richard menimpali. “Dia gak mau bicara padaku dan memilih menghindar,” jawab Joel. “Dia benar-benar sudah menyerah padaku dan memutuskan untuk berkomunikasi lagi denganku,” Lyman dan Richard saling bertukar pandang. Keduanya memahami situasi sulit yang sedang dialami Joel, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Mereka tahu betapa keras kepala Joel dalam mempertahankan perasaannya untuk Aerline."Ya, setidaknya kamu udah coba, bro," ujar Lyman mencoba menenangkan. "Kalau dia butuh waktu atau emang gak bisa lagi, mungkin kamu harus belajar nerima."Joel menyandarkan punggungnya ke sofa, menatap langit-langit apartemen dengan pandanga
Aerline masih membeku di tempatnya saat Joel berjalan mendekatinya. Wanita itu merasa ini hanya khayalannya saja, tetapi sosoknya begitu nyata, bahkan debaran jantungnya berdebar sangat cepat sekali. “Hei...” sapa Joel saat sudah berdiri di hadapan Aerline yang masih menatapnya dengan tatapan terkejut. “Joel?” gumamnya. Joel tersenyum canggung di sana. Dan situasinya semakin menegangkan, tatapan keduanya menyiratkan kerinduan yang begitu mendalam. “Aku udah izin sama Abangmu, katanya tidak boleh lebih dari jam sembilan,” ucap Joel membuka suaranya sambil melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. “Masih ada waktu satu jam lagi.” Joel kembali melihat ke arah Aerline di hadapannya. “Apa kamu bisa memberiku waktu untukku, Aerly?” tanya Joel. Aerline memalingkan wajahnya, tanpa mengatakan apa pun dia berjalan mendekati bibir pantai. Dia masih berpikir, kalau sosok Joel hanya halusinasinya saja.Namun, langkah Aerl
Tiga Bulan Kemudian... Aerline tidak menyangka kalau dia akan melewati waktu selama ini dengan segala kesibukannya bekerja, tanpa mengenal lelah dan waktu. Dia ingin seluruh pikirannya, hanya terfokus pada apa yang sedang dia kerjakan sekarang, walau terkadang, dia merasa lelah dan kembali teringat tentang sosok Joel. Kadang, dia ingin sekali bertanya pada Kaivan, apa mereka benar-benar menikah. Atau dia ingin bertanya pada Lyman, bagaimana kabar Joel di sana, apa dia sehat, apa dia bahagia. Sayangnya, Aerline sudah bertekad untuk benar-benar menghilangkannya dari pikiran, walau sangat sulit untuk menghilangkan nama Joel dari hatinya. Saat ini, Aerline sedang berjalan seorang diri menyusuri bibir pantai dengan menenteng tas tangannya. Sepulang meeting di luar kantor dengan klien, dia memutuskan untuk berjalan-jalan ke pantai dan menikmati waktu kesendiriannya. Aerline berjalan menyusuri dermaga yang terbuat dari kayu, berjalan sampai ke bagian u
“Gimana hari pertamamu, Lin?” tanya Kaivan sambil bersandar di pintu. Ini sudah jam pulang dan sebagian rekan kerjanya sudah pulang.Aerline menoleh dan tersenyum kecil. “Lelah, tapi aku menikmatinya.”“Bagus. Itu yang penting,” ujar Kaivan dengan bangga.Hari pertama Aerline di kantor berakhir dengan perasaan lega dan puas. Meski masih banyak yang harus dipelajari, dia tahu bahwa dia sudah mengambil langkah besar untuk keluar dari masa-masa sulitnya. Malam itu, saat dia pulang ke rumah, Aerline merasa lebih percaya diri dan penuh harapan untuk hari esok.“Kalau sudah selesai, ayo pulang. Kebetulan Khayra masak banyak, kamu makan malam di rumah Abang saja,” ucap Kaivan.“Dalam rangka apa nih?” tanya Aerline.“Tidak ada, hanya makan malam bersama saja,” jawabnya tersenyum merekah.“Baiklah.” Aerline membereskan meja kerjanya, mematikan laptop dan memasukkan ponsel ke dalam tas tangannya, Kemudian dia bangkit dari duduknya.“Yuk, Bang.”Kaivan mengangguk dan berjalan di samping Aerline
Aerline berdiri di depan cermin besar di sudut kamarnya. Matanya menatap lekat pantulan dirinya, seolah mencari keyakinan di balik sosok yang tampak elegan namun sedikit gelisah. Kemeja putih dengan potongan simpel yang dipadukan blazer abu-abu terang membalut tubuhnya, memberikan kesan profesional yang biasa dia kenakan saat bekerja bersama Joel. Ya, sekali lagi nama Joelio terlintas di kepalanya.Dia menghela napasnya sambil merapikan helaian rambut yang tergerai di bahunya, memastikan setiap detail terlihat sempurna. Sepatu hak rendah yang berwarna senada dengan blazernya sudah siap di kaki. Aerline menarik napas panjang, mencoba menenangkan debaran di dadanya."Memulai aktivitas baru. Ya, aku harus fokus dan bisa beradaptasi dengan baik," gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam di ruangan yang sunyi. "Aku bisa melakukannya."Namun, di balik senyum tipis yang ia coba paksakan, ada perasaan ragu yang tak bisa sepenuhnya ia hilangkan. Apakah dia cukup mampu? Apa
“Jadi, harus kembali sekarang?” tanya Aerline yang saat ini berada di bandara mengantar Leon untuk kembali. “Ya, aku harus kembali sekarang. Aku harap Mr. Hainer memberiku tambahan cuti, sayangnya sejak kemarin dia terus menghubungiku,” keluh Leon dengan ekspresi berpura-pura sebal membuat Aerline tersenyum di sana. “Ya, jangan sampai kamu jadi pengangguran karena aku,” kekeh Aerline. “Mungkin aku bisa numpang hidup padamu, Nona besar,” goda Leon. Aerline terkekeh di sana. “Tapi aku tidak biasa memelihara seorang pria.”Leon tertawa kecil mendengar jawaban Aerline, lalu mengangkat bahu seolah tidak tersinggung. “Kamu benar, aku terlalu mahal untuk dipelihara,” balasnya dengan nada bercanda, membuat Aerline menggeleng pelan.“Tapi, serius, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk menemaniku. Rasanya seperti recharge penuh sebelum kembali ke rutinitas,” ujar Leon dengan nada tulus.Aerline tersenyum lembut. “Sama-sama. Aku juga senang b