“Jadi, aku sebrengsek itu di matamu?” Aerline terkejut saat mendengar bisikan seseorang di belakangnya. Dia langsung membalikkan badannya dan melihat Joel berdiri di belakangnya. “Joel? Apa yang kamu lakukan di sini? Pergilah, nanti ada yang lihat. Kita lagi ada di kantor,” ujar Aerline melihat kanan dan kiri dengan khawatir. “Kenapa begitu gelisah? Memangnya kenapa kalau ketahuan?” goda Joel. “Apa kamu akan memakiku lagi?” Aerline merasa tubuhnya membeku, otaknya berputar cepat mencoba mencari alasan atau cara untuk keluar dari situasi ini. "Joel, aku nggak bermaksud... Maksudku, voice note itu... Aku... Aku mabuk waktu itu!" katanya terbata-bata, wajahnya memerah.Joel menyeringai kecil, tangannya dimasukkan ke saku celananya dengan santai. "Oh, jadi kalau mabuk, semua hal yang kamu sembunyikan keluar begitu saja, ya?" tanyanya dengan nada yang menggoda namun matanya tajam mengamati reaksi Aerline.Aerline menelan ludah, hatinya semakin kalut.
“Aerline, kamu tolong wakilkan Kakak untuk memenuhi undangan pertunangan Joel.” Dan di sinilah gadis itu berada, di acara pertunangan mantan kekasih yang masih sangat dicintainya. Aerline memilih tempat duduk yang cukup jauh dari altar dan cukup tersembunyi. Di depan sana, dia bisa melihat dengan jelas pria yang selalu dirindukannya selama lima tahun ini sedang menyematkan cincin di jari manis wanita lain. Sekuat tenaga Aerline menahan tubuhnya yang bergetar, deru nafas yang berat dan sesak di dadanya. Dia merasa sesuatu yang besar sedang menghantam dadanya dengan sangat keras. Kedua matanya sudah memerah menahan air mata yang siap tumpah ruah membasahi pipi. ‘Kenapa? sampai akhirpun, aku tetap tidak bisa melupakan kamu, Joel. Dan aku pikir dengan melihatmu sekarang bersanding dengan wanita lain, aku bisa lebih ikhlas melepaskanmu. Tapi kenapa? rasanya sesakit ini?’ batin Aerline di mana air matanya luruh membasahi pipi setelah dia tahan sejak tadi.
“Jadi kamu sudah lulus S2? Waktu berlalu begitu cepat,” ucap Joel melihat CV milik Aerline. Wanita itu masih duduk diam berhadapan dengan Joel yang sibuk membaca CV-nya. Tatapan matanya terus tertuju pada pria di depannya. Tidak pernah terbayangkan kalau dia akan kembali bertemu dengan pria yang sudah membuatnya terluka kemarin. “Apa semua ini adalah rencanamu?” tanya Aerline membuat Joel mengalihkan pandangannya dari berkas cv di tangannya pada Aerline. “Apa maksudmu?” tanya Joel menaikkan sebelah alisnya. “Aku sempat berpikir, kenapa wawancara dan test di perusahaan raksasa seperti Deere GE and Company terkesan mudah. Orang berkata, supaya bisa masuk ke sini, setidaknya harus lulusan terbaik di kampus. Sedangkan, aku yang bermodal nekat, bisa dengan mudah lolos di beberapa tahapan. Apa semua ini perbuatanmu?” tanya Aerline menatap Joel dengan intens. Sorot mata gadis itu menunjukkan kesedihan mendalam sekaligus kerinduan yang sudah di
“Ar, malam nanti, kamu temani aku memenuhi undangan makan malam dengan klien,” ucap Joel dengan perhatian terus tertuju pada layar laptopnya. Di depannya Aerline berdiri dengan sabar. Sejak tadi, Joel memanggilnya dan baru kali ini dia membuka suara. “Kenapa harus aku?” tanya Aerline sedikit keberatan. Sudah dua minggu dia bekerja di sini, dan Joel seakan terus menguji dirinya. Sekuat tenaga Aerline menjauhi pria itu dan fokus pada pekerjaan yang diberikan Maya. Tetapi Joel terus meminta Aerline yang mengerjakan tugas yang diberikannya, lebih tepatnya bukan pekerjaan melainkan melayani Joel dengan pekerjaan sepele. Seperti membuat kopi, merapikan berkas di ruangan Joel, meminta Aerline merapikan berkas di ruangan Joel dan semua pekerjaan itu benar-benar menyiksa dirinya. “Kenapa? kamu menolak perintahku?” tanya Joel seperti biasa menggunakan kalimat itu untuk menekan Aerline. “Bukankah yang biasa menemani kamu meeting di luar dan undan
Aerline membuka matanya perlahan setelah pergelutan panas di atas ranjang semalam bersama Joel. Wanita itu berangsur bangun dari posisinya dan menoleh ke sampingnya, di mana Joel masih terlelap dengan nyenyaknya. Tubuh mereka berdua sama-sama polos dan hanya tertutupi selimut di sana. “Jadi, semalam itu nyata, bukan hanya khayalanku,” batin Aerline. "Harusnya aku senang, tapi kenapa hatiku malah terasa begitu sakit?” Aerline bangkit menuruni ranjang, dengan gerakan perlahan dan menahan rasa ngilu di bagian pangkal pahanya. Dia memunguti pakaian yang berserakan di lantai dan bergegas ke kamar mandi. Karena kemejanya dirobek oleh Joel, akhirnya Aerline memakai jubah handuk yang ada di sana, dan dia tutupi dengan celana panjang miliknya juga jas kerjanya. Dia memunguti pakaian yang sudah koyak dan memasukannya ke dalam tong sampah di kamar mandi. dia mengambil pakaian milik Joel dan meletakkannya di atas sofa. Sebelum keluar dari kamar itu, Aerline
“A-apa maksud anda?” tanya Aerline memalingkan wajahnya. “Apa kamu pikir aku tidak akan mengingatnya karena aku sedang mabuk?” tanya Joel tepat sasaran. “Kalaupun kamu mengingatnya, lalu kenapa? Anggap saja tidak pernah terjadi apa pun pada kita,” jawab Aerline mendorong pelan dada bidang Joel untuk bisa melepaskan dirinya. Tetapi dugaan Aerline salah, Joel malah semakin merapatkan tubuh mereka berdua. “Pak-?” “Panggil namaku seperti semalam, panggil aku, Joel,” bisiknya tepat di daun telinga Aerline, membuat wanita itu merasa geli. “Tolong lepaskan aku, masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan,” ujar Aerline. “Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu, kenapa kamu kabur dan meninggalkanku sendiri di sana?” tanya Joel. “Aku sangat khawatir saat tidak menemukanmu di manapun, aku khawatir kamu terluka.” Joel menatap Aerline dengan tatapan lebih lembut, dan tidak bisa dipungkiri kalau hal itu bisa men
“Tunggu, Joel!” Aerline mendorong dada bidang Joel yang sudah membuatnya hampir kehilangan napas. Bisa-bisanya pria itu mencium Aerline dengan brutal. “Apa yang kamu lakukan?!” tanya Aerline. Wanita itu memekik kaget saat Joel mengangkat tubuh wanita itu dan mendudukannya di kepala sofa, dengan Joel yang masih berdiri dihadapannya. “Aku bilang, aku merindukanmu, Arlyn. Apa kamu tidak mengerti?” tanya Joel tersenyum simpul. “Ah, masakanku!” Aerline melepaskan diri dari Joel dan berlari ke arah pantry. Wanita itu segera mengambil spatula dan mengaduk masakannya di dalam wajan. Syukurlah tidak sampai gosong, dan masakan itu masih bisa di selamatkan. Aerline mematikan kompor dan hendak mengambil piring, tetapi Joel sudah berdiri di sampingnya dengan sebuah piring di tangan. “Kamu butuh piring, kan?” tanya Joel menunjukkan piring pada Aerline. “Oh, ya. Terima kasih,” jawab Aerline menerimanya dan mulai memindahkan masakan ke dalam piring tersebut. “Aku tidak tau kalau kamu bisa mas
“Hai,” sapa seseorang mengetuk meja kerja Aerline membuat wanita menengadahkan kepalanya dan kedua matanya melebar di sana. “Leon?” Aerline terkejut saat melihat sosok pria yang dikenalnya berdiri di depannya. “Wah, Lin. Aku pikir tadi bukan kamu, loh. Kamu kerja di sini sekarang?” tanya Leon. “Ya, aku kerja di sini. Oh, ngomong-ngomong kenapa kamu ada di sini?" tanya Aerline. "Sebenarnya, aku juga kerja di sini," kekehnya. “Aku asisten BM Heiner. Kamu baru ya?” tanyanya. “Ya, aku belum ada sebulan sih bekerja di sini. Wah, gak nyangka kita bisa bekera di perusahaan yang sama,” kekehnya. Leon dan Aerline terlihat asyik berbincang, tawa mereka menggema di seluruh ruangan, dan rasanya seperti mereka berada di dunia sendiri. Joel yang memperhatikan dari dalam ruangannya melalui jendela, merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia menyeringai sinis saat melihat Aerline begitu akrab dengan Leon, sementara dirinya
“Jadi, aku sebrengsek itu di matamu?” Aerline terkejut saat mendengar bisikan seseorang di belakangnya. Dia langsung membalikkan badannya dan melihat Joel berdiri di belakangnya. “Joel? Apa yang kamu lakukan di sini? Pergilah, nanti ada yang lihat. Kita lagi ada di kantor,” ujar Aerline melihat kanan dan kiri dengan khawatir. “Kenapa begitu gelisah? Memangnya kenapa kalau ketahuan?” goda Joel. “Apa kamu akan memakiku lagi?” Aerline merasa tubuhnya membeku, otaknya berputar cepat mencoba mencari alasan atau cara untuk keluar dari situasi ini. "Joel, aku nggak bermaksud... Maksudku, voice note itu... Aku... Aku mabuk waktu itu!" katanya terbata-bata, wajahnya memerah.Joel menyeringai kecil, tangannya dimasukkan ke saku celananya dengan santai. "Oh, jadi kalau mabuk, semua hal yang kamu sembunyikan keluar begitu saja, ya?" tanyanya dengan nada yang menggoda namun matanya tajam mengamati reaksi Aerline.Aerline menelan ludah, hatinya semakin kalut.
“Apa yang kamu lakukan di rumahku?” tanya Joel merasa kesal karena kehadiran Bailee di sana. Ibu tiri Joel itu berjalan masuk dengan langkah angkuh memasuki rumah Joel. “Apa seperti itu, kamu menyapa ibumu?” tanya Bailee. Joel menatap Bailee dengan sinis. “Kalau tidak ada hal penting. Keluar!” usir Joel tanpa belas kasih. “Kamu selalu saja bersikap dingin padaku, Joel. Padahal dulu kita sangat dekat,” ujarnya dengan seringai. “Keluar!” usir Joel. “Ada jadwal untuk bertemu wedding organizer dan persiapan foto pra wedding dengan Gisella. Luangkanlah waktumu,” ujar Bailee. “Aku sibuk!”“Sibuk berkencan maksudmu?” ujar Bailee tersenyum meremehkan Joel. Bailee mengayunkan kakinya dengan santai, duduk di sofa ruang tamu Joel seolah rumah itu miliknya. Wajahnya tidak menunjukkan rasa terganggu oleh sikap dingin putra tirinya.“Kamu memang keras kepala seperti ayahmu,” kata Bailee dengan nada menyindir. “Tapi ingat, Joel, pernikahanmu dengan Gisella ini bukan hanya untukmu. Ini tenta
“Baru pulang?” tanya Freyya yang ternyata sedang sibuk di dapur saat Aerline sampai di apartemen. “Ya. Apa yang sedang kamu lakukan, Frey?” tanya Aerline berjalan perlahan mendekati dapur. “Aku sedang menghancurkan dapur. Apa kamu tidak lihat kalau aku sedang memasak!” ucap Freyya dengan mendengus. Aerline terkekeh di sana. “Sensi amat, Bu… ““Pergilah mandi, aku akan siapkan makan malam untuk kita berdua,” ujar Freyya. “Oke.”Aerline tersenyum kecil mendengar jawaban Freyya yang ketus tapi hangat. Freyya selalu seperti itu, penuh kehebohan tapi diam-diam peduli. Langkah Aerline melambat sejenak saat melihat kekacauan di dapur, tepung yang tumpah, beberapa alat masak berserakan, dan aroma masakan yang entah berhasil atau gagal tercium samar-samar.“Jangan terlalu lama mandinya, nanti makan malamnya dingin!” seru Freyya dari dapur sambil mengaduk sesuatu di wajan.Aerline hanya mengangguk sambil melangkah ke kamar mandi. Setelah hari yang panjang dan emosional, suara dan kehadiran
“Saya, batalkan pembeliannya,” ujar Gisella yang bergegas pergi dari sana meninggalkan Kyle. Pelayan di sana dibuat terkejut dan hanya bisa melihat kepergian Gisella. “Nona Gisella, tunggu! Apa anda sangat handal menghindar? Bahkan tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di malam itu,” ujar Kyle masih mengejar Gisella. “Apa yang harus aku pertanggungjawabankan? Itu terjadi, karena kita sama-sama mabuk,” ujar Gisella masih terus berjalan cepat, berharap Kyle pergi. Kyle menghentikan langkahnya dan menatap punggung Gisella dengan tatapan tajam. “Kamu pikir itu alasan yang cukup? Mengabaikan semuanya hanya karena kita mabuk?”Gisella menghentikan langkahnya, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Kyle. “Lalu apa yang kamu mau dariku, Tuan Kyle? Penyesalan? Permintaan maaf? Atau... tanggung jawab seperti yang kamu katakan?” tanya Gisella dengan kesal. Kyle mendekat, nadanya berubah lebih lembut. “Aku hanya ingin kita bicara, Nona. Bukan seperti ini, terus menghindar
“Hei, Lin. Ada apa denganmu? kedua matamu sembab, apa kamu habis menangis?” tanya Agnes. “Aku baik-baik saja,” jawab Aerline di sana. “Aku hanya merasa sedih saja.” “Apa kamu ada masalah? katakanlah, jangan memendamnya sendiri,” ucap Agnes. “Bukan hal besar. Hanya merasa kecewa karena orang yang sangat kupercaya membohongiku,” ucap Aerline.Agnes menatap Aerline dengan penuh perhatian. Ia bisa melihat dengan jelas bahwa ada sesuatu yang mengganggu temannya. Meski Aerline mencoba tersenyum, matanya yang sembab dan wajah yang tampak lelah mengkhianati perasaan yang sebenarnya."Lin, kamu tahu kan aku selalu ada buat kamu? Kalau kamu mau cerita, aku siap mendengarkan," ujar Agnes lembut, mencoba membuat Aerline merasa nyaman.Aerline menghela napas panjang, pandangannya menerawang ke arah jendela. "Bukan hal besar, Agnes. Aku hanya... kecewa," ucapnya dengan nada datar, meskipun rasa sakit di hatinya terdengar jelas dalam suaranya.Agnes mengerutkan alis. "K
Aerline membuka laptopnya, jemarinya dengan cekatan mengetikkan beberapa dokumen yang perlu disiapkan untuk meeting Joel bersama Manager. Tatapannya fokus, sesekali dia memeriksa ulang setiap detail untuk memastikan semuanya sempurna. Setelah selesai, dia menekan tombol *print* dan mendengar suara lembut printer yang mulai bekerja.Tumpukan kertas hasil cetakan segera ia ambil, lalu ia beranjak dari kursinya. Langkah Aerline terarah menuju ruang fotokopi, sebuah ruangan kecil yang terletak di sisi kosong dekat gudang kantor. Suasana di sana terasa sepi, hanya terdengar bunyi halus pendingin ruangan dan deru mesin penghancur kertas yang baru saja digunakan oleh seseorang.Aerline menyalakan mesin fotokopi dan mulai menggandakan dokumen-dokumen yang tadi diprint. Sambil menunggu, pikirannya sedikit melayang ke kejadian saat Joel bersama Gisella yang tampak serasi. Hal itu, seakan membuat Aerline sadar, kalau Joel lebih cocok dengannya dibanding dengan Aerline. “Apa kamu akan terus men
“Kamu yakin akan masuk kerja?” tanya Freyya saat Aerline sudah bersiap dengan setelan kerjanya. Dia memakai pakaian milik Freyya yang memang seukuran dengannya.“Ya, aku akan masuk kerja. Gimana pun, aku tidak bisa terus menerus menghindar. Aku harus menghadapinya,” ujar Aerline. “Baiklah, kalau memang sudah merasa lebih baik,” ujar Freyya. “Ya, seharian kemarin aku sudah menenangkan diri. Dan kurasa, aku akan bisa dan sanggup menghadapinya sekarang,” ujar Aerline. “Apa rencanamu selanjutnya? Apa kamu akan kembali tinggal bersamanya?” tanya Freyya. “Tidak. Aku sudah pernah memutuskan kalau aku hanya tinggal di sana selama tiga hari. Lalu pindah ke sini,” ucap Aerline. “Ya, lebih baik begitu. Setidaknya, menjaga jaraklah, supaya Joel bisa lebih melihatmu,” ujar Freyya membuat Aerline terdiam. “Sarapan dulu sebelum berangkat. Aku sudah membuatkan roti panggang isi,” ujar Freyya. Mereka pun berjalan menuju mini bar dan duduk berhadapan. Aerline melihat piring berisi roti panggang
Tok! tok! tok!“Ya, sebentar,” jawab Freyya berjalan membuka pintu apartemennya. Dia cukup terkejut melihat siapa yang berdiri di depan pintu.“Lin?” panggil Freyya.Aerline berjalan mendekati Freyya dan memeluk sahabatnya dengan perasaan sakit bukan main. Walau dia sadar, hal ini pasti terjadi, tetapi entah kenapa rasanya jauh lebih sakit dari yang dibayangkan.Freyya yang mengetahui apa yang terjadi, hanya diam dan mengelus punggung Aerline dengan lembut di sana.“Kita masuk, ya,” ucap Fretta membuat Aerline menganggukkan kepalanya.Freyya menutup pintu perlahan setelah Aerline masuk ke apartemennya. Ruangan itu hangat, namun suasana yang dibawa Aerline terasa berat, seolah setiap langkahnya meninggalkan jejak kesedihan. Freyya memandu Aerline menuju sofa di ruang tengah. “Duduklah dulu,” ujar Freyya lembut, sambil menuangkan segelas air untuk Aerline. Dia meletakkannya di meja dan duduk di sebelah sahabatnya.Aerline menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi matanya
“Mereka benar-benar pasangan yang serasi, ya,” ucap Agnes menatap ke arah Joel dan Gisella yang sedang menyapa tuan rumah di sana. Aeline beggerak menjauh dari kerumunan sambil mengambil satu gelas sampanye. Dia memilih di sudut ruangan yang cukup sepi. “Dia datang ke sini dengan tunangannya. Bahkan memakai dasi senada, padahal tadi Aerline menyarankan warna dasi lain pada Joel. Kalau dia memang akan datang bersama tunangannya, lalu kenapa harus berbohong padaku?” batin Aerline. Ini adalah balasan yang harus diterima Aerline. Cepat atau lambat, dia akan mengalami hal ini dan menyadari posisinya. Bagaimana pun, Aerline hanya wanita simpanan Joel yang tidak akan pernah terlihat sampai kapanpun juga. Aerline meneguk sampanye dalam diam, merasakan cairan itu mengalir melewati tenggorokannya seperti pengingat pahit akan kenyataan. Pandangannya tak bisa lepas dari Joel dan Gisella, yang tampak sempurna dalam balutan pakaian senada. Joel sedang berbincang dengan para tamu, sementara Gisel