“Kenapa kamu cemberut?” tanya Laura yang merupakan ibunda dari Gisella. Gisella yang sedang duduk di ayunan yang ada di halaman belakang menoleh ke arah Laura sambil menghela napasnya. “Joel sama sekali tidak memberi kabar dan membalas pesanku,” keluh Gisella menatap layar ponselnya. “Bukankah Joel sedang ada perjalanan bisnis ke luar kota?” tanya Laura yang duduk di kursi yang ada di samping Gisella. “Iya, tapi dia sama sekali tidak memberi kabar padaku. Bahkan, keberangkatannya ke luar kota saja, dia tidak mengirimkan pesan apa pun.” Gisella menundukkan kepalanya dengan tatapan sendu. Laura mengamati putrinya yang tampak kehilangan semangat. Dia tahu betapa pentingnya Joel bagi Gisella, dan melihat putrinya cemberut membuatnya merasa khawatir. “Sayang, kadang-kadang orang sibuk dengan pekerjaan mereka. Mungkin dia terlalu fokus sampai lupa untuk memberi kabar,” ujar Laura dengan nada menenangkan. Gisella menggelengkan kepalanya pelan, merasa kesal. “Tapi, Mom, seharusnya dia
“Aerline, hai!” Maya menyapa Aerline saat wanita itu sampai di kantor. Rekan sekretaris yang lainnya pun ikut menyapa di sana. “Hey, Lin. Nggak lupa oleh-olehnya dong,” goda Bam yang merupakan sekretaris Joel juga. “Tentu saja,” jawab Aerline tersenyum merekah di sana. Aerline tersenyum lebar, kemudian mengeluarkan beberapa bungkusan dari tasnya. "Ini untuk kalian! Jangan khawatir, aku nggak lupa sama sekali," katanya sambil membagikan oleh-oleh kepada teman-teman divisinya. Maya dan Bam mengambil bungkusan mereka dengan antusias. "Terima kasih, Lin!" seru Maya dengan wajah berbinar. Bam pun tak kalah senang. "Kamu memang paling bisa diandalkan, Lin," tambahnya sambil tersenyum lebar.Aerline merasa senang bisa berbagi dan melihat rekan-rekannya bahagia. Suasana di kantor menjadi hangat dan penuh canda tawa, membuat hari itu dimulai dengan energi positif.“Wah, lagi bagi-bagi bingkisan, nih. Kira-kira aku dapat nggak, ya?” goda Leon yang baru saja muncul di sana.Aerline dan re
“Makanlah bubur ini, aku sengaja memesan bubur untukmu,” ucap Leon. Saat ini, dia dan Aerline berada di ruangan pantry kantor. Leon sengaja membelikan bubur untuk Aerline yang terlihat lemas. “Aku gak mood makan,” keluh Aerline. “Paksain dong. Kamu masuk angin kayaknya. Udah berapa kali masuk ke kamar mandi sejak tadi?” tanya Leon. “Tiga kali. Mungkin benar masuk angin, lemas sekali rasanya,” keluh Aerline. Terlebih hatinya sakit dan dia ingin sekali menangis, tetapi dia sadar posisinya adalah sebagai yang kedua dan selingkuhan Joel. Dia harus menerima konsekuensi seperti ini. “Biar aku suapin. Buka mulutmu?” ujar Leon mengambil sendok dan menyendokkan bubur tersebut. “Buka mulutmu, Lin.” Leon sedikit memaksa, walau Aerline terus menolaknya. Aerline menggeleng pelan, merasa tidak nyaman dengan perhatian Leon yang berlebihan. “Leon, aku bisa makan sendiri,” ujarnya, berusaha terdengar tegas meski suaranya lemah. “Tidak, kamu butuh tenaga. Ini hanya bubur, tidak akan membuatmu k
“Makanannya sudah jadi, makan dulu,” ucap Joel berjalan mendekati ranjang dan duduk di sisi ranjang di mana Aerline merebahkan tubuhnya. “Aku gak mau makan,” keluh Aerline. “Perutku sakit.” Joel menatap Aerline yang sudah berkeringat dingin dan wajahnya yang pucat pasi di sana. Joel mengerutkan keningnya, merasa khawatir melihat kondisi Aerline. "Kamu pasti butuh energi, Aerly. Coba sedikit saja, ya?" ujarnya lembut, berusaha meyakinkan.Aerline menggeleng lemah, "Aku benar-benar tidak bisa, Joel. Rasanya mual." Dia menutup matanya sejenak, berusaha menahan rasa sakit yang menjalar di perutnya.Joel menghela napas, lalu meraih handuk kecil di meja dan mengelap keringat di dahi Aerline. "Kalau kamu tidak mau makan, setidaknya minum air putih. Itu bisa membantu," sarannya.Aerline membuka matanya dan menatap Joel dengan tatapan lemah. "Tapi aku tidak ingin membuatmu khawatir," katanya pelan."Jangan khawatirkan aku. Yang penting sekarang adalah kamu. Aku di sini untuk merawatmu," jaw
Joel duduk di sisi ranjang Aerline dan menggenggam tangannya. "Bagaimana sekarang? Apa masih sakit?” tanya Joel menatap Aerline dengan penuh kekhawatiran. “Kenapa lama sekali? Apa yang kalian bicarakan? Apa kondisiku parah?” tanya Aerline menatap Joel dengan intens. “Dokter bilang, kamu harus istirahat total dan jangan sampai kelelahan. Dokter curiga kalau kamu menderita sakit usus buntu, tindakan akan dilakukan, setelah melihat kondisi kamu tiga hari ke depan,” ucap Joel. “Ah begitu. Aku tidak pernah menyangka akan sakit usus buntu,” keluh Aerline. “Itulah. Akibat dari kamu yang suka sekali makan mie, minuman soda dan makanan siap saji. Belum lagi makan pedas,” keluh Joel sampai tidak bisa berkata-kata lagi. "Aku tahu aku salah, Joel. Aku akan memperbaiki pola makan dan gaya hidupku mulai sekarang. Aku tidak ingin sakit lagi," kata Aerline sambil menarik napasnya. Joel tersenyum lega mendengar komitmen Aerline. "Mulai sekarang, kamu harus lebih peduli dengan kesehatanmu. Kamu t
“Um…!” Aerline terbangun dari tidurnya. Dia melihat sisi ranjangnya dan tidak melihat Joel di sana. “Joel?” panggil Aerline tetapi tidak mendengar jawaban dari Joel. Wanita itu pun bangkit dari posisinya dan menuruni ranjang. Dia sempat meringis sakit di bagian perutnya, dan rasa pusing di kepala. Tetapi, dia cukup kuat untuk bangun dan berjalan. Aerline berjalan keluar dari kamarnya, dia melihat Joel duduk di atas sofa sedang sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. Wanita itu berjalan lemas mendekati Joel. “Joel,” panggil Aerline membuat Joel menoleh ke arahnya. “Kenapa kamu bangun?” tanya Joel. “Kamu tidak ada di kamar,” jawab Aerline. Dengan manja, Aerline naik ke atas pangkuan Joel dan memeluk tubuh Joel di sana, dia merebahkan kepalanya di pundak lebar pria itu. “Masih sakit perutnya?” tanya Joel dengan nada lembut. “Sedikit, badanku terasa lemas,” gumam Aerline di sana. “Aku akan membuat bubur lagi untukmu,” ucap Joel mengusap punggung Aerline dengan lembut. “Nanti sa
Gisella masuk ke salah satu club malam. Dia duduk di kursi bartender dan memesan tequila yang memiliki kadar alkohol 35-60%. Malam ini, Gisella ingin mabuk dan melupakan Joel. Dia berharap hatinya tidak akan terlalu sakit dan dia bisa merasa lebih baik. Gisella memandang sekeliling klub malam, lampu yang berkilauan dan suara musik yang keras membuat suasana terasa hidup. Saat bartender menyajikan gelas tequila yang sudah dingin, dia merasakan detak jantungnya yang berdebar. Dia meneguk minumannya dan merasakan hangatnya alkohol yang mengalir dalam tubuhnya, menggantikan rasa sakit yang bersarang di hatinya.Setiap tegukan seolah membawa sejumlah kenangan tentang Joel, wajahnya dan suaranya yang bisa membuat Gisella berdebar, tetapi malam ini, dia ingin mengabaikannya. Dia ingin melupakan segala rasa yang menyakitkan, bahkan jika hanya untuk beberapa jam. Musik yang mengalun mengajak setiap pengunjung untuk bergoyang, dan Gisella mulai merasakan semangat itu mengalir kembali ke dalam
“Ba… bagaimana ini bisa terjadi?” batin Giselle sangat syock menyadari dia tidur bersama pria asing. Wanita itu bergerak perlahan menuruni ranjang tanpa ingin membangunkan pria yang tidur di sampingnya. Kemudian, dia berjalan pelan memungut pakaiannya yang berserakan di lantai dan bergegas masuk ke kamar mandi. “Aku pasti sudah gila,” batin Giselle saat bayangan-bayangan kejadian semalam bermunculan di kepalanya. Pria itu membawa Giselle ke dalam hotel, dan mereka seperti sepasang kekasih yang sedang memadu kasih. Giselle merasakan getaran ketidakpastian di dalam dirinya. Setiap langkah yang diambilnya menuju kamar mandi dihantui oleh ingatan samar tentang malam yang baru saja berlalu. Dia mengusap wajahnya, mencoba mengusir kebingungan yang menggelayuti pikirannya. Di bawah hangatnya air shower, dia berusaha menenangkan diri. "Ini hanya kesalahan," gumamnya pada refleksi di cermin, "Aku hanya terhanyut dalam suasana, mungkin terlalu banyak minum."Namun, saat air mengalir di kul
“Apa kamu butuh sesuatu?” tanya Lyman saat sampai di apartemen Aerline. “Tidak, Bang. Aku mau istirahat, makasih ya sudah anterin aku pulang,” ujar Aerline dengan nada lemah. Lyman tersenyum dan mengusap kepala Aerline dengan lembut. “Kamu gadis yang tangguh,” ucapnya membuat Aerline tersenyum manis di sana. “Istirahatlah, kalau butuh sesuatu langsung hubungi Abang,” ujarnya membuat Aerline menjawab dengan anggukan kepalanya. “Lin, menurut Abang, tindakanmu sudah tepat untuk menjauh dari Joel demi berhenti menyakiti dirimu sendiri. "It's another level of pain, but you will find peace eventually." ucap Lyman dengan lembut dan Aerline hanya tersenyum manis di sana. “Makasih, Abang. Aku merasa memiliki keluarga di sini berkat Abang,” ujar Aerline tersenyum di sana. “Ya, sama-sama,” jawab Lyman. “Lin!” teriak seorang wanita yang muncul di lorong apartemen membuat mereka berdua menoleh ke sumber suara dan itu a
Aerline sedang menatap keluar jendela kamarnya di ruang rawat. Leon harus pergi ke kantor dan bekerja setelah libur akhir tahun dan Lyman sedang keluar sebentar. Wanita itu masih tidak mau membuka pesan dari Joel, dia masih ingin menahan diri tanpa ingin mendengar alasan apa pun dari pria itu. Jujur saja, Aerline takut luluh dan kembali memberi kesempatan lagi pada Joel. Karena bagaimana pun, hatinya selalu lemah saat berhadapan dengan Joel. “Khem... “ Aerlie merasa tenggorokannya sakit dan kehausan. Dia mengambil botol minumnya yang ternyata kosong. Dia melihat ke arah dispenser yang ada di dekat televisi dan cukup jauh dari posisinya. Wanita itu pun menurunkan kedua kakinya ke bawah brankar dan turun perlahan. “Ugh!” dia meringis saat kepalanya terasa berputar. Ya, selama di rumah sakit, Aerline tidak bisa tidur sama sekali. Membuat darahnya semakin rendah dan kepalanya terasa sangat berat. Wanita itu berjalan per
“Lin?” Lyman masuk ke dalam ruang rawat Aerline. “Bang?” jawab Aerline melihat ke arah Lyman. Lyman berjalan mendekati Aerline yang duduk terbaring di atas ranjang rumah sakit. “Kenapa malam itu tidak tunggu Abang sih?” tanya Lyman terlihat begitu khawatir. “Aku baik-baik saja, Bang,” ujar Aerline di sana. “Kamu itu,” ucap Lyman sampai tidak bisa berkata apa-apa. “Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Abang sangat mencemaskanmu, Lin. Semalaman Abang keliling cari kamu,” ucap Lyman. “Maaf, Bang.” “Kalau terjadi sesuatu padamu, bagaimana Abang jelasin ke Kaivan? Kamu berharga untuk keluargamu, Lin. Jangan merasa sendiri, Abang di sini untuk jaga kamu,” ucap Lyman mengusap kepala Aerline dengan lembut.Aerline menunduk, merasa hangat mendengar kata-kata Lyman. Dia tidak menyangka Lyman begitu peduli padanya, bahkan rela mencari dirinya sepanjang malam."Maafkan aku, Bang. Aku nggak bermaksud bikin abang khawat
“Um... “ Aerline perlahan membuka matanya dan melihat sekeliling ruangan. Dia meringis kecil sambil memegang kepalanya yang terasa berat. Dia menoleh ke arah punggung tangannya yang dipasang infusan di sana. “Apa aku ada di rumah sakit?” gumamnya berusaha mengingat apa yang terjadi. “Kamu sudah siuman, Lin?” pertanyaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara dan melihat sosok Leon di sana dan terlihat pria itu baru saja terbangun dari tidurnya. “Leon?” tanya Aerline. “Aku melihatmu pingsan dan tergeletak di pinggir jalan. Jadi, aku bawa kamu ke rumah sakit, menurut dokter kamu terkena usus buntu dan harus segera di operasi,” jawab Leon. “Operasi?” Aerline mengernyitkan dahinya. “Ponselmu mati, jadi aku tidak punya pilihan lain selain menandatangani surat persetujuannya. Aku sangat khawatir padamu,” ucap Leon. Aerline tersenyum di sana. “Terima kasih, Leon. Berkatmu, aku bisa selamat,” ujarnya
“Apa semuanya sudah sesuai?” tanya Aerline pada pelayan di restoran yang sudah dia booking jauh-jauh hari untuk acara ulang tahun Joel. Dia ingin memberikan kejutan spesial untuk Joel. “Semua sudah disiapkan dengan sangat baik, Nona. Kami hanya tinggal menunggu kode dari anda,” ucap pelayan itu. “Baiklah, terima kasih.” Aerline tersenyum lebar di sana. “Kalau begitu, saya permisi,” pamit pelayan tersebut. Aerline merapikan gaun cantik yang dikenakannya. Dia sengaja memakai gaun warna violet, karena menurut Joel, dia selalu cantik kalau memakai warna itu. Wanita itu duduk di kursi sambil melihat jam tangannya. “Masih ada 20 menitan lagi sampai Joel datang. Astaga, aku deg-degan sekali. Semoga saja, acaranya berjalan dengan lancar,” gumam Aerline tersenyum lebar. Dia sengaja membooking area rooftop sebuah restoran untuk merayakan ulang tahun Joel. Dia juga sudah menyiapkan beberapa kejutan kecil, di mana mereka akan memotong kue
“Jangan lupa dengan wine yang akan jadi pelengkap makan malam kita,” ucap Joel.“Aku akan mengambilkan wine kualitas terbaik, sebentar.” Tambah pria itu berlalu pergi dari sana meninggalkan Aerline yang masih menikmati makanannya.Joel kembali beberapa saat kemudian dengan sebotol wine berlabel premium di tangannya. “Ini dia, wine terbaik untuk melengkapi makan malam kita,” ucapnya sambil tersenyum.Aerline menatap botol itu dengan kagum. “Kamu benar-benar mempersiapkan semuanya dengan sempurna, Joel. Aku terkesan.”Joel hanya tersenyum kecil sambil membuka botol wine tersebut dengan anggun. Ia menuangkan wine ke dua gelas, lalu menyerahkan salah satunya kepada Aerline. “Untuk malam yang tidak akan pernah kita lupakan.”Aerline menerima gelas itu sambil menatap Joel dengan lembut. “Untuk malam ini, dan untuk kita,” ujarnya sambil mengangkat gelasnya untuk bersulang.Mereka berdua menyeruput wine itu dengan perlahan, menikmati rasa anggur yang lembut dan kaya. Angin pantai yang sepoi-s
“Wah, apakah ini vila yang kamu maksud?” tanya Aerline saat dia menuruni mobil dan melihat suasana vila di bibir pantai. “Ya, ini adalah vila pribadi. Aku sengaja membookingnya. Jadi, tidak akan ada orang lain lagi selain kita berdua di sini,” ucap Joel memeluk Aerline dari belakang. Wanita itu tersenyum hangat dan memegang tangan Joel yang melingkar di perutnya."Tempat ini indah sekali, Joel," ucap Aerline, memandang hamparan pantai dengan pasir putih yang berkilauan diterpa sinar matahari. Suara ombak yang tenang dan angin laut yang sejuk memberikan suasana damai yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Joel menunduk sedikit, menyandarkan dagunya di bahu Aerline. "Aku ingin kamu merasa tenang dan melupakan semua beban yang ada," ucapnya lembut.Aerline menolehkan wajahnya sedikit, menatap Joel dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Joel. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Ini lebih dari cukup."Joel melepaskan pelukan itu perlahan, mengambil tangan Aerline dan membawanya ma
“Kamu masih marah padaku?” tanya Joel mendekati Aerline yang masih kerja di meja kerjanya. Hari sudah malam, semua rekan kerjanya sudah pulang lebih dulu. Sedangkan Aerline harus lembur karena sempat tidak masuk, membuat pekerjaannya cukup menumpuk. Wanita itu menengadahkan kepalanya dan menatap Joel di depannya. "Aku tidak marah padamu, Joel,” jawab Aerline. “Aku paham posisimu, dan aku coba mengerti.” “Tapi kamu terus menghindariku seharian ini, apa kamu akan terus bersikap begitu? Padahal aku sangat merindukanmu,” ujar Joel yang duduk dihadapan Aerline sambil memegang tangan wanita itu. “Akhir-akhir ini, hubungan kita semakin renggang dan jauh, aku sangat merindukanmu.” Joel tersenyum di sana.Aerline menarik tangannya perlahan dari genggaman Joel, lalu menghela napas dalam-dalam. Ia menatap Joel dengan sorot mata yang bercampur antara lelah dan keraguan.“Joel, aku tidak menghindarimu,” ucapnya pelan, suaranya terdengar
“Aerline… “Semua rekan kerjanya kembali menyambut kedatangannya di kantor setelah tidak masuk kerja selama tiga hari. “Kamu baik-baik saja, Lin?” tanya Lita. “Kamu sakit apa sebenarnya? Kami khawatir banget, tau.” Kali ini Agnes yang berbicara. “Sakit asam lambung,” jawab Aerline tidak mengatakan yang sebenarnya kalau dia sakit Gerd. Aerline berusaha tersenyum pada rekan-rekannya yang tampak benar-benar khawatir. “Maaf ya, bikin kalian khawatir. Aku sudah lebih baik sekarang,” katanya sambil menepuk bahu Lita dengan lembut.“Kamu harus lebih jaga kesehatan, Lin,” ujar Maya dengan nada penuh perhatian.“Iya, jangan terlalu memaksakan diri di kantor,” tambah Agnes, menatap Aerline dengan pandangan serius.Aerline mengangguk kecil. “Aku akan lebih hati-hati. Terima kasih sudah peduli,” jawabnya tulus. Meski mencoba terdengar ringan, hatinya sedikit berat karena tahu mereka tidak mengetahui sepenuhnya apa yang ia alami belakangan ini.“Ngomong-ngomong, Leon nyariin kamu tadi pagi,”