Share

Jadi Simpanan Mafia
Jadi Simpanan Mafia
Author: Yuwen aqsa

Bab 1. Dibeli

Author: Yuwen aqsa
last update Last Updated: 2025-03-22 20:10:55

Suara denting gelas dan bisikan penuh hasrat memenuhi ruangan remang-remang itu. Semua mata menatap panggung kecil di ujung ruangan. Di sana, seorang wanita berdiri dengan gaun hitam tipis yang tak mampu menutupi ketakutannya. Sorot matanya penuh luka, tapi tubuhnya berusaha tetap tegak.

“Nomor 23,” suara pria tua berjas hitam menggema. “Seorang penulis lagu muda. Cantik, berdarah campuran, dan... dijual dengan harga pembuka lima ratus ribu yuan.”

Naeva Lioren menelan ludah. Jantungnya berdegup tak karuan. Ia bahkan tidak tau siapa yang akan membelinya malam ini. Yang ia tau, keluarga yang seharusnya melindunginya justru menjualnya seperti barang tak bernyawa.

“Satu juta!” teriak seseorang dari tengah ruangan. Disusul tawa dan bisik-bisik.

“Dua juta!”

“Empat juta.”

“Sepuluh juta,” suara berat dan dingin itu memotong semua kegaduhan.

Hening.

Semua kepala menoleh. Termasuk Naeva. Sorot matanya bertemu dengan pria berpakaian serba hitam di kursi VIP. Tatapannya tajam, tak bersisa empati. Dingin. Tegas. Dan berbahaya. Dia adalah Ghazven Aldric.

Nama yang sering disebut sebagai legenda kelam dunia bawah tanah. Bos besar Black Morrow. Tak pernah muncul di acara-acara seperti ini. Tetapi entah ada kepentingan apa sehingga Ghazven muncul di sini.

**

Langkah kaki terdengar tergesa di lorong panjang menuju pintu belakang. Lampu-lampu kristal di atas kepala bergoyang pelan, memantulkan cahaya ke lantai marmer yang licin. Naeva masih belum berkata sepatah kata pun. Tangannya diraih paksa oleh salah satu anggota keamanan lelang yang mengenakan jas abu gelap, tak ada yang ramah di wajah mereka.

Sampai akhirnya sebuah pintu terbuka otomatis.

Seorang pria berdiri di sana, menunggu dengan aura tak terbantahkan. Wajahnya setajam ukiran patung marmer, tubuhnya tegak dalam setelan hitam yang terlihat dijahit langsung di tubuhnya. Mata hitam itu menatap lurus ke arah Naeva. Dingin. Dalam. Tak bersisa kemanusiaan.

“Lepaskan dia.” Suaranya rendah, berat, tapi tegas. Orang-orang langsung mundur tanpa protes. Naeva bahkan nyaris terpeleset saat genggamannya tiba-tiba dilepas.

Ghazven Aldric melangkah pelan mendekat, lalu berhenti hanya satu langkah di depannya. Nafas Naeva tercekat saat pria itu mengangkat tangan, mengusap pelipisnya dengan ibu jari. Gerakan yang lembut tapi mengandung ancaman.

“Mulai sekarang, kamu milik Black Morrow,” ucapnya, lirih tapi jelas. “Dan aku adalah neraka barumu,” lanjut Ghazven dengan sudut bibir yang tertarik. Ada senyum iblis di bibir itu.

Dia kemudian berbalik, meninggalkan Naeva yang masih mematung, sebelum salah satu anak buahnya mendorong lembut punggung gadis itu untuk ikut masuk ke dalam mobil hitam panjang yang sudah menunggu di luar.

Interior mobilnya sunyi. Hanya deru halus AC dan dentingan pelan jam tangan mewah Ghazven saat ia menyilangkan tangan di depan dada. Kursi belakang yang luas terasa sempit bagi Naeva, yang duduk di ujung dengan tubuh tegak dan tangan mengepal di pangkuannya. Dia tak berani bicara. Bahkan menatap pun rasanya terlalu berani.

Ghazven menoleh pelan. “Kenapa diam?” tanyanya tenang, seolah sedang berbicara pada rekan bisnis, bukan gadis yang baru saja ia beli dari pasar manusia.

Naeva menelan ludah, dia menggelengkan kepala. “Nggak apa-apa.” Suaranya nyaris eperti bisikan.

Ghazven tak mempermasalahkan hal itu, dia mengalihkan pandangan, melihat keluar jendela.

“Aku bukan guling,” lanjut Naeva tiba-tiba. “Dan bukan boneka.”

Ghazven menoleh cepat. Mata mereka bertemu.

Nafas Naeva tertahan melihat sorot mata dingin dan ternyata cukup menyeramkan.

“Kamu bukan boneka,” ucap Ghazven, suaranya datar, “tapi jangan pernah lupa, hargamu sepuluh juta yuan.”

Naeva tak membalas, tapi tangan yang ada di pangkuan itu mengepal kuat. Harga yang paling tinggi tadi itu berhasil membuat Naeva tak berkutik.

Mobil melaju menembus jalan malam Shanghai yang dihiasi lampu jingga temaram.

“Kita akan ke mana?” Naeva akhirnya bertanya pelan.

“Tempatku,” jawab Ghazven.

Gadis itu menoleh dengan cepat. Ada hal yang ingin ia katakan dan tentunya sebuah protes. Hanya saja tatapan Ghazven tak bisa ia bantah.

“Kamu dijual dan aku membelimu. Apa perlu kujelaskan detailnya barang yang telah dibeli harus bagaimana?” satu alis Ghazven tertarik ke atas.

Naeva kembali mengepalkan tangan kuat. Dia tak menjawab, memilih menunduk memutus tatapan dengan Ghazven.

Waktu berjalan sangat lambat bagi Naeva. Sampai akhirnya mobil hitam ini berhenti di depan gerbang tinggi sebuah rumah minimalis. Rega tangan kanan Ghazven yang menyetir, melangkah keluar dan membukakan pintu untuk bossnya.

Ghazven turun, tangannya bergerak membenarkan jaket panjangnya sebelum melirik Naeva yang masih ada di dalam.

“Turun!” perintah Rega.

Naeva menggeser pantat, dia pun turun dari mobil dan mengikuti Ghazven yang melangkah masuk ke dalam sebuah villa. Naeva menatap sekeliling ruang yang asing. Villa ini terasa dingin. Selain karna suhu dari AC, di sini terasa seperti perangkap.

Ghazven menyandarkan tubuhnya di kusen pintu kamar. Kemeja hitamnya setengah terbuka, menyisakan bagian dada yang terpahat jelas. Matanya gelap, menelusuri sosok Naeva yang berdiri kaku di ruang tengah.

“Sudah tau tugasmu, kan?” Suaranya berat, nyaris seperti desahan perintah yang tak bisa dibantah.

Naeva tak menjawab. Hanya menarik napas panjang, menahan gemetar di ujung jari yang mengepal kuat.

Ghazven melangkah mendekat. Wajahnya datar, matanya gelap dan dingin. Saat dia membungkuk mendekat ke telinga Naeva, napasnya menyentuh kulit lehernya yang meremang. “Layani aku sampai aku puas.”

Walau dia sudah tahu maksud kedatangannya ke tempat ini, kata-kata itu tetap membuat matanya melebar. Naeva menatap tajam, seolah hendak melawan, tapi yang keluar hanya desah napas gugup.

Ghazven menyeringai. Satu tangannya terangkat, jemarinya mencengkeram lembut dagu Naeva, memaksanya menatap.

“Tugasmu di sini belajar membuatku puas. Kalau sampai aku tak puas, aku akan berlaku kasar dan memberikanmu ke anak buahku untuk digilir!”

Ucapannya jatuh tepat di depan bibir Naeva, membuat gadis itu menahan napas. Saat Ghazven menunduk dan mendaratkan kecupan di sana, Naeva reflek mencekal pergelangan tangannya.

Tatapan Ghazven beralih ke leher jenjang Naeva, lalu turun perlahan ke bagian bawah leher yang tersembunyi sebagian oleh dress hitam tipis itu, kain yang terlalu transparan untuk disebut pakaian. Dia mengamati belahan dada Naeva yang tampak samar, lalu mendengus pelan. Bukan karena tergoda, tapi karena merasa berkuasa.

Cengkeraman pada dagu Naeva dilepas. “Bersihkan dirimu dulu. Kita mulai malam ini.” Nada tenang tapi mengandung tekanan.

Naeva menatap tajam ke arahnya. Tak berkata apa-apa, tapi sikapnya menunjukkankalau dia nggak mau. Ingin menolak tapi dia takut dan dia terikat. Tak berkata apa pun, Naeva melangkah masuk ke dalam kamar dan masuk ke kamar mandi. Tak lupa ia menutup pintu sebelum menatap berkeliling ke sekitar kamar mandi ini.

Klek!

Suara pintu yang dibuka membuatnya menoleh cepat dengan jantung yang berdebar lebih cepat.

Ghazven muncul di pintu kamar mandi dengan tangan yang bergerak membuka kancing kemeja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 2. Villa

    Naeva mundur sampai punggungnya menyentuh dinding kaca kamar mandi. Uap hangat mulai memenuhi ruangan, membuat kulitnya terasa lembap. Napasnya memburu pelan, sementara matanya terpaku pada sosok pria yang kini berdiri di depannya.Ghazven mengangkat tangannya, menarik kasar kancing-kancing kemeja putihnya satu per satu, sebelum membiarkannya jatuh ke lantai kamar mandi yang dingin. Suara kain yang menyentuh keramik terdengar begitu nyata, terlalu nyata.Otot-otot dada dan perutnya terpahat jelas, seolah dipahat dari batu. Lengannya kekar, dengan urat-urat yang menonjol setiap kali dia menggerakkan tangan. Tubuhnya tinggi, besar, dan terlalu intimidatif untuk diabaikan. Naeva menelan ludah yang terasa tercekat di tenggorokan.Tatapan Ghazven menajam saat melihat ekspresi Naeva yang memucat.“Takut?” tanyanya rendah, suara bariton itu menggetarkan udara di antara mereka.Dia melangkah mendekat. Setiap langkahnya menggerus jarak. Naeva tak bisa mundur lebih jauh karena tepat di belakang

    Last Updated : 2025-03-22
  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 3. Mansion

    Mobil hitam yang dikendarai Rega berhenti tepat di depan gerbang besi tinggi yang menjulang kokoh, menghalangi pandangan dari luar. Logo AL yang artinya adalah Aldric karna mansion dan seluruh penghuninya adalah keluarga besar Aldric. Tak lama, gerbang itu bergeser perlahan ke samping, membuka akses menuju bagian dalam mansion.Begitu pintu gerbang terbuka sepenuhnya, Rega kembali menekan pedal gas dengan tenang, membawa mobil masuk ke area utama. Jalanan berpaving merah tua membentang lurus, diapit deretan pohon cemara yang tumbuh rapi di kedua sisi. Lampu-lampu taman menyala temaram, menciptakan bayangan-bayangan panjang di sepanjang jalan. Suasana sepi dan terjaga, seperti mansion ini tak pernah sembarang menerima tamu.Mobil melambat saat mendekati area garasi, lalu berhenti tepat di tempat yang memang biasa digunakan untuk parkir kendaraan Ghazven.Rega segera keluar dari kursi kemudi, memutari mobil, dan membukakan pintu belakang. Ghazven keluar tanpa suara, langkahnya mantap se

    Last Updated : 2025-03-22
  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 4. Kerjaan

    Mobil melaju pelan meninggalkan mansion. Hanya suara mesin dan deru angin malam yang menemani suasana dalam kabin. Rega melirik tuannya dari kaca spion, dia tau seperti apa hubungan Ghazven dengan papanya dan istri-istri papanya itu. Tidak pernah baik semenjak nyonya Emila meninggal. Terlebih papanya yang menikah lagi dan lagi walau tau istri pertamanya sedang sakit dan butuh didampingi.“Tuan, apa memasukkan tuan Reiven perlu dipertimbangkan?” tanya Rega setelah beberapa menit berlalu dengan keheningan.Ghazven tak angsung menjawab. Dia terlihat sedang berfikir. Satu sudut bibirnya tertarik ke atas. “Kurasa untuk membunuh lalat akan lebih mudah jika dimasukkan ke dalam kandang.”Rega tersenyum. Dia sudah paham maksudnya. “Baik. Saya akan mengaturnya, tuan.”Ddrt... ddrtt....Ponsel milik Ghazven berdering. Ghazven merogoh saku jaket dan menatap layarnya yang ada panggilan masuk dari salah satu anak buahnya. Dia menggeser tombol sebelum menempelkan hp ke telinga.“Boss, yang menjual

    Last Updated : 2025-03-22
  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 5. Pertama Kali

    Ruangan itu hanya diterangi lampu temaram dari sudut meja. Naeva terlihat terlelap, tubuhnya menggulung di balik selimut. Rambut pirang itu tergerai ke bantal, berantakan namun tetap terlihat manis di mata Ghazven. Wajahnya terlihat damai. Untuk sesaat tak terlihat jika Naeva memiliki masalah.Ghazven tak mengucap apa pun. Pelan ia mendudukkan diri di tepi ranjang, salah satu sikunya bertumpu pada lutut, menunduk, memperhatikan Naeva dalam diam. Telunjuk Ghazven terangkat, menyingkirkan helaian rambut Naeva yang menutupi wajah.Gerakan kecil itu membuat Naeva terusik. Kelopak matanya bergerak dan ia terbangun. Kedua mata melebar saat melihat sosok Ghazven ada di sebelahnya. Dengan refleks ia bangkit sambil menarik selimut menutupi tubuhnya.Satu sudut bibir Ghazven tertarik ke atas melihat reaksi Naeva yang takut.Sementara Naeva hanya diam dengan wajah yang kebingungan.“Ayo kita lanjutkan hal yang tadi belum kita selesaikan,” ucap Ghazven dengan suara yang sedikit serak.Naeva mengg

    Last Updated : 2025-03-22
  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 6. Pagi

    Bibir Ghazven mengukir senyum tipis saat matanya jatuh pada leher Naeva yang memerah. Itu bekas bibirnya semalam, tanda milik yang sengaja ia tinggalkan.Menangkap arah pandangan Ghazven, Naeva langsung mengangkat tangan, menutupi sisi lehernya dengan gerakan cepat. Wajahnya berubah kesal, nyaris masam. Ia membuang pandang, memilih duduk kembali di kursinya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ada banyak yang ingin ia lontarkan. Umpatan, protes, atau sekadar ungkapan kesal, tapi semuanya tertahan di tenggorokan. Perkara status dirinya yang kini tak lebih dari 'barang yang dibeli', terlalu pelik untuk dibahas dengan orang yang bahkan tak pernah memberi ruang baginya untuk bersuara.Tak lama kemudian, Vilan muncul membawa nampan berisi sarapan pagi. Ia meletakkan segelas teh hangat dan sepiring roti isi di meja kecil sebelah kanan tempat duduk Naeva. Gerakannya tenang, seperti sudah biasa menghadapi pagi yang canggung seperti ini. Setelah memberi sedikit anggukan sopan, Vilan melangkah

    Last Updated : 2025-04-12

Latest chapter

  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 6. Pagi

    Bibir Ghazven mengukir senyum tipis saat matanya jatuh pada leher Naeva yang memerah. Itu bekas bibirnya semalam, tanda milik yang sengaja ia tinggalkan.Menangkap arah pandangan Ghazven, Naeva langsung mengangkat tangan, menutupi sisi lehernya dengan gerakan cepat. Wajahnya berubah kesal, nyaris masam. Ia membuang pandang, memilih duduk kembali di kursinya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ada banyak yang ingin ia lontarkan. Umpatan, protes, atau sekadar ungkapan kesal, tapi semuanya tertahan di tenggorokan. Perkara status dirinya yang kini tak lebih dari 'barang yang dibeli', terlalu pelik untuk dibahas dengan orang yang bahkan tak pernah memberi ruang baginya untuk bersuara.Tak lama kemudian, Vilan muncul membawa nampan berisi sarapan pagi. Ia meletakkan segelas teh hangat dan sepiring roti isi di meja kecil sebelah kanan tempat duduk Naeva. Gerakannya tenang, seperti sudah biasa menghadapi pagi yang canggung seperti ini. Setelah memberi sedikit anggukan sopan, Vilan melangkah

  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 5. Pertama Kali

    Ruangan itu hanya diterangi lampu temaram dari sudut meja. Naeva terlihat terlelap, tubuhnya menggulung di balik selimut. Rambut pirang itu tergerai ke bantal, berantakan namun tetap terlihat manis di mata Ghazven. Wajahnya terlihat damai. Untuk sesaat tak terlihat jika Naeva memiliki masalah.Ghazven tak mengucap apa pun. Pelan ia mendudukkan diri di tepi ranjang, salah satu sikunya bertumpu pada lutut, menunduk, memperhatikan Naeva dalam diam. Telunjuk Ghazven terangkat, menyingkirkan helaian rambut Naeva yang menutupi wajah.Gerakan kecil itu membuat Naeva terusik. Kelopak matanya bergerak dan ia terbangun. Kedua mata melebar saat melihat sosok Ghazven ada di sebelahnya. Dengan refleks ia bangkit sambil menarik selimut menutupi tubuhnya.Satu sudut bibir Ghazven tertarik ke atas melihat reaksi Naeva yang takut.Sementara Naeva hanya diam dengan wajah yang kebingungan.“Ayo kita lanjutkan hal yang tadi belum kita selesaikan,” ucap Ghazven dengan suara yang sedikit serak.Naeva mengg

  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 4. Kerjaan

    Mobil melaju pelan meninggalkan mansion. Hanya suara mesin dan deru angin malam yang menemani suasana dalam kabin. Rega melirik tuannya dari kaca spion, dia tau seperti apa hubungan Ghazven dengan papanya dan istri-istri papanya itu. Tidak pernah baik semenjak nyonya Emila meninggal. Terlebih papanya yang menikah lagi dan lagi walau tau istri pertamanya sedang sakit dan butuh didampingi.“Tuan, apa memasukkan tuan Reiven perlu dipertimbangkan?” tanya Rega setelah beberapa menit berlalu dengan keheningan.Ghazven tak angsung menjawab. Dia terlihat sedang berfikir. Satu sudut bibirnya tertarik ke atas. “Kurasa untuk membunuh lalat akan lebih mudah jika dimasukkan ke dalam kandang.”Rega tersenyum. Dia sudah paham maksudnya. “Baik. Saya akan mengaturnya, tuan.”Ddrt... ddrtt....Ponsel milik Ghazven berdering. Ghazven merogoh saku jaket dan menatap layarnya yang ada panggilan masuk dari salah satu anak buahnya. Dia menggeser tombol sebelum menempelkan hp ke telinga.“Boss, yang menjual

  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 3. Mansion

    Mobil hitam yang dikendarai Rega berhenti tepat di depan gerbang besi tinggi yang menjulang kokoh, menghalangi pandangan dari luar. Logo AL yang artinya adalah Aldric karna mansion dan seluruh penghuninya adalah keluarga besar Aldric. Tak lama, gerbang itu bergeser perlahan ke samping, membuka akses menuju bagian dalam mansion.Begitu pintu gerbang terbuka sepenuhnya, Rega kembali menekan pedal gas dengan tenang, membawa mobil masuk ke area utama. Jalanan berpaving merah tua membentang lurus, diapit deretan pohon cemara yang tumbuh rapi di kedua sisi. Lampu-lampu taman menyala temaram, menciptakan bayangan-bayangan panjang di sepanjang jalan. Suasana sepi dan terjaga, seperti mansion ini tak pernah sembarang menerima tamu.Mobil melambat saat mendekati area garasi, lalu berhenti tepat di tempat yang memang biasa digunakan untuk parkir kendaraan Ghazven.Rega segera keluar dari kursi kemudi, memutari mobil, dan membukakan pintu belakang. Ghazven keluar tanpa suara, langkahnya mantap se

  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 2. Villa

    Naeva mundur sampai punggungnya menyentuh dinding kaca kamar mandi. Uap hangat mulai memenuhi ruangan, membuat kulitnya terasa lembap. Napasnya memburu pelan, sementara matanya terpaku pada sosok pria yang kini berdiri di depannya.Ghazven mengangkat tangannya, menarik kasar kancing-kancing kemeja putihnya satu per satu, sebelum membiarkannya jatuh ke lantai kamar mandi yang dingin. Suara kain yang menyentuh keramik terdengar begitu nyata, terlalu nyata.Otot-otot dada dan perutnya terpahat jelas, seolah dipahat dari batu. Lengannya kekar, dengan urat-urat yang menonjol setiap kali dia menggerakkan tangan. Tubuhnya tinggi, besar, dan terlalu intimidatif untuk diabaikan. Naeva menelan ludah yang terasa tercekat di tenggorokan.Tatapan Ghazven menajam saat melihat ekspresi Naeva yang memucat.“Takut?” tanyanya rendah, suara bariton itu menggetarkan udara di antara mereka.Dia melangkah mendekat. Setiap langkahnya menggerus jarak. Naeva tak bisa mundur lebih jauh karena tepat di belakang

  • Jadi Simpanan Mafia   Bab 1. Dibeli

    Suara denting gelas dan bisikan penuh hasrat memenuhi ruangan remang-remang itu. Semua mata menatap panggung kecil di ujung ruangan. Di sana, seorang wanita berdiri dengan gaun hitam tipis yang tak mampu menutupi ketakutannya. Sorot matanya penuh luka, tapi tubuhnya berusaha tetap tegak.“Nomor 23,” suara pria tua berjas hitam menggema. “Seorang penulis lagu muda. Cantik, berdarah campuran, dan... dijual dengan harga pembuka lima ratus ribu yuan.”Naeva Lioren menelan ludah. Jantungnya berdegup tak karuan. Ia bahkan tidak tau siapa yang akan membelinya malam ini. Yang ia tau, keluarga yang seharusnya melindunginya justru menjualnya seperti barang tak bernyawa.“Satu juta!” teriak seseorang dari tengah ruangan. Disusul tawa dan bisik-bisik.“Dua juta!”“Empat juta.”“Sepuluh juta,” suara berat dan dingin itu memotong semua kegaduhan.Hening.Semua kepala menoleh. Termasuk Naeva. Sorot matanya bertemu dengan pria berpakaian serba hitam di kursi VIP. Tatapannya tajam, tak bersisa empati.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status