SEATAP DENGAN MERTUA?"Lalu kalau memang begitu bagaimana Ibu menghitung weton Mbak Alif dan Mas Adri yang di gadang- gadang cocok? Nyatanya begitu juga," sindir Mas Zain."SKAK MAT!" pekik Dinda kegirangan. 'Plak' sebuah ceting plastik melayang ke arah Dinda. "Aduh," keluh Dinda tidak tertahan dia tidak protes malah justru tertawa cekikikan. "Lho kan begitu toh, Bu? Kenapa sekarang Hasan bisa berkata begitu? Kalau memang itungan Jawa itu adalah sesuatu yang pasti dan benar tentulah semua akan berjalan sesuai dengan rencana. Cuma sebagaimana mestinya hitungan itu kalau cocok maka tak ada lagi orang melarat di dunia ini. Tak usahlah percaya begitu yang keterlaluan, Bu! Boleh percaya dengan tradisi tapi jangan sampai tradisi itu terlalu dalam merasuk ke hati Ibu, sampai membuat Ibu menduakan gusti Allah," ucap Hasan. Bu Nafis pun tak menjawab. Dia hanya mencebik dan mencap mencep saja. "Dek memangnya Si Fahmi itu benar- benar ingin meminangmu?" tanya Mbak Alif."Dia orang mana to, Bu
PAHAM KAN SEKARANG? PAHAM DONG!"Ifah tak ingin menjadi seperti Mbak Alif dan Mbak Dinda," jawab Ifah dengan polosnya."Hah? Dinda? Memang Dinda kenapa? Selama ini Ibu sebagai mertua selalu baik dengan Dinda kok!" sahut Bu Nafis."DINNNNDAAAAAAA! APA YANG KATAKAN PADA IFAH!!!!!" teriak Bu Nafis sampai membuat Mbak Alif dan Ifah serta Mas Zain menutup telinganya."Hah! Mati aku!" batin Dinda mencoba untuk mencari jalan kabur.Baru saja Dinda terpikirkan cara untuk pergi dengan lewat di belakang mertuanya, namun Bu Nafis sudah berbalik arah ke arahnya. Dia menatap Dinda dengan tatapan tajam, sedangkan Dinda hanya mampu menggaruk- garuk rambutnya yang tidak gatal itu serta tersenyum menyengir."Ada apa, Bu? Kenapa wajah Ibu memerah seperti itu, Bu? Jangan emosi, Bu! Sabar! Sabar," kata Dinda. Bu Nafis terdiam tak menyahuti semua ucapan Dinda."Aduh! Cucu Ibu nanti kaget kalau ibu berteriak -teriak begitu," ucapnya lagi."Cucu? Maksudmu?" tanya Mbak Alif yang memang tidak mengetahui bahw
INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI'UN"Kau dengarkan? Siapa yang tak tahu diri? Masa iya sudah menumpang masih mau minta sama Ibu juga? Ibu ini lho tidak bekerja. Wong hanya jualan, itu pun juga seringnya tombok saja. Alhamdulillah cukup buat makan, lalu kau meminta ibu juga untuk membiayainya dari mana?" cerca bu Nafis."Fah! Paham kan sekarang maksud Mbak Dinda? Kau melihat dan tahu sendiri kan, Fah? Paham kan? Ngerti kan sekarang? Ngerti dong mosok gak ngerti," kata Dinda."PAHAM!""Wong edan! Ini yang kau maksud. Menantu dakjall!" bentak bu Nafis."CUKUP, BU!" bentak Zain menggebrak meja.Mereka pun segera menghentikan perdebatan itu saat Zain mulai meninggikan suarannya. Dinda segera membantu Mbak Alif menaikkan dagangan mertuanya ke mobil. Bu Nafis juga langsung masuk ke dalam kamar, bersiap senam. Zain adalah tipikal lelaki jarang marah. Ketika suaranya mulai di tinggikan itu tanda mereka terlewat batas."Din! Kau mau ikut Ibu senam?" ajak Bu Nafis."Tidak, Bu! Mobil di bawa Mas
MBOK JUM PELESTARI BUDAYA!Para wanita biasanya menyiapkan semua keperluan untuk memandikan jenazah dan bunga -bunga untuk ditabur dan di ronce di atas keranda. Dinda segera ke rumah Mbak Lina setelah menutup pintu rumahnya. Dia melupakan satu hal berbahaya jika rewang di sana saat hamil."Mbak Dinda sampeyan yang masih muda tolong carikan bunga ya! Ambil saja di pekarangan rumah warga sini, nanti daun pandanya ambil di belakang rumahmu. Itu lak banyak toh pandan wangi," perintah bu RT.Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di desa dan juga di masyarakat Jawa pada umumnya dalam menghadapi peristiwa kematian, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memanggil modin, selanjutnya menyampaikan berita kematian tersebut di daerah sekitar bahwa suatu kematian telah terjadi. Kalau kematian itu terjadi sore atau malam hari, mereka menunggu sampai pagi berikutnya untuk memeulai proses pemakaman. Pemakaman orang Jawa dilaksanakan secepat mungkin sesudah kematian. Segera setelah mendengar
BEDA KEJAWEN DAN ISLAM!"Banyak sekali to, Mbok. Tak bisa di rapel jadi satu?" tanya Dinda."Ngawur kau itu, makna nya beda- beda," jawab Mbok Jum."Apa saja itu, Mbok?" tanya Dinda sambil asik memetik bunga.Memang sangat enak mendengar cerita orang jaman dulu. Apalagi Mbok Jum adalah tipikal Ibu- ibu yang sangat asik diajak menggosip dan mengghibah. Meski begitu Mbok Jum juga orang yang sangat agami meski masih menganut tradisi jawa juga."Upacara selamatan tiga harian memiliki arti memberi penghormatan pada orang yang meninggal. Orang Jawa berkeyakinan bahwa orang yang meninggal itu masih berada di dalam rumah. Ia sudah mulai berkeliaran mencari jalan untuk meninggalkan rumah. Selamatan ke tiga hari berfungsi untuk menyempurnakan empat perkara yang disebut anasir hidup manusia, yaitu bumi, api, angin dan air," jawab Mbok Jum."Hah? Astagfirulloh! Apa benar itu, Mbok? Bukannya ruh nya sudah di alam barzah? Mbok Jum menakut- nakuti saja," kata Dinda syok dengan pernyataan itu.Seba
RONCE DAN SAWUR"Oh, Dinda paham. Misal nya seperti Haul Kyai Hamid, Kyai Hasnan, begitu to, Mbok?" tanya Dinda."Betul itu. Jadi beda kasta," jawab Mbok Jum."Umborampe itu apa to, Mbok? Kenapa harus ada?" tanya nya lagi."Umborampe itu benda atau alat perlengkapan dalam setiap sistem upacara oleh Orang Jawa, meliputi uborampe pangrukti layon sampai uborampe panguburing layon,yaitu perlengkapan merawat jenasah sampai perlengkapan penguburan jenasah. Saat upacara memandikan jenazah ada air landha merang yaitu air dari abu jerami yang disaring, digunakan untuk menyiram jenazah pertama kali. Air suci yaitu air yang diambil dari sumur yang digunakan untuk membilas jenazah. Air kunyit, yaitu air yang diberi campuran kunyit yang dihaluskan. Merang, atau dapat juga diganti dengan cottonbuds untuk membersihkan kuku. Sabun dan sampo, kapur barus, debog yaitu batang pisang yang dipotong. Tetapi ini hanya digunakan untuk situasi tertentu seperti jika tidak ada yang dapat dianggap layak untuk me
SAWAN MAYIT!"Kau kan hamil to kata mertuamu, kok rewang di sini?" sambung Nanda."Memang kenapa? Wajar to, wong Pak Hendi tetangga, mosok tetangga kesripahan mau diam diri di rumah?" sahut Dinda."Nduk, kau hamil?" tanya Mbok Jum dengan wajah paniknya. Dinda menganggukkan kepalanya."Astagfirulloh!" teriak beberapa orang yang rewang. Sontak pekikkan itu membuat Dinda bingung."Memang kenapa, Mbok?" tanya Dinda lagi ikut panik."Astagfirulloh, Gusti! Ayok pulang!" jawab Mbok Jum tanpa peduli dengan semua pertanyaan Dinda.Dinda yang memang tak tahu apa- apa langsung saja menurutinya. Dia langsung ngibrit pulang bersama Mbok Jum. Sepanjang jalan Mbok Jum meramalkan mantra- mantra yang tak tahu apa di katakannya."Kau itu ngawur, Din! Ngawur!" omel Mbok Jum."Kenapa memangnya, Mbok? Kenapa kita pulang? Di san masih repot lo, Mbok," ujar Dinda."Urusan layat melayat tidak sembarang orang diperbolehkan, Nduk! Kenapa kau tak mengatakan pada Mbok Jum sejak awal?" tanya Mbok Jum."La Mbok J
MENANTU SOK KAYA!Bu Nafis tak peduli dengan teriakan Dinda. Dia berpura- pura cuek dengan teriakan Dinda. Tapi dalam hati bangga, menantunya yang mengejarnya."Halah wes ben, Din! Mertuamu rada sableng setelah di tinggah Abah Kyai," jawab Mbok Jum."Bukan begitu, Mbok! Tapi kan helm Ibu masih di pakai, Mbok. Dia marah- marah sama Mbok Jum sampai lupa melepas helmnya," kata Dinda tertawa."Hahahah. Sukurin wes ben! Biarkan saja, biar malu," sahut Mbok Jum."Wes ndang mandi nanti tak buatkan jamu, Nduk! Tak tambahi buatkan gelang sekalian," perintah Mbok Jum lagi.Di sini orang yang terkena sawan baik anak bayi, anak- anak, maupun Ibu hamil akan di beri obat berupa rempah- rampah yang telah di beri mantera- mantera yang di kenal dengan sebutan sawanan. Sawanan biasanya berupa rempah-rempah Jawa di antaranya daun dlingo, bangle, adas waras, kunyit, bawang merah, ketumbar, laos, jinten, kulit pohon secang, kayu manis, akar wangi, cendana, daun kemukus, daun kemuning. Rempah-rempah terse