TANGIS EVA!"Maksudmu? Keluarganya Pak Hendi?" tanya Dinda setengah berbisik."Iyam Mbak! Pak Hendi tetangga kita!" jawab Ifah."Astaghfirullahaladzim! Apa iya, Fah? Apa mungkin," gumam dinda setengah tak percaya ucapan adik iparnya."Entahlah, Mbak! Tapi nyatanya yang berkata seperti itu adalah Mas Aris! Sumpah, Mbak! Dia sendiri mengatakannya begitu," jelas Ifah bersungguh- sungguh sambil menunjukkan bukti panggilan masuk di HPnya.Dinda menghela napasnya panjang, meskipun dia juga memiliki pemikirannya sama namun Dinda tak menyangka jika akan seperti itu. Dia tak menduga bahwa semu dugaannya menjadi kenyataan. Tersangka dan dalang semua teror ini hanya mengarah ke dua orang, jelas tak mungin Pak Hendi melakukannya. Kemungkinan besar mertua Pak Hendi atau anak- anak Pak Hendi sendiri."Dek! Jujur saja sebenarnya Mbak Dinda sempat berpikir seperti itu juga, namun Mbak Dinda belum memiliki bukti. Apakah Mas Arif memiliki bukti yang benar- benar akurat ya, Fah?" tanya Dinda lagi."inga
JANJI DUA IPAR!"Apa yang harus aku lakukan, Dek? Apakah aku harus melepas semua?" tanya Mbak Eva pada Dinda."Astagfirulloh! Jangan pernah memiliki pemikiran seperti itu, Mbak! Sampeyan harus banyak-banyak istighfar tak boleh berpikiran seperti itu apalagi jika ada setan yang lewat atau wali yang lewat nanti bisa jadi kenyataan! Amit amit jabang bayik! Kasihan anak- anak, Mbak! Jangan seperti itu lagi, Dinda tak suka mendengarnya! Tak baik," tegur Dinda. Meski begitu Dinda sebenarnya sangat tahu jika Eva mengatakan begitu karena sangat tertekan dengan kondisi ini. Jauh di lubuk hatinya, pasti dia juga tak mau biduk rumah tangga yang susah payah di bina hancur hanya dengan masalah seperti ini. Karena menjadi janda tentulah tak seindah bayangan, menjadi orang tua tunggal bagi anak dan membuat anak menyandang gelar broken home."Mbak Eva rasanya sudah mentok sekali, Dek! Sebenarnya Mbak Eva itu selama ini banyak diamnya, banyak mengalah. Semua Mbak Eva lakukan agar tak terjadi pertengk
TETAP SALAH MENANTU!"Kau dari mana saja sih, Mas? Kok tumben sekali jam segini baru pulang? Tumben tak memberikan kabar, Dinda khawatir sekali," kata Dinda menghampiri sang suami. Dia khawatir jika suaminya kenapa-napa apalagi dia pergi bekerja dengan beban pikiran yang sangat banyak tentang kakak lelakinya."Mengapa kok wajahmu cemberut begitu, Mas? Kenapa kau datang bisa bersama dengan Ibu?" cerca Dinda lagi."Sudah lah jangan tanya begitu terus, Dik! Aku lelah ingin istirahat dulu," jawab Hasan sambil berlalu ke kamar. Dinda pun segera mengikuti langkah kaki suaminya juga.Entah mengapa suaminya sampai bersikap begitu padanya juga. Padahal pagi tadi di mereka masih baik-baik saja, apalagi datang bersama Bu Nafis. Tentu saja ini membuat kekhawatiran di hati Dinda. Tapi bagaimana lagi, dia juga mengerti sekali kondisi Hasan. Apalagi watak Hasan jika memang tak sedang ingin diganggu maka dia benar-benar ingin sendiri. Dinda membiarkannya, apalagi nanti malam akan ada rapat dengan kak
SERATUS DUA PULUH JUTA!"Hah? Apa Ibu tak salah bicara?" tanya Mbak Eva yang terkejut sambil menganga setengah tak percaya bahwa Ibu mertuanya mampu berkata demikian.Dia sangat tahu jika Bu Nafis memang tak menyukainya. Namun dia tak akan mengira jika Ibu mertuanya itu akan dengan keji menuduhnya sebagai penyebab semua ini. Padahal jelas-jelas semua ini adalah salah anak lelakinya bahkan buktinya sudah ada di depan matanya tapi mengapa sang mertua tetap tidak terima dan mencari kambing hitam atas masalah yang disebabkan putranya sendiri. Eva benar-benar tidak habis pikir kali ini bagaimana mungkin Ibu mertuanya tetap menyalakannya dengan alasan tak becus menjadi istri."Kau itu malah huh, hah, huh, hah! Dan memasang wajah seolah-olah tak mengetahui semua yang terjadi ini juga! Pasti gara-gara kamu, gaya hidupmu yang terlalu mewah itu!" cela bu Nafis.Eva sekarang tak bisa bicara apa- apa lagi, Dia hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya. Eva diam karena dia ingin memberikan kesemp
TINDAKAN TEGAS EVA!"Astaghfirullahaladzim," kata Mbak Eva lirih. Dia tak sengaja tadi mendengar semua perkataan dan perencanaan Bu Nafis mertuanya dengan suaminya sendiri. Padahal dia tadi ingin beranjak segera pergi dari kamar dan mencari ojek untuk bisa pulang ke Kediri. Namun, saat hendak meninggalkan kamar dia mendengar semua percakapan suami dan mertuanya. Mbak Eva menghela nafasnya panjang lalu menghembuskannya pelan-pelan."Ini sudah keterlaluan sekali! Dinda harus tahu semuanya! Kasihan jika dia harus merasakan dan ikut bertanggung jawab atas kesalahan suamiku, padahal Dinda adalah ipar yang sangat baik," batin Mbak Eva dalam hati. Dia pun mengurungkan niatnya pergi dari rumah itu malam ini juga, karena ingin mengatakan semua pada Dinda. Mbak Eva segera mengambil hp-nya di kantong dan mengirimkan pesan.[Dek! Bisakah kita bertemu sebentar]Dengan harap-harap cemas Mbak Eva menunggu balasan dari Dinda, adik iparnya. Dia pun juga tak dapat menuntut Dinda segera membalas pesanny
MENANYAKAN LANGSUNG PADA HASAN!"Ya Allah apakah benar semua ini? Apa salah dan dosaku sampai ibu mertuaku rela berbuat seperti ini padaku?" batin Dinda dalam hati.Dinda segera mengambil HP nya. Dia menelpon kuasa hukum persahaannya. Dia menekan nomer Pak Lukman. Langsung sambungan pertama di angkat."Hallo selamat malam, Mbak Dinda," sapa seorang di sebrang."Selamat malam, Pak Lukman! Apakah anda sedang sibuk?" tanya Dinda."Tidak, Mbak! Ada apa?" tanya Pak Lukman."Pak, saya mau bertanya. Bagaimana hukumnya suami melakukan poligami tanpa izin istri?" tanya Dinda."Tolong jawab saja, nanti saya akan menceritakan detailsnya Pak," ujar Dinda lagi."Baiklah Mbak, saya akan menjawabnya. Pada dasarnya seorang laki-laki, baik ia muslim maupun nonmuslim, diperbolehkan untuk memiliki istri lebih dari satu, namun dengan berbagai persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang. Hal tersebut sebagaimana ketentuan hukum yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawina
DESAKAN DINDA!"Apa kau menikah lagi, Mas? Kau menikah di belakangku?" tanya Dinda."Hah?" sahut Hasan heran."Kenapa kau terkejut seperti itu, Mas? Apa kau benar- bear sudah menikah lagi? Lihat bau di bajumu, khas wangi gaharu! Kau habis dari kyai atau dari dukun? Kau habis menikah siri? Iya?" cerca Dinda sambil menatap nyalang ke arah suaminya.Hasan masih terdiam tak percaya dengan apa yang di lihatnya. Dia sungguh tak mengerti apa yang sebenarnya tengah terjadi dengan sang istri. Dinda tiba- tiba seperti orang kesurupan yang marah tanpa alasan."Kau ini kenapa?" tanya Hasan."Lihat dan dengarkanlah ini," perintah Dinda menyerahkan HP nya pada Hasan.Hasan pun menerima HP itu dan mencoba memutar lalu mendengarkan rekaman suara yang di tunjukkan Dinda. Dia mendengar dengan jelas suara sang Ibu menyuruh Mas Zain untuk membujuk Hasan agar mau menikah lagi. Hasan menarik nafasnya dalam, dia tak menyangka Dinda sudah mendengar hal ini dengan cepat. Padahal niatnya dia ingin menyembunyik
SUMPAH SERAPAH SEORANG IBU!"Hari ini Hasan akan mulai mengekost, Bu! Hasan sudah men DP untuk tinggal di sana selama satu bulan," ujar Hasan santai."Apa?" teriak Bu Nafis kaget."Iya, Bu! Hari ini rencananya Hasan ingin pindah ke kos-kosan, bukan untuk mencari suasana baru tapi rasanya ini jalan terbaik untukku Dinda, agar kami lebih mandiri lagi," ujar Hasan."Gila kau! Tidak! Ibu tidak mengizinkanmu pergi dari rumah ini! Demi wanita yang baru kau nikahi kemarin sore, kau sekarang sudah berbuat gila! Kau bahkan mau meninggalkan Ibu dan Ifah adik kandungmu di rumah sendiri, kami itu masih di teror! Kau tega-teganya meninggalkan Ibu di sini sendiri bersama adik perempuanmu! Memang ya kau ini egois sekali," bentak bu Nafis."Bukan begitu, Bu! Aku tak masalah untuk menjaga Ibu dan Ifah, tetapi yang masalah di sini adalah aku menjaga perasaan istriku sendiri! Istriku sudah berkorban kepadaku banyak, dia meninggalkan keluarganya sekarang, apakah aku tidak boleh untuk membahagiakannya bar