CERAIKAN AKU JIKA KAU INGIN BERSAMA MASA LALUMU, MAS!"Oh baiklah Pak Agus kalau begitu, terima kasih ya!" ucap Dinda dalam hati."Aku tak akan membiarkanmu, Mas! Dari pada kau bersama wanita lain dengan uang gaji dari perusahaan Papaku, lebih baik Kau di pecat saja sekalian!" tekad Dinda dalam hati.Dinda sudah mengepalkan tangannya tanda amarah memuncak. Dia berjalan mondar -mandir di depan pintu ruangan dokter Maya. Membuat dia menjadi bahan perhatian orang -orang. Namun Dinda berusaha untuk tak menghiraukannya, meskipun tatapan itu aneh dan menghakimi. Bagaimana mungkin dia bisa tenang. Dia harusnya yang datang ke ruangan Dokter Maya di temani oleh Hasan dan mertuanya. Harusnya Dinda yang berada di posisi itu. Tapi kenyataannya justru Hasan datang menemani wanita lain bukan untuk memeriksakan istrinya. Dinda mondar mandir."Mbak, duduk sini," panggil Ibu setengah baya yang kasihan karena melihat Dinda terus berdiri hilir mudik di depan ruangan dokter.Dinda nampak berjalan ke kan
FIND MY DEVICE!"Pak tolong! Orang ini ingin mencekal saya, Pak! Tolong amankan dia, Pak!" pinta Dinda."Pak, bohong saya itu suaminya....""Tidak Pak! Tolong saya, Pak! Saya tak mau lagi dengan lelaki ini, Pak! Tolong saya! Saya hanya ingin mengambil mobil saya dan pulang," ujar Dinda memotong pembicaraan Hasan.Satpam pun akhirnya mencekal tangan Hasan dan mencegahnya menarik Dinda. Hal itu mempermudah Dinda untuk kabur. Dinda pun tak menyia- nyiakan kesempatan itu, dia langsung berlari secepatnya ke depan parkiran dan mengambil mobil. Dinda berusaha untuk pergi meninggalkan Hasan dan Bu Nafis. Entah bagaimana pulang Mereka nanti itu bukan urusannya yang penting Dinda ingin segera pergi karena tak sanggup menahan sesak hatinya."Hasan! Mengapa kau diam saja dan berpelukan sama saatpam di sini? Bodoh!" hardik Bu Nafis."Cepat! Sana! Kejar Dinda bodoh! Kunci mobilnya kan sudah di ambil istrimu itu! Lalu bagaimana kita pulang nya nanti? Cepat sana" teriak Bu Nafis memaki anaknya.Bu Na
GPS MOBIL"Ya Allah! Jangan balik ke Kediri lagi, Dek!" doa Hasan saat melihat posisi HP Dinda mulau mendekati arah tol.Dinda melajukan mobilnya tanpa arah. Rasnaya dia ingin pulang dan mengadukan semua pada kedua orang tuanya agar Hasan di pecat, hidupnya sengsara. Saat ini Dinda mengendarai mobil sendiri dari Madiun ke Kediri. Namun dia sadar jika pulang ke Kediri itu tak mungkin kedua orang tuanya mengizinkan dia untuk bisa pulang ke Madiun lagi.Padahal jujur saja, di hati Dinda terdalam dia masih sangat mencintai Hasan. Apapun alasannya Dinda sebenarnya ingin bertahan dan bingung. Satu sisi mempertahankan rumah tangganya demi bayi yang di kandungnya atau meninggalkan Hasan karena kesakitan yang dia berikan.'Shittttt' Dinda langsung mengerem mobilnya. Dia menghentikan mobil tepat di depan salah satu Indomaret sebelum masuk gerbang tol Madiun. Dinda menghentikan mobilnya dan masuk ke dalam Indomaret untuk memesan secangkir kopi espresso."Mbak kopi satu ya," kata Dinda meminta pe
KEDATANGAN IFAH!"Kenapa kau melakukan ini semua padaku, Mas? Apakah kau memang ingin kembali kepada Nanda?" tanya Dinda."Astagfirullah, Dek! Kau salah paham," ujar Hasan."Hahaha! Kalau aku salah paham, lantas bagaimana sebenarnya kejadian itu? Mengapa kau rela izin sampai ke luar kantor di jam bekerja seperti ini hanya untuk menuruti permintaan Nanda?" tanya Dinda dengan nada suara keras karena marah."Kalau tak cinta apa namanya?" tanya Dinda lagi."Astaghfirullahaladzim," gumam Hasan."Kau mau Mas yang bicara atau masih kau yang bicara, Dek? Jika memang kau masih mau berbicara maka bicaralah dulu, Dek! Puaskan dan keluarkan semua emosimu. Mas akan dengarkan tanpa memotongnya," jelas Hasan."Karena percuma saja Mas menjelaskan padamu kalau kau masih emosi. Tentu akal dan pikiranmu tak akan bisa menerima semua penjelasan Mas dan masih terlihat salah saja nantinya. Kalau sudah bilang ya," kata Hasan.Dinda langsung terdiam mendengar perkataan suaminya itu. Dia menarik nafas dalam- d
BERGHIBAH DENGAN IFAH'Ting' satu pesan masuk dari Ifah. Rasanya Dinda juga rindu kepada adik iparnya itu. Bagaimanapun juga Ifah tidak pernah bersalah dia hanya menjadi korban hasutan ibunya.[Mbak Dinda, di mana? Bolehkah Ifah bermain ke sana? Kata Ibu, Mbak Dinda sudah pulang][Kemarilah, Dek. Mbak akan mengirim share loc lokasinya][Ada sesuatu yang ingin Ifah bicarakan, Mbak][Apa itu?]Pesan Dinda tak di jawab oleh Ifah. Dinda berpikir mungkin Ifah sedang berangkat menuju ke kos miliknya. Dia juga memesankan beberapa makanan dan camilan yang jarang sekali bisa Ifah makan jika di rumah."Assalamualaikum," kata Ifah memasuki gerbang kos- kosan milik kakaknya itu.Tak salah lagi ini adalah kos tempat kakak iparnya. Ifah melihat mobil Kakak iparknya yang masih ada di sana, dia pun segera menelpon Dinda. Untunglah tak lama kemudian Dinda pun keluar dari kamarnya. Dinda menyuruh masuk Ifah. Mereka pun saling berpelukan melepas rasa rindu."Mbak Dinda! Ifah kangen sekali denganmu. Kena
TA'ARUF MEMBELI KUCING DALAM KARUNG?"Ifah kau yakin?" tanya Dinda."Memang kenapa, Mbak?" jawab Ifah."Dek, kalau kau taaruf maka jangan hanya melihat lelakinya saja, Dek! Tapi pertimbangkan juga, bebet, bibit, bobotnya," sambung Dinda."Siapa yang mengenalkannya padamu?" tanya Dinda."Kenapa memang, Mbak?" sahut Dinda."Kita bisa menilai lelaki itu dari pergaulannya. Meskipun juga itu tak jaminan setidaknya kita bisa mengetahuinya, Dek," sambung lelaki itu.Untuk mengetahui apakah ia seorang pasangan yang ideal atau tidak diharuskan untuk mengenalnya terlebih dahulu sebelum melakukan proses khitbah atau tunangan. Seperti kata pepatah, kenali babat, bibit, bobotnya. Dalam Islam pun dianjurkan agar seseorang mengetahui atau mengenal dulu calon yang akan dihalalkannya. Dalam bahasa syariatnya hal tersebut dikenal dengan istilah taaruf yang memang secara pengertian sederhananya berarti saling mengenal."Jangan sampai membeli kucing dalam karung, Dek!" pesan Dinda.Mengenal saling menge
PERNIKAHAN ITU DILAKUKAN OLEH DUA ORANG BUKAN HANYA AKU SAJA, MAS[Pernikahan itu dilakukan oleh dua orang bukan hanya aku saja, Mas]Send. Pesan itu terkirim pada suaminya, Hasan. Sudah tercentang namun belum di balas olehnya. Terakhir di lihat di wa- nya pun sudah beberapa jam yang lalu. Dinda sadar dia tak boleh begini. Dia harus berusaha mempertahankan rumah tangganya. Saat asik melamun, tiba- tiba Dinda mendengar kajian salah satu ustad saat asik men- scroll aplikasi tok tok nya."Karena kalau dia adalah seorang wanita yang cerdas, maka pilihannya bukan menghancurkan, atau membuat masalah, atau memancing persoalan lagi, yang akhirnya bisa merusak rumah tangga mereka.Wanita itu pasti akan selalu berusaha untuk mempertahankan rumah tangga mereka. Karena apa? Rumah tangga itu adalah kunci surga kita. Rumah tangga kita adalah peluang masuk surga dari pintu yang bebas kita pilih, pada hari kiamat kelak. Jadi kalau kalian para wanita cerdas dan pandai, jangan kita lepaskan hanya gara
MENYINGSINGKAN LENGAN! BERPERANG MELAWAN MERTUA!"Setelah tahu bahwa kau sedang hamil, Mas juga berpikir untuk sesekali tidur di sini saja, Dek! Bagaimana menurtmu? Jadi tiga hari tidur di rumah Ibu, sisanya yang empat hari tidur di sini. Itu rasanya lebih adil kan?" tanya Hasan."Bagaimana menurutmu?" sambungnya.Mendengar pernyataan itu justru Dinda terkejut dan terdiam beberapa saat. Dia dilema, jalan manakah yang harus dia pilih? Ikut kembali ke rumah ibu mertuanya dengan segala konsekuensinya atau menuruti saran Hasan. Kalau dia terus di sini, maka Nanda masih mempunyai peluang untuk mendatangi rumahnya selama tiga hari. Tapi jika dia kembali ke rumah itu harus siap berhadapan dengan Bu Nafis.Dinda memandang suaminya itu. Terbesit rasa bersalah dalam pikirannya. Lelaki itu sudah memiliki keriput, padahal mereka baru menikah beberapa bulan. Mungkin beban yang dia pikul saat ini memang berat. Apalagi memiliki dua ratu yang sama- sama saling menuntut. Dinda