Keputusan tanpa Hasan."Apa itu artinya anak kami keguguran, Dok?" sahut Mama Dinda yang mulai paham ke mana arah pembicaraan dokter.Dengan berat hati dokter hanya menganggukkan kepalanya. Seketika tubuh Papa Dinda lurus menyender ke kursi. Mama Dinda langsung menghampiri Dinda. Berbeda dengan respon yang diduga Dinda justru tersenyum menguatkan."Sudah tak papa kok, Pah! Mama tak usah sedih juga, Mungkin memang belum rezeki, Dinda," ujar Dinda.Tanpa semua orang tahu sebenarnya Dinda memiliki pemikiran yang berbeda. Sedikit banyak dia mulai mengerti mengapa Tuhan memberikan jalan ini kepadanya. Mungkin memang ini jalan yang terbaik untuk rumah tangga mereka saat ini. Indah justru kasihan jika bayi ini lahir di dunia.Dinda merasa sebagai wanita psikisnya belum siap menjadi seorang ibu. Apalagi Hasan yang masih suka bertindak semaunya tidak mencerminkan sosok sedikitpun sebagai seorang ayah yang baik. Walaupun hati Dinda sakit setidaknya dia bersyukur jika memang kemungkinan terburuk
KABAR MENGEJUTKAN!'Tring'Satu pesan masuk di HP Hasan. Hasan mengeroko HP di sakunya dia melihat pesan dari siapa yang masuk ternyata satu pesan dari mertuanya. Segera dia membuka pesan itu sambil meminum kopi yang telah dibuatkan Pak Heru tadi.[Dinda harus menjalani operasi kuretase. Bayi kalian meninggal, ini dinda masuk ruang operasi]'prang' Cangkir yang berisi kopi dipegangnya tadi langsung luruh. Terjatuh di meja kerjanya dan pecah berkeping-keping. Air kopi itu membasahi semua file dokumen Hasan dan kertas yang ada di meja kerjanya. Pesan sampai berkali-kali mengerjakan matanya berharap dia salah membaca."Astaghfirullahaladzim innalillahi wa inna ilaihi rojiun," pekik Hasan tertahan.Dia duduk di kursinya sambil terbengong. Dia tak bisa berkata-kata lagi saat ini. Pikirannya kosong mencoba mencerna semua yang telah terjadi. Membaca pesan itu sekali lagi berharap dia salah. Tapi nyatanya pesan itu tak berubah dan masih sama.Hasan sege
MURKANYA HASAN!"Fah, mana kuncinya?" bentak Hasan bukan karena panik, tetapi Hasan begitu terkejut melihat Ifah.Ifah sontak terkejut, dia tersentak kaget mendapati Kakak lelakinya masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu lebih dahulu. Padahal posisinya dia sekarang sedang melakukan video call dengan arif. Hasan sekelipat melihat seragam polisi tertera di layar Ifah dia langsung merebut HP Ifah dengan kasar."Kenapa kau masih mengganggu keluargaku dan adikku? Tak cukup kau merusaknya semua dengan mendatangkan istrimu yang meneror keluarga kami?" hardik Hasan."Bangsat kau!" umpat Hasan melampiaskan rasa emosi yang meluap karena keterkejutannya mendapatkan kabar bahwa Dinda keguguran.Ifah sontak langsung merebut hp-nya kembali dari genggaman tangan kakaknya itu. Dia berusaha menggapai HPnya. Tetapi tidak bisa, Hasan justru menepis tangannya dan mendorong tubuhnya ke belakang hingga Ifah jatuh terduduk di sebelah ranjang miliknya. Hasan kemudian membanting HP
TANGIS PENYESALAN'brak'"Alloh!" Teriak Hasan.Motor Hasan terpental karena menabrak sebuah truk yang tiba-tiba berhenti mendadak. Untung saja Hasan dapat menguasai keadaan jalan itu karena memang belumlah jauh dari rumahnya. Hasan terpental dan terjatuh ke arah semak-semak. Luka yang dideritanya tidak terlihat tetapi tangannya sangat susah digerakkan. Sedangkan motor ifa sudah masuk pada kolong truk. Pak truk itu berhenti karena juga menabrak mobil di depannya sepertinya itu adalah tabrakan beruntun. "Astaga bagaimana keadaannya, Pak?" tanya seorang warga yang langsung datang menolong Hasan."Alhamdulillah tidak begitu parah, Pak! Tetapi tangan saya sakit sekali rasanya, entah keseleo atau bagaimana ini!" ujar Hasan sambil terus memegangi tangannya yang sangat susah digerakkan.Sepertinya tangan itu sudah bengkak. Tangan itu pas sekali bertepatan dengan tangan kanan. Hasan takut jika tangan itu mengalami retak atau patah. Karena sebagian aktivitas yang di lakukan bertumpu di tangan
OPERASI"Ini hasilnya, Bu! Sepertinya Pak Hasan mengalami patah tulang, ini harus dioperasi untuk pemasangan pen," jelas dokter."Lif, biaya operasi dari mana? Hasan tak punya duit," bisik bu Nafis yang langsung di pelototi Mbak Alif."Sudahlah, Bu! Kita pikirkan nanti saja! Kita dengarkan dulu penjelasan Dokter! Ibu diam saja sebentar! Belum selesai bicara Ibu sudah memotongnya," omel Mbak Alif.Dokter itu tersenyum melihat tingkah anak dan Ibu itu. Setelah di omeli Mb Alif, bu Nafis diam. Walau di hatinya sangat dongkol."Oh iya, Bu dokter! Maaf kalau pertanyaan saya ini lancang, untuk biaya operasi itu sekitaran berapa ya?" tanya Mbak Alif memastikan."Wah, untuk itu maaf Bu, kami sebagai dokter kurang tahu dan tidak terlalu mengerti, mungkin sekitar sepuluh sampai dengan lima belas juta! Untuk lebih jelasnya ini saya kasih adalah rincian biaya untuk UGD, silahkan di bayar dulu ke loket, habis itu Ibu bisa menanyakan di loket langsung untuk biaya
Kesalah pahaman yang semakin meruncing"Sampai kapan ibu seperti ini? Ibu apa tidak malu? Sekali ini saja, Bu! Ibu coba korbanlah untuk Hasan, Alif janji jika Hasan sudah sadar akan meminta uang ganti pada Hasan, peganglah perkataan Alif," bujuk Mbak Alif semangat."Andai Alif juga punya uang sendiri dan Alif bekerja, tentulah Alif tak pernah perhitungan dengan adik sendiri, Bu! Tapi sayangnya di sini Alif hanya menjadi seorang ibu rumah tangga dan bekerja membantu Ibu saja di kantin rumah sakit, uang hasil membantu Ibu pun sudah Alif berikan kepada Hasan untuk membayar biaya IGD satu setengah juta, tadi itu uang yang sangat besar nominalnya bagi Alif," jelas Mbak Alif lagi."Alif mohon, Bu! Sekali ini saja, Ibu kurangi sifat kepelitaan Ibu itu demi Hasan, anak Ibu sendiri! Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Hasan apa Ibu tak akan menyesal?" tanya Alif membujuk Bu Nafis."Baiklah, nanti akan Ibu bayari! Tapi tetap ya itu Ibu hitung hutang," ucap bu Nafis.M
KEBANGKITAN DINDA,"Ya Allah, Mas! Apakah sebegitu marah mu? Sampai kau tak peduli lagi denganku?" batin Dinda dalam hati.Dinda menangis dalam hati. Air matanya juga meleleh membasahi bantal tempat kepalanya tidur. Papa Dinda melihat itu dalam hatinya bergemuruh hebat gejolak amarah pada Hasan menantunya. Dia seperti ini tak terima mengapa anaknya diperlakukan seperti ini. Hasan seperti memberi harapan yang tinggi seolah-olah dia akan datang kemari, dengan segala emosinya sampai mematikan telepon dari mertua. Nyatanya sampai detik ini juga tak datang juga."Tak usah lah kau menangis, Nduk! Untuk apa kau menangisi lelaki semacam itu? Hanya membuang air mata dan tenagamu saja, tak bergun! Bangkit dan balaslah semua sakit hatimu itu dengan sebuah pembuktian, buktikan bahwa kau lebih mampu dan kuat untuk berdiri di atas kakimu sendiri! Bukankah Papa sering berkata padamu, jangan terlalu berharap pada manusia, karena itu akan menyakiti dirimu sendiri," ucap papa Dinda.
WANITA MEMANG GAMPANG LULUH,"Dinda sepertinya masih tidur ini, Mas! Apakah kau benar-benar mau berbicara padanya? Jika memang benar ini berbicara dengan Dinda? Aku akan membangunkannya untukmu," ujar papa Dinda."Kalau memang Dinda nya sedang tidur tak usah, Pak! Kasihan kalau dibangunkan. Dia mungkin masih lelah juga, kalau begitu nitip salam saja ya, Pak. Nanti kalau memang Dinda sudah siuman tolong diberitahukan bahwa Hasan belum bisa menengok ke sana, kami keluarga juga belum bisa menengok ke sana," kata Mas Andri."Nanti setelah sadar dari operasinya, kan mungkin tengah malam hari, insya Allah kami akan menghubungi Dinda lagi jika diperkenankan," izin Mas Andri pada papa Dinda karena dia tahu dari nada bicaranya Papa Dinda sudah terkesan marah dan tak terima."Oh iya Mas iya tak apa-apa, tolong sampaikan salamku juga pada keluarga sana ya! Kita saling menjaga anak masing-masing dulu, karena kami pun tak dapat ke sana juga saat ini. Seperti yang kalian tahu sendiri, kondisi Dinda