Share

Darah Yang Berceceran!

Penulis: Secilia Abigail Hariono
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Darah yang berceceran

"Bayangkan kalau itu terjadi pada anakmu, dia menyukai lelaki dan anak kita wanita! jika kita tak merestuinya lalu dia bertemu diam- diam dengan lelaki itu di belakang, bagaimana?" tanya bu Nafis.

"Ibu hanya takut Ifah terjerumus hubungan yang tidak benar. Lebih baik mereka jujur pada ibu bahwa benar ada hubungan. Suatu saat jika ada apa-apa ibu tahu pada siapa harus mencari dan siapa lelaki yang bertanggung jawab atas dirinya," jelas bu Nafis seolah-olah membijakkan dirinya di hadapan anak-anaknya.

Padahal Bu Nafis tidak berniat seperti itu. Memang benar dia merestui hubungan Arif dengan Ifah karena Arif sudah PNS. Itu dirasa lebih aman daripada kehidupan anak-anaknya sekarang.

Sekarang Mbak Alif terdiam mendengar penjelasan ibunya yang memang masuk akal. Mungkin dia akan berlaku seperti itu juga jika anaknya menemukan lelaki yang mapan. Tapi jujur saja hati Mbak Alif masih saja tak terima takut jika terjadi apa-apa dengan Ifah.

"Sudah, sudah tak usah di bahas l
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KURETASE?

    KURETASE?Dinda segera naik ke dalam mobil di ikuti dengan kedua orang tuanya. Mereka langsung pergi ke salah satu rumah sakit swasta terkenal di kotanya . Semua yang ada di dalam mobil ikut panik namun Dinda tak merasakan apapun dia juga tak merasakan sakit yang ada hanyalah rasa ketakutan luar biasa di hatinya. Dia takut jika sesuatu terjadi dalam kandungannya, sekitar lima belas menit. Mereka sampai di rumah sakit tujuan. Papa Dinda langsung turun dan berteriak di IGD meminta bantuan karena panik."Tolong, Dok! Tolong anak saya sudah pendarahan! Dia sedang hamil empat bulan," ujar Papa Dinda sambil menggeret lengan seorang suster yang di dekatnya."Baik, Pak! Sebentar, sebentar mana anaknya? Apakah bisa berjalan?" tanya suster UGD lagi."Bawakan kursi roda saja, Sus!" teriak seorang perawat lelaki di belakangnya.Tanpa banyak bicara lagi suster perempuan itu mengambil sebuah kursi roda dan berjalan di belakang Papa Dinda. Mereka menuju sebuah mobil, Dinda langsung di suruh duduk di

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Keputusan Tanpa Hasan!

    Keputusan tanpa Hasan."Apa itu artinya anak kami keguguran, Dok?" sahut Mama Dinda yang mulai paham ke mana arah pembicaraan dokter.Dengan berat hati dokter hanya menganggukkan kepalanya. Seketika tubuh Papa Dinda lurus menyender ke kursi. Mama Dinda langsung menghampiri Dinda. Berbeda dengan respon yang diduga Dinda justru tersenyum menguatkan."Sudah tak papa kok, Pah! Mama tak usah sedih juga, Mungkin memang belum rezeki, Dinda," ujar Dinda.Tanpa semua orang tahu sebenarnya Dinda memiliki pemikiran yang berbeda. Sedikit banyak dia mulai mengerti mengapa Tuhan memberikan jalan ini kepadanya. Mungkin memang ini jalan yang terbaik untuk rumah tangga mereka saat ini. Indah justru kasihan jika bayi ini lahir di dunia.Dinda merasa sebagai wanita psikisnya belum siap menjadi seorang ibu. Apalagi Hasan yang masih suka bertindak semaunya tidak mencerminkan sosok sedikitpun sebagai seorang ayah yang baik. Walaupun hati Dinda sakit setidaknya dia bersyukur jika memang kemungkinan terburuk

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KABAR MENGEJUTKAN!

    KABAR MENGEJUTKAN!'Tring'Satu pesan masuk di HP Hasan. Hasan mengeroko HP di sakunya dia melihat pesan dari siapa yang masuk ternyata satu pesan dari mertuanya. Segera dia membuka pesan itu sambil meminum kopi yang telah dibuatkan Pak Heru tadi.[Dinda harus menjalani operasi kuretase. Bayi kalian meninggal, ini dinda masuk ruang operasi]'prang' Cangkir yang berisi kopi dipegangnya tadi langsung luruh. Terjatuh di meja kerjanya dan pecah berkeping-keping. Air kopi itu membasahi semua file dokumen Hasan dan kertas yang ada di meja kerjanya. Pesan sampai berkali-kali mengerjakan matanya berharap dia salah membaca."Astaghfirullahaladzim innalillahi wa inna ilaihi rojiun," pekik Hasan tertahan.Dia duduk di kursinya sambil terbengong. Dia tak bisa berkata-kata lagi saat ini. Pikirannya kosong mencoba mencerna semua yang telah terjadi. Membaca pesan itu sekali lagi berharap dia salah. Tapi nyatanya pesan itu tak berubah dan masih sama.Hasan sege

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MURKANYA HASAN!

    MURKANYA HASAN!"Fah, mana kuncinya?" bentak Hasan bukan karena panik, tetapi Hasan begitu terkejut melihat Ifah.Ifah sontak terkejut, dia tersentak kaget mendapati Kakak lelakinya masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu lebih dahulu. Padahal posisinya dia sekarang sedang melakukan video call dengan arif. Hasan sekelipat melihat seragam polisi tertera di layar Ifah dia langsung merebut HP Ifah dengan kasar."Kenapa kau masih mengganggu keluargaku dan adikku? Tak cukup kau merusaknya semua dengan mendatangkan istrimu yang meneror keluarga kami?" hardik Hasan."Bangsat kau!" umpat Hasan melampiaskan rasa emosi yang meluap karena keterkejutannya mendapatkan kabar bahwa Dinda keguguran.Ifah sontak langsung merebut hp-nya kembali dari genggaman tangan kakaknya itu. Dia berusaha menggapai HPnya. Tetapi tidak bisa, Hasan justru menepis tangannya dan mendorong tubuhnya ke belakang hingga Ifah jatuh terduduk di sebelah ranjang miliknya. Hasan kemudian membanting HP

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   TANGIS PENYESALAN!

    TANGIS PENYESALAN'brak'"Alloh!" Teriak Hasan.Motor Hasan terpental karena menabrak sebuah truk yang tiba-tiba berhenti mendadak. Untung saja Hasan dapat menguasai keadaan jalan itu karena memang belumlah jauh dari rumahnya. Hasan terpental dan terjatuh ke arah semak-semak. Luka yang dideritanya tidak terlihat tetapi tangannya sangat susah digerakkan. Sedangkan motor ifa sudah masuk pada kolong truk. Pak truk itu berhenti karena juga menabrak mobil di depannya sepertinya itu adalah tabrakan beruntun. "Astaga bagaimana keadaannya, Pak?" tanya seorang warga yang langsung datang menolong Hasan."Alhamdulillah tidak begitu parah, Pak! Tetapi tangan saya sakit sekali rasanya, entah keseleo atau bagaimana ini!" ujar Hasan sambil terus memegangi tangannya yang sangat susah digerakkan.Sepertinya tangan itu sudah bengkak. Tangan itu pas sekali bertepatan dengan tangan kanan. Hasan takut jika tangan itu mengalami retak atau patah. Karena sebagian aktivitas yang di lakukan bertumpu di tangan

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   OPERASI

    OPERASI"Ini hasilnya, Bu! Sepertinya Pak Hasan mengalami patah tulang, ini harus dioperasi untuk pemasangan pen," jelas dokter."Lif, biaya operasi dari mana? Hasan tak punya duit," bisik bu Nafis yang langsung di pelototi Mbak Alif."Sudahlah, Bu! Kita pikirkan nanti saja! Kita dengarkan dulu penjelasan Dokter! Ibu diam saja sebentar! Belum selesai bicara Ibu sudah memotongnya," omel Mbak Alif.Dokter itu tersenyum melihat tingkah anak dan Ibu itu. Setelah di omeli Mb Alif, bu Nafis diam. Walau di hatinya sangat dongkol."Oh iya, Bu dokter! Maaf kalau pertanyaan saya ini lancang, untuk biaya operasi itu sekitaran berapa ya?" tanya Mbak Alif memastikan."Wah, untuk itu maaf Bu, kami sebagai dokter kurang tahu dan tidak terlalu mengerti, mungkin sekitar sepuluh sampai dengan lima belas juta! Untuk lebih jelasnya ini saya kasih adalah rincian biaya untuk UGD, silahkan di bayar dulu ke loket, habis itu Ibu bisa menanyakan di loket langsung untuk biaya

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Kesalah pahaman yang semakin meruncing

    Kesalah pahaman yang semakin meruncing"Sampai kapan ibu seperti ini? Ibu apa tidak malu? Sekali ini saja, Bu! Ibu coba korbanlah untuk Hasan, Alif janji jika Hasan sudah sadar akan meminta uang ganti pada Hasan, peganglah perkataan Alif," bujuk Mbak Alif semangat."Andai Alif juga punya uang sendiri dan Alif bekerja, tentulah Alif tak pernah perhitungan dengan adik sendiri, Bu! Tapi sayangnya di sini Alif hanya menjadi seorang ibu rumah tangga dan bekerja membantu Ibu saja di kantin rumah sakit, uang hasil membantu Ibu pun sudah Alif berikan kepada Hasan untuk membayar biaya IGD satu setengah juta, tadi itu uang yang sangat besar nominalnya bagi Alif," jelas Mbak Alif lagi."Alif mohon, Bu! Sekali ini saja, Ibu kurangi sifat kepelitaan Ibu itu demi Hasan, anak Ibu sendiri! Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Hasan apa Ibu tak akan menyesal?" tanya Alif membujuk Bu Nafis."Baiklah, nanti akan Ibu bayari! Tapi tetap ya itu Ibu hitung hutang," ucap bu Nafis.M

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KEBANGKITAN DINDA,

    KEBANGKITAN DINDA,"Ya Allah, Mas! Apakah sebegitu marah mu? Sampai kau tak peduli lagi denganku?" batin Dinda dalam hati.Dinda menangis dalam hati. Air matanya juga meleleh membasahi bantal tempat kepalanya tidur. Papa Dinda melihat itu dalam hatinya bergemuruh hebat gejolak amarah pada Hasan menantunya. Dia seperti ini tak terima mengapa anaknya diperlakukan seperti ini. Hasan seperti memberi harapan yang tinggi seolah-olah dia akan datang kemari, dengan segala emosinya sampai mematikan telepon dari mertua. Nyatanya sampai detik ini juga tak datang juga."Tak usah lah kau menangis, Nduk! Untuk apa kau menangisi lelaki semacam itu? Hanya membuang air mata dan tenagamu saja, tak bergun! Bangkit dan balaslah semua sakit hatimu itu dengan sebuah pembuktian, buktikan bahwa kau lebih mampu dan kuat untuk berdiri di atas kakimu sendiri! Bukankah Papa sering berkata padamu, jangan terlalu berharap pada manusia, karena itu akan menyakiti dirimu sendiri," ucap papa Dinda.

Bab terbaru

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ENDING YANG BAHAGIA!

    ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Hamil?

    HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   AWAL BARU KEBAHAGIAAN

    AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HADIAH DARI SUAMI BARU

    HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA

    ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS

    MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!

    RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Izin Pergi Dari Rumah

    IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?

    MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."

DMCA.com Protection Status