Share

OPERASI

Penulis: Secilia Abigail Hariono
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

OPERASI

"Ini hasilnya, Bu! Sepertinya Pak Hasan mengalami patah tulang, ini harus dioperasi untuk pemasangan pen," jelas dokter.

"Lif, biaya operasi dari mana? Hasan tak punya duit," bisik bu Nafis yang langsung di pelototi Mbak Alif.

"Sudahlah, Bu! Kita pikirkan nanti saja! Kita dengarkan dulu penjelasan Dokter! Ibu diam saja sebentar! Belum selesai bicara Ibu sudah memotongnya," omel Mbak Alif.

Dokter itu tersenyum melihat tingkah anak dan Ibu itu. Setelah di omeli Mb Alif, bu Nafis diam. Walau di hatinya sangat dongkol.

"Oh iya, Bu dokter! Maaf kalau pertanyaan saya ini lancang, untuk biaya operasi itu sekitaran berapa ya?" tanya Mbak Alif memastikan.

"Wah, untuk itu maaf Bu, kami sebagai dokter kurang tahu dan tidak terlalu mengerti, mungkin sekitar sepuluh sampai dengan lima belas juta! Untuk lebih jelasnya ini saya kasih adalah rincian biaya untuk UGD, silahkan di bayar dulu ke loket, habis itu Ibu bisa menanyakan di loket langsung untuk biaya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Kesalah pahaman yang semakin meruncing

    Kesalah pahaman yang semakin meruncing"Sampai kapan ibu seperti ini? Ibu apa tidak malu? Sekali ini saja, Bu! Ibu coba korbanlah untuk Hasan, Alif janji jika Hasan sudah sadar akan meminta uang ganti pada Hasan, peganglah perkataan Alif," bujuk Mbak Alif semangat."Andai Alif juga punya uang sendiri dan Alif bekerja, tentulah Alif tak pernah perhitungan dengan adik sendiri, Bu! Tapi sayangnya di sini Alif hanya menjadi seorang ibu rumah tangga dan bekerja membantu Ibu saja di kantin rumah sakit, uang hasil membantu Ibu pun sudah Alif berikan kepada Hasan untuk membayar biaya IGD satu setengah juta, tadi itu uang yang sangat besar nominalnya bagi Alif," jelas Mbak Alif lagi."Alif mohon, Bu! Sekali ini saja, Ibu kurangi sifat kepelitaan Ibu itu demi Hasan, anak Ibu sendiri! Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Hasan apa Ibu tak akan menyesal?" tanya Alif membujuk Bu Nafis."Baiklah, nanti akan Ibu bayari! Tapi tetap ya itu Ibu hitung hutang," ucap bu Nafis.M

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KEBANGKITAN DINDA,

    KEBANGKITAN DINDA,"Ya Allah, Mas! Apakah sebegitu marah mu? Sampai kau tak peduli lagi denganku?" batin Dinda dalam hati.Dinda menangis dalam hati. Air matanya juga meleleh membasahi bantal tempat kepalanya tidur. Papa Dinda melihat itu dalam hatinya bergemuruh hebat gejolak amarah pada Hasan menantunya. Dia seperti ini tak terima mengapa anaknya diperlakukan seperti ini. Hasan seperti memberi harapan yang tinggi seolah-olah dia akan datang kemari, dengan segala emosinya sampai mematikan telepon dari mertua. Nyatanya sampai detik ini juga tak datang juga."Tak usah lah kau menangis, Nduk! Untuk apa kau menangisi lelaki semacam itu? Hanya membuang air mata dan tenagamu saja, tak bergun! Bangkit dan balaslah semua sakit hatimu itu dengan sebuah pembuktian, buktikan bahwa kau lebih mampu dan kuat untuk berdiri di atas kakimu sendiri! Bukankah Papa sering berkata padamu, jangan terlalu berharap pada manusia, karena itu akan menyakiti dirimu sendiri," ucap papa Dinda.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   WANITA MEMANG GAMPANG LULUH,

    WANITA MEMANG GAMPANG LULUH,"Dinda sepertinya masih tidur ini, Mas! Apakah kau benar-benar mau berbicara padanya? Jika memang benar ini berbicara dengan Dinda? Aku akan membangunkannya untukmu," ujar papa Dinda."Kalau memang Dinda nya sedang tidur tak usah, Pak! Kasihan kalau dibangunkan. Dia mungkin masih lelah juga, kalau begitu nitip salam saja ya, Pak. Nanti kalau memang Dinda sudah siuman tolong diberitahukan bahwa Hasan belum bisa menengok ke sana, kami keluarga juga belum bisa menengok ke sana," kata Mas Andri."Nanti setelah sadar dari operasinya, kan mungkin tengah malam hari, insya Allah kami akan menghubungi Dinda lagi jika diperkenankan," izin Mas Andri pada papa Dinda karena dia tahu dari nada bicaranya Papa Dinda sudah terkesan marah dan tak terima."Oh iya Mas iya tak apa-apa, tolong sampaikan salamku juga pada keluarga sana ya! Kita saling menjaga anak masing-masing dulu, karena kami pun tak dapat ke sana juga saat ini. Seperti yang kalian tahu sendiri, kondisi Dinda

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   LAGI ULAH BU NAFIS!

    LAGI ULAH BU NAFIS,"Ya Allah lindungilah suamiku, lancarkan operasinya! Kembalikan nyawanya dalam raganya, aku belum siap menjadi janda, ternyata aku sangat takut kehilangan suamiku," kata Dinda dalam hati.Dinda menunggu dengan hati yang berdebar-debar dan cemas. Dia berharap semoga keluarga Madiun segera menelpon padanya. Detik demi detik dia menunggu, rasanya jam berjalan sangat lambat. Akhirnya penantian itu sampai, suara nyaring bunyi panggilan call masuk di HP papanya."Pah, Papah bangun! Pah itu Mas Hasan sedang menelpon mungkin! Tolong angkat Pah," perintah Dinda berusaha membangunkan papanya yang baru saja terlelap.Dinta sebenarnya juga tak ingin membangunkan papanya. Tetapi bagaimana lagi, hanya itu yang bisa dilakukan sekarang. Dengan mengucek matanya dan mengumpulkan kesadaran Pak Bukhari bangun. Kepalanya sekarang terasa agak pusing dan berat. Mengingat dia baru tidur sekejap dan dibangunkan. Pak Bukhari mengambil hp-nya yang berada di atas nakas.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   BU NAFIS OH BU NAFIS

    BU NAFIS OH BU NAFIS"Dan Ibu tahu kan, gara-gara itu juga Mas Hasan juga harus menjalani operasi sampai patah tulang tangan seperti ini," lanjut Dinda."Eh Dinda semprul dengarkan aku ya! Siapa yang mau meminta musibah seperti ini? Tak ada yang mau dan tak ada yang ingin menjalani musibah! KAu tak tahu agama? Yang namanya musibah itu tidak bisa dipinta dan kita tidak tahu tanggal apesnya karena tak ada di kalender," hardik bu Nafi."Kau itu asal ngomong saja! Menuduh Ibu dan menyalahkan orang tua! Mbok ya di maklumi, yang namanya orang tua itu tempat salah dan mudah lupa, tapi Ibu tak berarti membuatmu dan Hasan cekcok juga! Tak ada niatan sedikitpun begitu! Kau harusnya intropeksi diri, mengapa hanya menyalahkan Ibu? Itu sih salah kamu yang tak bisa menjaga kandungan sampai gugur, kau emosi dan melampiaskannya padaku? Hah?" bentak bu Nafis terpancing emosi dengan perkataan Dinda."Kalau orang yang becus mah bisa menjaga kandungannya! Lagian ku kan malad sekali

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   BERDAMAI DENGAN EGO MASING-MASING!

    BERDAMAI DENGAN EGO MASING-MASING "Balaslah perlakuan mertuamu itu! Sampai kapan kau mau dijajah dan ditindas seperti ini?""Tapi Dinda masih ingin kembali dengan Mas Hasan, Pah! Rasanya Dinda tak sanggup menjadi janda di usia ini, Pah," ujar Dinda lirih."Papa kan tidak menyuruhmu untuk berpisah dengan Hasan! Papa juga sudah menimbang omongan Mamamu semalam, Papa akan bersalah jika ikut campur urusan rumah tangga kalian. Papa hanya berkata kau harus bangkit dan kau harus bisa membalas semua perlakuan mertua itu," jelas papa Dinda."Bagaimana caranya, Pa? Sedangkan untuk bekerja saja di luar rumah Dinda tidak diizinkan oleh Mas Hasan," Kata Dinda lirih."Mengapa kau tak berpikir sampai sejauh itu? Kau bisa beralasan kerja di rumah kok, bisa berdandan dan zoom meeting dengan orang-orang di kantor, kau bisa pilih salah satu perusahaan Bapak yang ada di Kalimantan! Itu kan memerlukan zoom meeting hampir setiap hari, dan pekerjaannya bisa santai sambil ke cafe atau jalan-jalan. Kau hanya

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   JANGAN ADA IBUMU DIANTARA KITA, MAS!

    JANGAN ADA IBUMU DIANTARA KITA, MAS!"Memang Ibu mengatakan apa saja padamu, Mas?" tanya Dinda memancing Hasan."Ibu kemarin mengadu padaku jika kau dijemput oleh seorang lelaki memakai jas dan naik mobil Alphard, Dek! Kita kan baru saja baikan, Mas tak akan marah padamu! Jika kau jujur andaikata itu adalah rental atau kau menyewa mobil tak masalah bagi, Mas," kata Dinda."Itu kan uangmu juga, tak ada Mas melarang-larang! Malah Mas justru merasa lebih lega jika itu terjadi daripada kau pergi dengan lelaki lain," kata Hasan."Mas, bisakah jangan ada ibumu diantara kita?" tanya Dinda."Apa maksudmu, Dek?" kata Hasan tak mengerti."Jadi kemarin papa menyuruh sopir menjemput Dinda, karena Papa khawatir jika naik travel sopirnya tidak safety atau ugal-ugalan. Aku menggunakan sopir Papa bukan sopir sembarangan," jawab Dinda."Sopir Papa?" tanya Hasan heran."Mas lupa bahwa Papa, itu juga bekerja di sebuah perusahaan besar tentulah dia punya kendaraan p

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   TEKAD DINDA!

    TEKAD DINDA!"Kalau itu, Ibu hanya bisa menyarankan bagaimana jika meminta uang penjualan mobil Dinda?" sahut bu Nafis."Bu, jangan berkata yang aneh-aneh begitu! Tak mungkin aku meminta uang itu pada Dinda sekarang ini. Uang penjualan mobil murni adalah hak Dinda, jika boleh jujur saja sekarang aku malu sekali, Bu,""Malu kenapa?" tanya bu Nafis. "Bagaimana Hasan tidak malu, Hasan kepikiran bagaimana Dinda membayar biaya semua nya di sana? Bukankah kuretase itu juga memerlukan biaya mahal, Bu? Dan yang seperti Ibu tahu saat ini, aku sama sekali tak memiliki uang untuk membiayainya," jawab Hasan.Bu Nafis langsung terdiam mendengar pernyataan itu dari putranya. Dia juga tak ingat kalau di sana Dinda sedang menjalankan operasi kuretase. Tetapi setidaknya di sana Dinda memiliki cadangan uang yang lumayan banyak hasil penjualan mobil. Jadi tak usahlah sebenarnya Hasan memikirkannya itu dalam-dalam, yang penting dia bisa keluar dari rumah sakit ini dengan biaya

Bab terbaru

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ENDING YANG BAHAGIA!

    ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Hamil?

    HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   AWAL BARU KEBAHAGIAAN

    AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HADIAH DARI SUAMI BARU

    HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA

    ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS

    MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!

    RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Izin Pergi Dari Rumah

    IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?

    MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."

DMCA.com Protection Status