Saat akan membuka kelopak matany yang terasa berat, kepalanya serasa ditindih batu yang cukup besar. Terasa pusing yang sangat hebat.Faryn mengerang tertahan.Sial. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tubuhnya terasa lemas dan kepalanya terasa berat?"Kamu udah sadar? Kita dalam perjalanan ke rumah sakit."Suara itu. Suara yang familiar dan sering dia dengar. Rasanya dulu dia juga pernah mendengarnya. Di mana ya?"Kalau kamu mau muntah," seseorang itu menjeda sejenak ucapannya. Kemudian terdengar suara kantong plastik yang bergerisik ke hadapannya. "Kamu bisa muntahkan di sini. Atau kamu mau kita menepi sebentar supaya lebih nyaman?"Duh, berisik sekali sih. Apa dia tidak tahu kalau Faryn tengah berusaha mengambil alih kesadarannya kembali?Perlahan tapi pasti, kelopak mata Faryn terbuka. Yang pertama dia tangkap melalui matanya adalah ... gelap. Tubuhnya bergerak mengikuti laju kendaraan ini. Tapi sepanjang jalan hanya kegelapan yang ada.Rasa berat itu kini beralih menyerang pernap
Linggar mengerucutkan mulutnya. Wajahnya terlihat masam. Permasalahan ini harus segera diselesaikan. Jika lebih lama lagi ditunda, Faryn tidak akan bisa dikendalikan.Perempuan itu mungkin tidak peduli dengan harga dirinya. Namun, Linggar tidak! Dia sangat amat peduli dengan citra dirinya.Susah payah dia membangun penilaian orang tentangnya yang bijak, berwibawa, dan cerdas. Semua orang tahu rumor tentang ayahnya, maka dari itu dia mengupayakan segala cara agar rumor itu tidak berbalik ke arahnya, meski dia adalah anak Bahari."Argh, sial!" umpat Linggar.Dia sudah kehabisan akal. Apapun rencana yang sudah dia pikirkan hanya akan berujung pada kehancurannya. Harus ada satu orang lagi yang dikorban. Tapi siapa?"Kamu baik-baik saja?"Tangan lembut dan halus membelai kepalanya dengan sayang. Linggar menghentikan kegiatan memijit pangkal hidungnya. Kepalanya menoleh ke kanan. Dia mendapati wajah yang lembut dan manis di sampingnya tengah tersenyum.Senyum yang selalu mampu membuat Lingg
Hakam mengangkat tubuh Faryn yang tertidur dengan pulasnya setelah menangis saat mobil mereka berhenti. Wanutanya tidak mengatakan apapun. Dia hanya menangis dan terus terisak di pelukannya.Hakam tahu, Faryn hanya ingin mengeluarkan beban di hatinya.Mereka tidak jadi melakukan apapun yang menyenangkan malam ini. Tidak makan malam, tidak bertemu dengan orang tua Faryn, tidak pula khayalan liarnya yang menjadi nyata.Semua gagal total.Pertama kalinya dalam hidup Hakam saat merencanakan sesuatu berakhir dengan hancur berantakan seperti malam ini.Selama di perjalanan pulang, Hakam terus msmikirkan kalimat Faryn sebelum menangis. Menemukan dirinya?Memangnya wanitanya ini hilang di mana?Hakam terus berpikir untuk mengetahui maksud Faryn.Ada beberapa kemungkinan yang mampir di otak cerdasnya. Pertama Faryn meminta untuk dibantu mengingat masa lalu yang sudah ia lupakan. Si istri berharap bisa mengingat kembali.Bukankah Faryn bilang ingatan buruk adalah bagian dari dirinya juga?Yang k
"Hari ini Bapak akan ada rapat bersama Dewan Komisaris jam 9. Lalu dilanjutkan dengan pertemuan kolega dari PT BAP di Restoran Alaska jam 11," lapor Faryn sambil membaca daftar rapat di tab yang dipegangnya.Bahari melihat jam di pergelangan tangannya. Masih cukup waktu untuk berduaan dengan Faryn. "Tambahkan jadwal sebelum jam 11 ke dalam daftar."Faryn mengangkat wajahnya. Menatap Bahari dengan tatapan bertanya. "Apa yang harus saya tambahkan, Pak?"Bahari tersenyum lebar lalu berucap, "Tambahkan jadwal setengah 10, rapat bersama Faryn Titis Kemala di ruangan Bahari Jatayu."Faryn memiliki firasat tidak enak hanya dengan mendengar jadwal yanh diminta oleh Bahari. "Maaf, Pak. Tapi jika saya menambahkan jam yang tidak ada sebelumnya, akan membuat jadwal di antara jam-jam itu mundur," tolak Faryn halus."Rapat dengan Dewan Komisaris hanya akan memakan waktu sebentar. Sebaliknya, rapat bersama kamulah yang membutuhkan waktu lebih lama."Faeyn tersenyum paksa. Dia pun mengangguk menyetuj
Dokumen yang diberikan Bahari ini bukan dokumen biasa.Ini dokumen surat berharga. Surat kepemilikan sebuah apartemen mewah. Atas nama dirinya!"P-Pak, ini ...," Faryn tergagap. Dibanding bahagia dia lebih merasa bingung.Bingung harus bagaimana, binggung harus mengatakan apa."Ini hadiah ulang tahun kamu. Kemarin saya belum sempat memberikannya," ujar Bahari. Matanya tidak lepas dari memperhatikan ekspresi Faryn. "Kamu ingin hidup kamu terjamin, kan? Saya bisa memberikannya."Faryn menutup kembali dokumen itu dan meletakannya di atas meja. Benar. Inilah yang dia inginkan. Upaya balas dendamnya. Salah satunya adalah mendapatkan sebagian harta Bahari.Seulas senyum manis menghias di bibirnya. "Terima kasih, Pak. Saya tidak menyangka Anda akan benar-benar menepatinya."Bahari mengecup pipi Faryn. Tangannya menggenggam punggung tangan sekertaris itu. "Jika saya sudah berjanji saya akan menepatinya."Faryn mengenal satu orang yang mengatakan hal yang hampir serupa. Kata-kata yang beberapa
"Kamu nasih lanjut bekerja? Meski sudah di rumah?"Faryn mendongak dari menatap layar laptop. Buru-buru ia tutup layar yangs edang di lihatnya ketika Hakam mendekat."Yah. Ada beberapa pekerjaan yang nggak bisa ditunda," jawabnya berbohong.Hakam duduk di depan Faryn. Matanya menatap bergantian laptop dan sang istri."Boleh pinjam laptopnya?" Tangan Hakam terulur ke depan, meminta pada Faryn.Alis cantik Faryn nyaris bersatu saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan Hakam. "Untuk apa?" tanyanya dengan sikap defensif.Akan sangat berbahaya jika Hakam tahu apa yang tengah ia kerjakan."Biar aku bantu kerjakan pekerjaan kamu. Karena kalau aku hanya melarang kamu, sepertinya nggak akan banyak yang berubah."Hakam mulai memikirkan perkataannya pada Faryn. Selama ini ia selalu bertanya-tanya kenapa istrinya selalu lembur. Awalnya dia memang percaya perkataan wanita berambut sebahu itu.Tapi, setelah beberapa kejadian akhir-akhir ini, Faryn yang semakin larut dalam pekerjaannya, mulai membu
Seharusnya masih besok pertemuan Bahari dengan perempuan berinisal V alias Vani, sahabat baik Lintang. Faryn sudah mempersiapkan segaal skenarionya dengan baik. Jika beruntung, semuanya akan berjalan sesuai rencana."Mbak, Pak Baharinya ada di ruangan?"Faryn yang baru kembali dari kamar mandi, berbalik ke belakang. Seorang satpam berdiri di belakangnya dengan sebuah kotak dan sebuah amplop dokumen di tangannya. Kabar mengenai Faryn yang mendadak menjadi sekertaris, sudah tersiar beberapa waktu lalu. Bahkan sampai membuat heboh dan menciptakan banyak gosip.Tidak heran orang-orang di kantor pusat Jatayu langsung dengan mudah mengenali wajah Faryn, termasuk satpam di depannya ini."Ada, Pak. Kenapa, ya?""Ini ada dokumen dari cabang, mbak. Katanya sudah bilang ke Bapak boleh diantar titipkan lewat satpam."Kurang lebihnya Faryn tahu maksud dari satpam ini memanggilnya. Tentu si satpam ingin dirinya yang menyampaikan dokumen itu pada Bahari mengingat dia sekertarisnya."Oh, begitu."Far
Vani sudah menunggu Faryn di tempat mereka melakukan janji temu. Tangannya mengepal setiap kali teringat dengan kejadian kemarin."Maaf, aku terlambat."Vani hanya melirik tajam tanpa mengangkat kepalanya. Lalu berdecih kesal. "Memangnya kamu siapa sampai membuat aku menunggu?" tanyanya ketus.Faryn menyunggingkan senyum miring. "Aku siapa? Oh, kebetulan aku orang spesial untuk 'Om' kamu," jawabnya congkak.Setelah kejadian kemarin, Bahari juga menghubunginya. Mengatakan bahwa dia sudah mengakhiri hubungan apapun dengan Vani. Ia berjanji hanya akan menjadi Faryn satu-satunya perempuan, selain istrinya.Tidak ada Vani, tidak ada perempuan lain lagi.Hidung Vani kembang kempis menahan kesal. Jika tidak ingat di mana mereka berada kini, sudah pasti dia akan menampar pipi Faryn dengan sangat keras."Gara-gara kamu Om Bahari meninggalkan aku. Dia lebih memilih kamu. Memangnya apa bagusnya dari kamu?"Faryn bersandar dengan kaki terlipat. Wajahnya tersenyum penuh kemenangan."Itu berarti ..
Benarkah itu yang terjadi? Benarkah itu yang selama ini direncanakan oleh pemilik asli dari nama 'Faryn Titis Kemala' ini? Bukankah semua yang dikatakan Bahari semuanya terdengar mengada-ada? Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Lava hanya membutuhkan jawaban 'tidak' untuk menyangkal semua tanda tanya di benaknya. Tapi siapa yang melakukannya? Kepada siapa harus bertanya? Siapa yang yang memberikan jawaban itu? Di tengah berkecamuknya batin dan pikirannya, fisik Lava masih berusaha keras untuk melepaskan diri dari cengkraman Bahari yang kini sudah berhasil mengunci pergerakan tangannya. Tubuh besar pria itu berada tepat di atas tubuh mungilnya. Lava sangat ketakutan saat ini. Untuk beberapa saat, ia berhara Hakam akan mencarinya, lalu menemukannya di sini, dan menyelamatkannya. Tapi akal sehatnya dengan cepat menyangkal itu semua. Semuanya tidak akan mungkin terjadi. Hakam tidak akan pernah mencarinya. Karena pria itu tidak akan pernah kembali kepada dirinya. "Anak dan
Berulang kali Hakam mengembuskan napas. Berusaha melegakan sesak di dadanya. Ia tidak percaya seratus persen dengan apa yang disampaikan oleh kakak iparnya. Tidak. Lebih tepatnya ia enggan percaya. Mana mungkin Faryn berselingkuh dengan Bahari, ayah iparnya? Wanita itu baru mengenal kepala keluarga Jatayu itu saat mereka mulai bekerja. Tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu mereka bisa langsung saling tertarik. Tunggu dulu. Kenapa itu tidak mungkin? Bukankah mereka sering bertemu di kantor? Tapi apa mungkin seorang karyawan staf biasa bisa sering berkunjung ke ruangan atasan? Tentu saja tidak. Hakam pernah berada di posisi sebagai atasan, dan ia tahu betul tidak semua karyawan biasa bisa mampir ke ruangan kerjanya. Kalau pun bertemu secara langsung, tentu bukan di ruangannya. Melainkan di ruang rapat. Lalu kapan tepatnya Faryn dan Bahari mulai bermain api di kantor mereka saat kemungkinan intensitas berpapasan begitu kecil? Sudah pasti apa yang disampaikan oleh Linggar me
Paras menatap iba sekaligus gamang pada Hakam. Bagaimana tidak? Ia adalah salah satu orang yang mengenal baik pria itu. Ia tidak ingin menyakitinya. Tapi hatinya tidak bisa berbohong bahwa Paras lebih mencintai Linggar."Jelaskan apa, Paras?" tuntut Hakam.Linggar menatap Paras tajam. Wanita ini, kenapa hanya menjelaskan saja membutuhkan banyak waktu? Akhirnya karena kesabarannya sudah makin terkuras, suami sah Lintang itu mendahului kekasihnya yang baru saja akan bersuara."Kami berpacaran dan sudah memutuskan akan menikah," jelas Linggar langsung ke inti.Hakam terkejut. Otot di tubuhnya terasa kaku. Rasanya jantung di balik tulang rusaknya berusaha melompat keluar. Dan tenggorokannya terasa tersekat bongkahan batu besar, hingga membuatnya sulit bernapa. Seolah seluruh oksigen di dunia sudah habis tak bersisa."A-apa?" tanyanya terbata. Informasi ini terlalu sulit diterima oleh otaknya. Bagaimana mungkin Linggar yang masih berstatus sebagai suami kakaknya, bisa mengatakan tengah me
"Selamat datang, Sayangku." Sapaan yang diucapkan dengan nada yang dibuat seolah menyambut bahagia, menyapa telinga Faryn tatkala ia memasuki sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu, hanya ada Bahari yang duduk sendirian di kursi kebesarannya. Mata Faryn dengan cepat memindai isi ruangan. Tidak ada yang berubah. Semua masih sama seperti terakhir kali ia ingat. Namun, hal itu tidak mengurangi sikap waspada wanita itu. Siapa yang tahu kalau Bahari sudah memasang jebakan? "Kenapa wajah kamu cemberut begitu?" tanya Bahari sembari bangkit dari posisinya. Kakinya berjalan pelan menghampiri Faryn yang bergeming dengan tatapan tajam menelisik. Pikirannya dipenuhi dengan banyak kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya saat mantan atasannya itu mendekat. Yap, Faryn secara resmi sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya dua minggu yang lalu tanpa sepengetahuan Bahari. "Apa uang, properti, dan saham yang saya berikan untuk kamu masih kurang?" lanjut Bahari sarkas. Faryn masih tetap diam mem
Seharusnya Faryn bertemu dengan Bahari pagi ini. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Saat dirinya terbangun beberapa waktu lalu, nyeri menghantam kepalanya begitu keras sampai membuatnya kesulitan untuk sekedar mengangkat kepalanya. Setelah menghirup napas dalam-dalam dan melepaskannya perlahan melalui mulut, dia dapat mengendalikan sedikit rasa sakit di kepala. Meski dengan langkah sempoyongan, Faryn berhasil mencapai meja makan dan meneguk setengah gelas air putih yang tersisa dari minumnya semalam. Ia kira, rasa sakitnya bisa berkurang lagi setelahnya, sayangnya tidak. Rasa mual malah muncul. Dia berusaha secepat yang ia bisa untuk melangkah ke kamar mandi sebelum isi perutnya mengotori lantai yang akan menambah pekerjaannya pagi ini. Sesampainya di kamar mandi, tidak ada satu pun sisa makanan yang dicernanya yang keluar. Meski begitu, rasa mualnya masih belum berkurang. Ia memutuskan untuk duduk sebentar di atas closet. Napas terengah, muka basah, dan bibirnya pucat. Ia kem
Hakam sama sekali tidak bisa dan tidak ingin memahami apa yang dijelaskan Faryn. Baginya semua itu tidak lebih dari sekedar alasan yang mengolok-olok dirinya.Dia melakukan banyak hal untuk Faryn, demi istrinya. Sebagai balasannya, wanitanya tetap berselingkuh dengan pria lain. Hakam rela melepas apa yang dia punya sebelumnya, untuk bisa bersama Faryn. Dan inilah hasilnya."Ha ... Hahaha. Sial," umpatnya pelan. Tawanya penuh dengan nada ironi yang terdengar menyesakan.Pukul tiga dini hari. Jika semuanya berjalan seperti biasanya, dia pasti sedang tertidur pulas untuk persiapan pulang beberapa jam lagi. Jika situasinya segawat barusan, saat sang kakak harus segera menjalankan operasi, tentu saja saat ini dia tengah menunggui kakaknya.Siapa sangka, sekarang dia malah berada di bar dengan keadaan setengah sadar akibat minuman keras yang ditenggaknya karena mengetahui istrinya selingkuh dengan kakak iparnya."Sial sial sial!" umpatnya kian geram. Ia kesal pada dirinya, pada Faryn, pada
Faryn mengabaikan panggilan yang masuk ke ponselnya. Dia tidak peduli pada siapa yang mencoba menghubunginya. Tidak terkecuali suaminya sendiri. Setelah kekacauan yang dia buat, tentu pihak-pihak yang mengenalnya akan berebut mencari tahu kebenaran hubungannya dengan Bahari. Dan cepat atau lambat, Hakam juga akan mengetahuinya meski saat itu dia sedang berada di luar kota. Yang dilakukan oleh Faryn, hanya duduk diam menatap kosong pada televisi yang tidak dinyalakan. Wajahnya terpantul dari layarnya yang hitam, menampilkan raut tak terbaca. Ia sendiri juga masih menelaah mengenai perbuatan impulsifnya. Dan dalam dirinya sendiri mulai mengembangkan sebuah pertanyaan. Apakah semua yang ia lakukan ini sebanding dengan apa yang terjadi di masa lalu? Hidupnya hancur, hidupnya menderita. Dan dengan semua yang telah ia lakukan, kenapa dia tidak merasakan kelegaan atau pun ketenangan seperti yang dipikirkannya? Kalau begitu, sebenarnya apa yang ia cari dari semua ini? Semakin jauh ia
Hakam terus menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan selama perjalanan menuju rumah sakit. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri setelah menerima telpon dari Lintang. Jika sesuai jadwal, dia seharusnya baru kembali besok pagi.Tapi, Hakam tidak memiliki pilihan lain. Begitu menyelesaikan acara terakhir dari rangkaian acara seminar yang diikutinya, dia segera bergegas menyusul Lintang.Wanita hamil itu mengatakan jika ia kini berada di rumah sakit dan meminta Hakam untuk menemani. Dia harus segera menjalankan operasi untuk mengeluarkan bayi dalam kandungan karena air ketubannya kurang.Setahu Hakam, perhitungan hari lahir keponakan keduanya itu masih 2 minggu lagi. Ia tidak menyangka jika ternyata sang bayi ingin keluar lebih cepat.Bukan, bukan karena itu dia panik dan gelisah seperti sekarang. Melainkan karena sang kakak mengatakan jika tidak ada seorang pun yang menemaninya saat ini di rumah sakit.Mama sedang tidak enak badan dan sedang akan beristirahat, jadi Lintang
Linggar kesal setengah mati. Setelah semua yang terjadi, tidak ada satu pun rencananya yang berjalan lancar. Rencananya untuk mengorbankan Vina ternyata tidak berjalan semulus yang ia kira.Vina adalah salah satu pion yang dia harapkan akan mengakhiri rencana Faryn yang tidak ia prediksi. Namun, nyatanya bukan wanita selingkuhannya yang berakhir. Malah hidup Vina yang memiliki kisah tragis.Linggar tahu semua perempuan yang menemani sang Papa ketika dinas keluar kota. Dia sudah mengetahui sejak lama bahwa Bahari menjadikan sahabat anak menantunya itu sebagai perempuan simpanan. Dan dia sama seai tidak mempermasalahkan apalagi peduli.Pria itu percaya Vani bisa menjadi senjatanya di kemudian hari. Yang tidak ia ketahui adalah ternyata perempuan itu bisa menjadi senjata yang berbalik menyerangnya. Senjata makan tuan."Argh. Sialan. Dasar pria tua tengik!"Linggar tidak berhenti memaki Bahari. Mulutnya dipenuhi sumpah serapah untuk Faryn dan Papa. Malam ini dia tidak bisa menemui Paras u